Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Berbisnis Saham Setelah Pensiun, Apakah Sebuah Pilihan yang Rasional?

24 April 2023   16:54 Diperbarui: 24 April 2023   18:12 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis saham (Sumber: Thinkstock)

Bagi sebagian besar orang, masa pensiun adalah masa yang sangat dinantikan karena kita sudah bebas dari segala rutinitas dan tekanan pekerjaan yang telah menyedot sebagian besar waktu dan tenaga kita.

Tapi, dengan catatan jika kita sudah menyiapkan biaya hidup yang cukup untuk kebutuhan hidup di hari tua, katakanlah sampai usia harapan hidup rata-rata sekitar 70 tahun, atau bahkan sampai usia 80 atau 90 tahun.

Namun kenyataannya hanya sedikit orang yang mampu menyiapkan biaya hidup sampai beberapa puluh tahun setelah berhenti bekerja. Apalagi usia pensiun bagi para karyawan swasta secara formal hanya sampai usia 55 tahun, masih sangat jauh untuk menuju usia harapan hidup rata-rata.

Di sisi lain tidak jarang dalam usia 55 tahun masih banyak diantara mereka yang masih punya tanggungan anak yang masih sekolah atau bahkan masih punya orang tua yang masih butuh perhatian.

Jadi tidak mengherankan kalau dalam usia yang sudah lebih dari 55 tahun banyak orang yang memutusakan untuk terus bekerja atau memulai bisnis baru.

Terus bekerja di usia lebih dari 55 tahun biasanya sangat terbatas pilihannya karena hanya mereka yang memiliki skill khusus yang tidak bisa digantikan oleh generasi yang lebih muda yang punya kesempatan untuk tetap terus bekerja di atas usia 55 tahun.

Dengan demikian pilihan kedua adalah memulai bisnis baru. Memulai bisnis baru bukan hal yang mudah, meskipun jauh-jauh hari sebelum pensiun sudah dirintis dan disiapkan.

Banyak hal yang menjadi penghalang untuk pindah kwadran dari karyawan menajadi pengusaha, biasanya halangan yang paling besar adalah masalah mindset atau faktor psikologis.

Mindset seorang karyawan kantoran atau karyawan pabrik yang sudah bertahun-tahun terbiasa bekerja secara teratur dan hanya pada satu keahlian tertentu sangat berbeda dengan mindset pengusaha yang harus memikirkan semua hal mulai dari proses produksi, pengadaan bahan baku, penjualan, administrasi, perijinan, pembukuan dan tenaga kerja.

Selain itu kendala utama lainnya adalah bagaimana melewati masa kritis yang dialami oleh setiap bisnis yang mulai tumbuh. Sebagian besar proses bisnis akan melalui masa pembelajaran yang dikenal dengan kurva S, dimana pada masa-masa awal dibutuhkan banyak sekali sumber daya baik itu modal, waktu, tenaga namun kemajuan bisnis sangat lambat.

Pada masa awal bisnis berjalan sering kali perusahaan harus jatuh bangun, belajar dari kesalahan atau kondisi yang tidak terduga sebelumnya dan banyak di antara mereka yang akhirnya mati atau layu sebelum berkembang.

Jadi kesimpulannya memulai bisnis setelah pensiun sangat berisiko tinggi, dan konsekuensinya bila gagal biasanya akan sangat menguras tabungan atau dana pensiun yang sudah kita siapkan bertahun-tahun lamanya.

Foto Ilustrasi Berbisnis Saham Setelah Pensiun, Sumber: finansialku.com
Foto Ilustrasi Berbisnis Saham Setelah Pensiun, Sumber: finansialku.com

Dengan demikian kedua pilihan untuk tetap berpenghasilan setelah pensiun, baik terus bekerja lagi maupun memulai bisnis baru sama-sama sulit untuk dilakukan oleh sebagian besar pensiunan.

Kedua pilihan di atas sama-sama sulit karena idealnya fase setelah pensiun adalah rehat dari pekerjaan rutin dan menikmati hidup bersama orang-orang tercinta dan cukup mengandalkan dana pensiun atau passive income untuk membiayai hidup pada fase ini.

Untuk mendapatkan passive income sedikit dibawah gaji kita sebelum pensiun membutuhkan modal yang sangat besar, dan umumnya dana pensiun yang sudah kita siapkan tidak cukup untuk itu.

Di lain pihak bila hanya mengandalkan tabungan atau dana pensiun yang sudah kita siapkan bisa jadi akan habis sebelum waktunya karena tergerus inflasi atau ada kebutuhan yang tidak terduga lainnya.

Salah satu rule of thumb untuk menilai apakah dana pensiun yang kita siapkan cukup atau tidak adalah menghitung biaya hidup minimum setelah pensiun sesuai dengan gaya hidup yang kita inginkan selama 15 -- 20 tahun kedepan.

Sebagai contoh misalkan biaya hidup minimum kita dan pasangan kita setelah pensiun sekitar 10 juta rupiah per bulan, ini setara dengan 120 juta per tahun, maka kita harus menyiapkan dana pensiun sekitar 1.8 milyar sampai 2.4 milyar.

Bila dana pensiun yang telah kita kumpulkan masih dibawah jumlah minimum yang dibutuhkan maka pilihannya adalah kita harus menurunkan gaya hidup menyesuaikan dana yang kita punya, dan tentunya ini pasti tidak nyaman kalau perubahan gaya hidup kita terlalu ekstrim.

Meskipun dana pensium kita terbatas ternyata ada pilihan ketiga yang merupakan kombinasi dari  2 pilihan yang sudah kita ketahui seperti menikmati passive income atau melakukan bisnis sendiri. Pilihan ketiga tersebut adalah berbisnis saham.

Ya, berbisnis saham merupakan alternatif bila dana pensiun kita tidak cukup untuk membeli asset yang dapat menghasilkan passive income yang kita inginkan sementara kita juga tidak punya skill dan pengalaman yang cukup untuk memulai bisnis riil.

Namun demikian bisnis saham ini juga memiliki tantangannya sendiri, tidak semudah seperti yang kita bayangkan atau yang diceritakan oleh para guru saham, influencer atau youtuber saham.

Dan seperti bisnis riil, tidak semua orang cocok untuk melakukan bisnis ini. Ada beberapa persyaratan yang akan sangat menentukan apakah kita cocok menekuni bisnis ini atau sebaliknya.

Syarat pertama adalah kemauan belajar yang menggebu meski usia sudah tidak muda lagi, karena kita melakukan ini di usia pensiun. Ada beberapa orang yang masih mampu dan mau belajar hal yang baru di usia yang tergolong tua namun banyak juga yang tidak mau dan tidak mampu lagi.

Syarat kedua adalah suka melakukan analisa. Bagi yang sudah terbiasa melakukan Analisa dalam pekerjaan sehari-hari sebelum pensiun, melakukan Analisa terhadap emiten atau perusahaan terbuka (Tbk) bukan hal yang sulit, mungkin malah menyenangkan karena sudah seperti melakukan hobi.

Analisa yang dimaksud di sini adalah kemampuan untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan sehat berdasarkan laporan keuangan, kemampuan menilai apakah para pengelola perusahaan baik komisaris ataupun direktur memiliki integritas dan kapasitas yang mumpuni, dan terakhir kemampuan untuk memprediksi apakah kedepannya perusahaan ini akan mampu bertumbuh atau sebaliknya.

Syarat dasar lain tentunya adalah memiliki literasi keuangan yang baik seperti mengetahui jenis-jenis investasi pasar modal dan resikonya, pengaturan keuangan atau money management yang baik.

Dan terakhir, the last but not least, adalah menyiapkan mental atau psikologis sebagai pebisnis saham sebelum masuk bisnis ini karena faktor psikologis akan sangat menentukan keberhasilan para pebisnis saham selain kemampuan Analisa fundamental dan teknikal.

Jika syarat-syarat di atas dipenuhi maka memilih berbisnis saham sebagai alternatif mencari tambahan penghasilan setelah pensiun merupakan pilihan yang rasional.

Catatan

Tulisan saya selanjutnya merupakan serial panduan berbisnis saham bagi para pensiunan yang tertarik masuk ke pasar saham untuk mengisi kegiatan di masa pensiun sekaligus sebagai sumber penghasilan tambahan.

Disclaimer

Saya bukan pakar atau guru saham, jadi tulisan saya hanya untuk  berbagi. Saya sendiri sampai saat ini masih belajar dari pakar saham seperti Bapak Joeliardi Sunendar, Bapak Lukas Setia Atmaja, Mas Rivan Kurniawan, Mas Teguh Hidayat, Bennix dan masih banyak lagi.

Selain itu saya juga mendalami beberapa pemikiran pakar saham dunia yang telah membagikan pengalamannya melalui berbagai tulisan, buku, seminar dan video seperti Benjamin Graham, Warren Buffett, Peter Lynch dan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun