Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hati-hati Trik Penjual Dalam Melambungkan Ego Pembeli, Tanpa Disadari oleh Pembeli

15 Juni 2022   21:49 Diperbarui: 16 Juni 2022   04:31 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi salah satu teknik untuk memainkan ego pembeli dikenal dengan istilah Decoy Effect. Sumber: Miakievy via parapuan.co

Dalam kehidupan sehari-hari ketrampilan untuk membeli sama pentingnya dengan ketrampilan untuk menjual. Hampir setiap hari kita melakukan transaksi pembelian barang kebutuhan sehari-hari, mulai dari makanan, minuman, jajan dan juga kebutuhan lain yang lebih besar seperti membeli perabotan rumah atau bahkan membeli rumah, tanah atau mobil.

Dalam melakukan transaksi kebutuhan sehari-hari terkadang kita sudah tidak perlu berpikir lagi barang mana yang akan kita beli terutama untuk barang kebutuhan rutin, tinggal repeat-order saja berdasarkan referensi atau pengalaman sebelumnya..

Namun demikian, tawaran produk baru terus berdatangan disertai dengan iming-iming promo dengan berbagai cara dapat membuat kita terjebak pada trik-trik psikologis yang sering digunakan di dunia marketing.

Untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari bila kita salah beli mungkin kita akan menyesal, namun hanya untuk sesaat saja karena harganya tidak mahal. Lain halnya untuk barang-barang yang mahal seperti mobil, rumah atau tanah, sekali salah beli kita akan mengalami kerugian yang sangat besar dan menyesalnya mungkin bisa berhari-hari bahkan berbulan-bulan.

Berikut ini adalah beberapa trik psikologis yang paling sering digunakan penjual untuk mengecoh kita dan mengesankan bahwa kita telah melakukan tindakan penghematan yang sangat besar padahal kenyataanya tidak demikian.

Trik yang pertama adalah The Decoy Effect atau efek pengecoh.

Trik ini paling banyak digunakan untuk mendongkrak penjualan dengan memainkan psikologis pembeli seolah pembeli telah membuat keputusan yang bijaksana dan paling menguntungkan.

Sebagai contoh bila kita sedang jalan-jalan di sebuah mall atau di tempat hiburan dan kita merasa haus kemudian kita memutuskan untuk membeli minum di sebuah gerai minuman kekinian.

Bila kita lihat harga minuman yang disediakan, misalnya, untuk ukuran Small harganya 18k, Medium 25k dan Large 27k. Awalnya kita ingin membeli yang ukuran sedang saja, karena ukuran kecilnya mungkin tidak cukup buat kita.

Namun setelah kita menghitung-hitung lagi, bedanya ukuran sedang dengan yang besar cuma 2 ribu rupiah, tanggung banget, mending yang besar sekalian. Akhirnya kita memutuskan untuk membeli ukuran yang besar

Pada titik ini sebagai konsumen kita merasa seolah lebih pintar dalam menyiasati tawaran dari penjual, padahal kita baru saja terkena trik psikologis yang bernama "Decoy Effect" atau efek pengecoh. Ukuran sedangnya adalah pengecoh.

Mengapa demikian ? Bagaimana seandainya ukurannya hanya ada yang kecil dan besar? Kita akan berpikir lebih dalam dan mempertimbangkan untung ruginya dengan seksama sebelum kita membelinya.

"Apakah saya benar-benar ingin yang besar? Kalau cuma ingin rasanya mending beli yang kecil saja lebih hemat". Atau sebaliknya "Hmm, tidak apa-apa deh beli yang besar, biar puas minumnya kebetulan saya lagi haus sekali dan uang saya masih cukup kok."

Setelah berpikir panjang dengan kesadaran penuh sebagain besar orang akan membeli ukuran kecil saja. Adanya pengecoh akan membuat pemikiran-pemikiran panjang tersebut hilang, karena yang ukuran besar akan terlihat lebih "worth it".

Ada berbagai macam variasi penerapan "Decoy effect" ini dalam praktik penjualan, biasanya digabungkan dengan diskon dan promo. Sebagai contoh beberapa waktu yang lalu kami sekeluarga ke timezone, pada saat mau beli token (tizo) kami melihat daftar harga sebagai berikut.

Untuk pembelian 120k akan mendapatkan 132 tizo (120 + bonus 12), pembelian 150k akan mendapatkan 200 tizo (150 + bonus 50), pembelian 250k akan mendapatkan 500 tizo (250 + bonus 250 dan untuk pembelian 300k akan mendapatkan 600 tizo (300 + bonus 300).

Harga 120k merupakan harga pengecoh, karena sebagian besar orang akan langsung membeli yang harga 150k karena hanya dengan menambah 30k akan mendapatkan tambahan tizo sebesar 68 tizo dibanding yang harga 120k.

Bila yang beli keluarga besar atau hobi main di timezone mereka akan lebih memilih harga 300k dibandingkan dengan 250k karena dengan hanya menambah 50k akan mendapatkan tambahan tizo atau bonus sebesar 100 tizo.

Variasi lain dari penerapan decoy effect ini misalnya sebuah Majalah yang dijual dengan memberikan tiga pilihan: langganan online seharga Rp59K, langganan cetak seharga Rp125K dan langganan cetak dan online seharga Rp125K.

Ketika penjual menawari calon pelanggan dengan tiga pilihan, kebanyakan orang  akan memilih combo cetak dan online, karena kesannya ini adalah penawaran yang terbaik. Namun apabila penjual hanya memberikan dua pilihan saja, cetak dan online maka kebanyakan orang akan memilih online karena lebih murah.

Jadi decoy effect adalah fenomena dimana konsumen cenderung mengganti pilihan awal diantara dua opsi jika diberikan opsi ketiga yang tidak seimbang.

Trik yang kedua adalah Ilusi Kelangkaan (Scarcity Principle).

Kita cenderung lebih menghargai sesuatu ketika mereka langka atau akan menjadi langka, dan secara otomatis harganya akan naik. Begitu juga sebaliknya, ketika suatu produk terlalu membanjiri pasar, maka harganya pun akan turun.

Trik ini dalam praktiknya dilakukan dengan menyampaikan sebuah informasi bahwa 'stok terbatas' atau 'hanya tinggal 2 di stok'  hal ini bertujuan mendorong para calon pembeli untuk membuat keputusan pembelian sesegera mungkin.

Terkadang kelangkaan inipun ditekankan dari sisi waktu agar calon pembeli segera mengambil keputusan dalam waktu yang sangat terbatas, contohnya seperti "Promo hari terakhir" atau "Promo ini akan berakhir besok".

Jadi intinya mereka ingin mengatakan "Ini kesempatan terakhir, siapa cepat dia dapat" yang artinya kalau kita tidak melakukannya saat ini maka orang lain yang akan melakukannya dan kita akan rugi sendiri.

Sebagai calon pembeli kita didorong untuk melakukan pembelian saat itu juga karena itu adalah hari terakhir dan kita adalah orang yang paling beruntung karena mendapatkan kesempatan emas ini. Kapan lagi diskon sebanyak ini? Padahal ujung-ujungnya minggu depan atau beberapa waktu kemudian ada diskon seperti itu lagi.

Percaya atau tidak, kata-kata semacam ini akan sangat mempengaruhi psikologis konsumen. Konsumen akan menilai bahwa sesuatu yang memiliki jumlah terbatas akan bernilai tinggi.

Trik yang ketiga adalah Anchoring Effect

Trik ini juga termasuk yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat kita temui di toko-toko, pusat perbelanjaan, factory outlet dan sejenisnya.

Untuk membentuk persepsi awal pembeli mengenai harga sebuah barang maka penjual akan memasang label original price yang cukup tinggi. Selanjutnya agar barang laku harga awal dicoret dan dipasang harga baru yang lebih rendah.

Harga awal atau original price inilah yang akan dianggap sebagai harga yang sebenarnya meskipun harga tersebut tidak relevan namun orang tidak peduli dan informasi awal tersebut tetap menjadi acuan dalam keputusan selanjutnya.

Trik ini didasarkan pada cara kerja otak manusia yang secara sistematis akan mengambil informasi yang pertama diperoleh sebagai acuan atau jangkar (anchor) dalam membuat keputusan selanjutnya.

Penerapan trik ini juga sering dilakukan dalam penetapan harga, bila ada sebuah barang harganya 2 juta rupiah maka penjual akan menetapkan harganya menjadi 1.9 juta rupiah, meskipun lebih rendah 100 ribu rupiah namun efeknya dalam menarik pembeli akan berlipat ganda.

Calon pembeli akan terpaku pada digit di depan dalam menginterpretasikan apakah harga tersebut mahal atau murah, sehingga digit paling depan ini sangat menentukan keputusan calon pembeli untuk membeli atau tidak.

Pada prinsipnya konsumen akan bersedia membeli apabila nilai yang didapatkan melebihi harga yang dibayar. Prinsip ini sangat dipahami oleh penjual sehingga mereka berusaha membuat pembeli seolah-olah telah mendapatkan harga yang paling rendah untuk sebuah manfaat atau nilai dari barang yang mereka beli.

Kesimpulan

Seringkali sebagai konsumen kita terkecoh, maunya ingin berhemat dengan membeli minuman ukuran kecil namun karena melihat harga minuman ukuran sedang dan besar hanya beda sedikit akhirnya kita membeli yang ukuran besar dengan pertimbangan yang besar lebih menguntungkan.

Demikian juga kita seringkali "terpaksa"  membeli suatu barang karena "ancaman" dari penjual bahwa stok tinggal satu atau promo berakhir hari ini, padahal kita tidak terlalu membutuhkan barang tersebut dan ternyata minggu depannya barangnya ada lagi atau diskon lagi.

Dan terkadang kita juga membeli barang yang sebenarnya mahal tapi terasa murah karena informasi awal yang kita dapatkan dari penjual harga barang tersebut sebenarnya sangat mahal namun ada event diskon besar-besaran akhirnya harga turun tinggal 50% atau bahkan tinggal 20%.

Nah, bagaimana caranya agar kita tidak mudah terkena trik ini?

Sederhana saja tapi kadang sulit dilakukan: Identifikasi kebutuhan kita yang sebenarnya dan pisahkan antara kebutuhan dengan keinginan.

Dengan mengidentifikasi kebutuhan, kita bisa lebih terbuka melihat produk-produk lain yang sejenis dan melakukan analisa perbandingan secara sederhana mengenai untung dan ruginya. Kemudian bandingkan antara manfaat atau nilai yang kita dapatkan terhadap harga yang ditawarkan.

Meskipun kita sudah melakukan langkah-langkah di atas namun hal itu tidak akan menjamin kita kebal terhadap jebakan trik-trik marketing yang dilakukan oleh penjual secara masif. Hal ini karena sebagai manusia biasa, faktanya sebagian besar keputusan yang kita ambil bukan berdasarkan pikiran yang rasional namun lebih kepada emosi yang subyektif.

Jadi pesan sederhana ini tetap relevan bagi para konsumen atau calon pembeli, "Teliti sebelum membeli, bahkan sampai detik terakhir sebelum closing".

Ilustrasi penawaran diskon, Sumber: iStock
Ilustrasi penawaran diskon, Sumber: iStock

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun