Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tahu Tempe, Ironi Makanan Sejuta Umat dengan Kandungan Lokal Hanya 10 Persen

1 Maret 2022   21:24 Diperbarui: 2 Maret 2022   18:33 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tempe dan tahu (Shutterstock via kompas.com)

Di Amerika Serikat mereka hanya menanam kedelai yang yang paling cepat masa tumbuhnya, paling tahan hama dan paling tinggi produktivitasnya. Semua sifa-sifat unggul yang ada dalam tanaman kedelai diambil dan diasatukan menjadi sebuah bibit unggul melalui rekayasa genetika.

Semua kedelai yang kita impor dari Amerika Serikat merupakan produk rekayasa genetika (PRG) atau genetically modified organism (GMO). Apakah kita sadar kalau selama ini kita mengkonsumsi kedelai hasil rekayasa genetika ? Aman-aman saja? atau...?

Mungkin kita kaget, tapi kita tidak sendirian. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan di tahun 2020, menunjukkan mayoritas responden ragu-ragu untuk membeli pangan hasil rekayasa genetika (71,3%). Bahkan, ada responden yang tidak akan membeli jika tahu produk itu adalah pangan hasil rekayasa genetika (7,9%).

Hasil survei di atas sejalan dengan anggapan banyak orang bahwa pangan hasil rekayasa genetika dianggap menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia seperti alergi makanan, kenaikan resistansi antibiotik, dan dampak yang tidak diinginkan lainnya.

Sebenarnya prinsip rekayasa genetika ini sudah sering dipraktikan oleh petani tradisonal yaitu dengan melakukan kawin silang tanaman untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Kawin silang tanaman merupakan salah satu bentuk rekayasa genetika secara sederhana.

Rekayasa genetika pada dasaranya adalah mengubah material genetik (DNA) sebuah organisme bisa berupa hewan, tanaman atau mikro organisme secara sengaja, bukan secara alamiah sehingga didapatkan sifat-sifat yang diinginkan.

Manipulasi sifat tanaman secara genetika dapat menjadi strategi ampuh untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Tanaman hasil rekayasa genetika memiliki kemampuan tahan terhadap hama, virus, dan memberikan hasil yang berlipat ganda.

Sebenarnya pangan hasil rekayasa genetika aman untuk dikonsumsi manusia baik secara ilmiah maupun secara empiris karena sudah dikonsumsi dalam jangka waktu cukup lama tanpa menimbulkan dampak buruk yang nyata.

Salah satu contohnya adalah kedelai yang di impor dari Amerika Serikat merupakan produk rekayasa genetika (RPG) yang sudah puluhan tahun dikonsumsi di Indonesia sebagai bahan baku tahu tempe.

Meskipun demikian masih banyak mis-informasi terkait dampak produk ini yang membuat orang menolak pangan hasil rekayasa genetika. Salah satunya adalah bahwa mengkonsumsi produk berbasis PRG akan menyebabkan efek alergi.

Selain itu ada anggapan bila mengkonsumsi PRG dalam waktu yang lama akan menyebabkan kanker, salah satu penyakit ganas yang paling ditakuti masyarakat. Meskipun sampai saat ini belum ada bukti jelas bahwa PRG dapat menyebabkan kanker.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun