Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Belajar dari Kasus Kematian Mendadak Putri dari Nurul Arifin, Pentingnya Worklife-balance dalam Bekerja dan Berkarya

31 Januari 2022   22:08 Diperbarui: 2 Februari 2022   23:00 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa penyebab mengapa orang bersedia bekerja keras dan mengorbankan waktu tidur mereka bahkan terkadang mengorbankan kesehatan mereka, yaitu:

1. Hustle culture atau kondisi yang terjadi karena seseorang memiliki motivasi untuk bekerja melebihi batas waktu demi meraih kesuksesan.

Bagi generasi muda seperti Maura dan Mita atau bagi para fresh graduate, mereka seolah ingin bekerja keras lebih banyak daripada waktu normal.

Faktor yang mendorong gaya hidup gila kerja atau hustle culture ini salah satunya adalah mereka ingin menunjukkan kalau mereka mampu melakukannya.

Tidak jarang tuntutan dari orang-orang terdekat atau keinginan diakui sama hebatnya dan sama suksesnya seperti orangtua mereka, saudara-saudara atau teman-teman membuat mereka bekerja gila-gilaan dan mengabaikan kesehatan mereka sendiri.

Selain itu tuntutan kebutuhan hidup yang banyak mengharuskan mereka bekerja lebih keras supaya mendapatkan penghasilan besar terutama bagi mereka yang masih muda namun harus menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Gaya hidup hustle culture pada akhirnya dapat merusak keseimbangan kehidupan dan pekerjaan (worklife-balance) seseorang serta berdampak buruk terhadap kesehatan mental dan emosional.

2. Rasa takut kehilangan pekerjaan atau dipecat bila mereka tidak menunjukkan loyalitas total kepada perusahaan

Menurut Jeff Kingston, seorang profesor di Tokyo Temple University, di beberapa perusahaan Jepang ada budaya kerja di mana karyawan diharapkan untuk benar-benar berdedikasi dan bersedia mengorbankan waktu dan kesehatannya bagi perusahaan mereka.

Sebagian orang rela bekerja lebih giat -dan lebih lama- untuk menunjukkan etos kerja kepada perusahaan. Rasa takut dipecat, tidak mendapat promosi, atau ingin tampil lebih baik dari rekan kerja juga jadi alasan banyak orang melakukan hal ini.

Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan penurunan ekonomi yang sangat signifikan dan mengakibatkan banyak orang-orang yang kehilangan pekerjaan sehingga persaingan untuk tetap bertahan di tempat kerja semakin keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun