Sudah beberapa bulan Budi berusaha merealisasikan idenya untuk membuat program efisiensi proses produksi untuk perusahaan manufaktur.Â
Idenya berawal dari sistem "kanban" dalam proses manufaktur untuk mengurangi waktu tunggu dan pemborasan lain serta mendukung konsep "just in time" dalam sebuah sistem manufaktur yang ramping.
Ide Budi dalam hal ini menawarkan sebuah inovasi baru, yaitu dengan mengkodekan label atau marking yang biasanya berupa tulisan (kanban) menjadi sebuah "barcode" sederhana.Â
Dengan menggunakan barcode informasi bisa "dibaca" oleh mesin sehingga proses selanjutnya akan otomatis berjalan sesuai info pada barcode.
Setelah beberapa bulan menyiapkan semuanya sendiri, mulai dari ide awal, menggarap programnya di komputer, uji coba mengkonversi data ke dalam barcode dan membaca (scanning) barcode, akhirnya program ini selesai juga.
Langkah selanjutnya adalah menawarkan kepada perusahaan yang membutuhkan. Namun ternyata sampai beberapa bulan setelahnya belum ada perusahaan yang mau membeli program ini.Â
Berbagai alasan dikemukan antara lain, perusahaan belum membutuhkan program tersebut, perusahaan ingin menggunakan namun program ini tidak bisa berdiri sendiri dan harus terintegrasi dengan sistem yang sudah ada dan perusahaan belum siap mengubah seluruh sistem yang ada karena diperlukan investasi yang besar.Â
Dan berbagai macam alasan lainnya sehingga produk ini tidak ada yang membeli. Sayang sekali produk yang sebenarnya bagus namun gagal karena konsumen tidak membutuhkannya, setidaknya untuk saat itu.
Ini adalah sebuah contoh kisah kegagalan pebisnis pemula dalam menjual produk. Meskipun produk baru tersebut didesain dengan sangat bagus, inovatif dan kreatif namun ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen.Â
Akhirnya produk tersebut gagal dan bisnis yang dimulai dengan semangat menggebu-gebu pelan-pelan akhirnya harus berhenti juga.
Mengapa banyak sekali ide bisnis yang kelihatannya bagus pada awalnya, namun pada akhirnya gagal saat dipasarkan dan bagaimana caranya agar bisnis kita bisa terhindar dari kesalahan fatal ini?
Berdasarkan penelitian terbaru dari lembaga riset dan analisis bisnis CB Insights, ada 20 alasan teratas yang menyebabkan suatu bisnis gagal.
Berdasarkan data riset tersebut ternyata alasan utama sebuah bisnis gagal adalah karena produk yang kita tawarkan ternyata tidak dibutuhkan oleh konsumen yang kita bidik.Â
Kesalahan yang paling mendasar ini menyebabkan hampir setengah dari bisnis baru akhirnya tidak berkembang dan mati.
Dari hasil penelitian tersebut ada sebanyak 42% bisnis baru gagal karena tidak adanya kecocokan produk dengan pasar.Â
Dengan kata lain, konsumen tidak ada yang mau membeli produk kita atau apa yang kita tawarkan kepada mereka. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya:
1. Gagal melihat dari sudut pandang konsumen
Membangun bisnis pada dasarnya adalah memberikan solusi kepada calon konsumen berdasarkan masalah yang dialami oleh mereka.Â
Agar solusi yang kita berikan sesuai dengan kebutuhan calon konsumen, maka pertama-tama kita harus bisa menempatkan diri pada posisi calon konsumen yang kita bidik.Â
Kita tidak bisa berpatokan pada diri sendiri dalam merancang dan membuat produk atau jasa, meskipun ide tersebut sangat bagus dan inovatif menurut pandangan kita.
2. Salah menargetkan segmen konsumen
Kesalahan mendasar dalam menentukan target pasar atau calon konsumen adalah segmen yang kita tuju terlalu luas sehingga produk atau layanan kita tidak bisa secara spesifik memenuhi kebutuhan pasar yang terlalu beragam.Â
Pasar yang terlalu luas menyebabkan jumlah persaing juga terlalu banyak sehingga persaingan menjadi berdarah-darah.Â
Sebaliknya bila segmen yang kita tuju terlalu kecil atau sempit, maka pasar dari produk kita juga kecil sehingga tidak mampu menutup biaya operasional dan menjalankan bisnis yang berkelanjutan.
3. Produk atau layanan yang kita tawarkan tidak sesuai dengan harapan konsumen
Ada dua hal yang menyebabkan hal ini, pertama yaitu produk atau layanan yang kita tawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen.Â
Hal yang kedua adalah, produk atau layanan sudah sesuai dengan kebutuhan konsumen, namun manfaat yang didapat dari produk atau layanan tersebut dinilai tidak sebanding dengan harga yang harus dibayar oleh konsumen.
Mengetahui penyebab kegagalan usaha sejak dini adalah sebuah keuntungan tersendiri agar kita bisa menemukan cara untuk mengantisipasinya.Â
Dalam dunia usaha kegagalan merupakan hal yang wajar dan bisa terjadi pada siapa saja, namun demikian resiko kegagalan dapat diminimalkan dengan melakukan berbagai upaya pencegahan dan perencanaan yang baik.
Bagaimana mencegah hal ini?
Berdasarkan analisa faktor-faktor yang menyebabkan produk atau layanan gagal memenuhi kebutuhkan konsumen di atas.Â
Berikut ini langkah-langkah yang harus kita lakukan agar produk atau layanan yang kita buat dapat diterima oleh pasar sehingga bisnis yang kita bangun dapat bertumbuh dan berkembang dengan pesat.
1. Menempatkan diri dari sudut pandang calon konsumen yang kita bidik
Langkah pertama untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan dan solusi apa yang diharapkan oleh mereka adalah dengan menempatkan diri kita pada posisi mereka.Â
Salah satu cara yang paling umum adalah dengan melakukan riset pelanggan, bisa dengan menggunakan kuesioner atau wawancara langsung. Namun cara ini terkadang bias, karena kita hanya mendapatkan informasi secara eksplisit dan sedikit formal.Â
Kita tidak bisa mengetahui alasan atau pertimbangan di balik jawaban mereka dan suasana hati serta emosi yang mereka rasakan.
Cara lain yang lebih mendalam adalah dengan mengalami sendiri apa yang dialami oleh pelanggan. Metode ini mengharuskan kita untuk benar-benar menjalani pengalaman pembeli mulai dari saat menemukan masalah, mencari alternatif jalan keluar hingga menjalankan solusi yang telah dipilih.
Pada contoh kasus di atas, kita harus menempatkan diri pada posisi pemilik pabrik, apakah mereka memang sedang menghadapi masalah dengan sistem "rantai berjalan" pada proses produksi saat ini? Bila memang ada masalah, seberapa serius mempengaruhi keseluruhan proses?Â
Apakah harus diselesaikan segera atau nanti-nanti saja? Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah ini? Apakah biaya tersebut masih bisa ditekan lagi? Apakah keuntungan yang didapat sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dan seterusnya.
Kelihatannya rumit dan bertele-tele, namun langkah ini wajib kita lakukan untuk mengetahui dari awal apakah produk atau layanan yang akan kita buat bisa diterima oleh pasar atau tidak.Â
Lebih baik mengetahui hal ini dari awal daripada kita sudah mengeluarkan banyak biaya untuk merancang dan membuat suatu produk namun akhirnya tidak ada yang mau membelinya.
2. Mengidentifikasi dan menentukan segmen pasar yang paling potensial
Langkah kedua adalah menentukan segmen pasar yang kita tuju, langkah ini biasanya dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan dasar sebagai berikut.
Siapa calon konsumen yang kita bidik? Mengapa mereka membutuhkan produk kita? Kira-kira seberapa banyak atau seberapa besar jumlah mereka? Atau siapa lagi calon konsumen kita yang selama ini kita anggap tidak mungkin membeli produk yang kita tawarkan namun berpotensi untuk menjadi calon konsumen?
Jawaban dari pertanyaan ini akan menentukan segmen pasar yang kita bidik atau siapa calon konsumen yang kita tuju. Dan seperti dijelaskan sebelumnya dalam menentukan segmen yang kita bidik harus spesifik namun ukuran "pasar" juga tidak boleh terlalu kecil agar dapat mendukung keberlanjutan usaha ini.
Salah satu alat bantu untuk menentukan segmen yang kita bidik adalah dengan melakukan riset berdasarkan data statistik dan kuisioner seperti data statistik industri, demografi, geografi, geopolitik, survei dan analisis perilaku konsumen serta tren ke depannya.
Pada contoh kasus di atas segmen yang kita bidik harus spesifik, misalnya perusahaan manufaktur jenis apa yang cocok menggunakan produk kita.Â
Bagaimana skala atau ukuran perusahaan apakah pabrik kecil, menengah atau besar. Area yang kita layani, apakah dalam satu kota, antar kota atau area tertentu ataukah cakupannya secara nasional.
3. Melakukan Inovasi nilai
Inovasi nilai artinya adalah meningkatkan nilai suatu produk namun pada saat yang bersamaan menekan biaya yang terjadi.Â
Inovasi nilai menentang anggapan umum bahwa nilai yang tinggi identik dengan biaya tinggi, atau sebaliknya biaya yang rendah akan menghasilkan nilai produk yang rendah.
Inovasi nilai ini wajib dilakukan karena meskipun produk atau layanan kita dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi konsumen namun belum tentu konsumen mau menggunakannya bila harganya telatif mahal.Â
Jadi nilai yang ditawarkan harus yang terbaik namun harganya harus terjangaku dan lebih murah dibanding pesaing.
Pada contoh kasus di atas, untuk meningkatkan nilai dari produk atau layanan dapat dilakukan dengan memaksimalkan utilitas atau manfaat bagi konsumen misalnya, peningkatan produktivitas, mengurangi risiko salah baca tulisan biasa dibanding menggunakan barcode, lebih praktis dan lainnya.
Sementara itu pada saat yang sama kita harus berusaha menurunkan biaya agar terjangkau oleh konsumen yang kita bidik dan sebanding dengan manfaat yang didapatkan.Â
Penurunan biaya dapat dilakukan dengan metode Eliminate, Reduce, Replace and Combine, atau metode lain sesuai sifat dari produk atau layanan.
Pada contoh kasus di atas, mungkin masih ada ruang untuk melakukan inovasi nilai, namun harus dipastikan langkah pertama dan kedua telah dilakukan dengan baik.
Demikian upaya kita untuk menghindari kegagalan yang paling sering dilakukan oleh pebisnis pemula berdasarkan survei oleh Lembaga yang kredibel, CB Insight.Â
Masih ada banyak penyebab kegagalan lainnya menurut survei tersebut, namun setidaknya batu penghalang terbesar telah kita singkirkan. Diharapkan batu penghalang yang lebih kecil akan lebih mudah diatasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H