Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pro dan Kontra "Pencitraan" Dalam Dunia Kerja, Ternyata Dapat Melejitkan Karier

30 Oktober 2021   21:46 Diperbarui: 1 November 2021   09:50 2904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber: envato elements/pressmaster

Pencitraan biasanya berkonotasi negatif, sering di salah artikan sebagai bersandiwara, ada udang di balik batu dan berbagai stigma negatif lainnya.

Pencitraan sebenarnya adalah menunjukkan citra diri kita kepada orang lain, tidak berbeda dengan personal branding atau marketing yourself. Contoh pencitraan yang positif misalnya, "Kapolri berusaha membangun citra polisi yang positif di mata masyarakat".

Namun demikian secara umum persepsi yang berkembang di masyarakat, pencitraan berkonotasi negatif sedangkan personal branding berkonotasi positif.

Perbedaaan secara sederhana ini merupakan persepsi masyarakat agar lebih mudah memilah dan mengkategorikan informasi yang diterima.

Benarkah "pencitraan" dalam dunia kerja dapat melejitkan karir dan menjadi batu loncatan dalam meraih posisi tertinggi di perusahaan atau organisasi?

Dalam sistem penilaian kinerja di perusahaan biasanya dilakukan secara formal dan informal. Penilaian formal umumnya bersifat kuantitatif, yang artinya bisa di konversikan menjadi angka atau skor. Sedangkan yang informal bersifat kualitatif dan subyektif.

Contoh penilaian secara formal misalnya pencapaian target KPI (Key Performance Indicator), balance score card dan sejenisnya yang pencapaiannya bisa dihitung dengan angka atau skor.

Penilaian secara informal biasanya bersifat kualitatif dan berkaitan dengan sikap kerja, contohnya keaktifan, inisiatif, kerjasama, semangat dan tanggung jawab.

Penilaian yang bersifat kualitatif ini biasanya dipengaruhi oleh subyektifitas orang yang menilai dan yang dinilai.

Selain kedua jenis penilaian di atas masih ada satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penilaian kinerja karyawan yaitu "impression" atau kesan terhadap perilaku karyawan itu sendiri.

Impression atau kesan ini biasanya didapatkan dari pengamatan sesaat yang tidak disengaja namun dampaknya menetap dalam waktu yang lama.

Tidak jarang, "impression" ini lebih berpengaruh kuat dalam menentukan perjalanan karir seorang karyawan dibanding penilaian kuantitatif dan kualitatif.

Ilustrasi
Ilustrasi "kesan" dalam komunikasi, sumber: linguistikid.com

Sebagai contoh Budi, seorang staff dengan kemampuan biasa-biasa, tidak terlalu cemerlang dari sisi akademis. Pada suatu hari terjadi "trouble" ditempat kerjanya sehingga semua staff dan karyawan harus bahu membahu untuk mengatasi trouble tersebut. Setelah berjam-jam trouble bisa dikendalikan dan produksi dapat berjalan normal kembali.

Satu per satu rekan kerja Budi pulang karena pekerjaan sudah bisa ditinggal dan jam pulang sudah lewat beberapa jam. Budi yang kebetulan malam itu tidak ada kegiatan di rumah memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama sambil memastikan mungkin ada hal yang terlewatkan dari sisi operasional paska "trouble" tadi.

Rupanya keberadaan Budi paska trouble di tempat kerja diperhatikan oleh manajer dari departemen lain, Budi dianggap staf yang berdedikasi tinggi dan kesan ini menyebar di tempat kerja Budi. 

Selanjutnya bila ada trouble yang terjadi di tempat kerja, Budi lebih dipercaya dan diberi tanggung jawab yang lebih dari atasannya. Hal ini semakin membuat Budi lebih termotivasi untuk bekerja lebih baik dan menjaga citranya sebagai karyawan yang rajin dan penuh tanggung jawab.

Kesan positif atas sikap Budi tersebut membuat manajemen percaya bahwa dia layak diberi tanggung jawab yang lebih atau dipromosikan.

Budi yang tidak menyangka akan secepat itu mendapatkan promosi semakin giat bekerja dan menjaga citra diri sebagai staf yang berdedikasi tinggi.

Singkat kata karier Budi terus melesat dan mencapai posisi puncak di perusahaan tersebut.

Kisah ini hanya sebuah contoh bahwa pencitraan atau membangun citra diri yang positif dapat melejitkan karir dan tidak selalu pencitraan itu berkonotasi negatif.

Contoh membangun citra diri yang positif juga ditunjukkan oleh pak Jokowi pada saat beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Masalah utama yang dihadapi DKI Jakarta saat itu adalah banjir yang melanda setiap puncak musim hujan.

Untuk memastikan penanganan banjir dilakukan dengan maksimal, pak Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu tidak segan turun sendiri ke lapangan untuk mengetahui masalah sebenarnya. 

Pada suatu sore menjelang malam, ditengah hujan rintik-rintik bapak Gubernur dengan menggunakan payung menunggui pengerjaan gorong-gorong yang mampet.

Kegiatan ini dilakukan secara spontan jadi tidak diliput oleh media massa, namun kebetulan ada seorang warga yang sedang pulang kerja malam itu melihat kejadian ini.

Kejadian ini dibagikan oleh warganet ke media sosial. Tidak butuh waktu lama, citra diri pak Jokowi di mata masyarakat sangat positif.

Citra sebagai Gubernur yang sungguh-sungguh bekerja keras untuk warganya, mau turun sendiri ke lapangan, sederhana. merakyat dan berbagai citra positif lainnya melekat pada diri pak Jokowi.

Jadi pencitraan itu tidak selalu bermakna negatif, pencitraan juga bisa memberikan dampak yang positif dan berguna bagi perkembangan karier kita.

Tapi tunggu dulu, ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Agar "pencitraan" dapat benar-benar berdampak positif untuk jangka panjang dan memberikan hasil yang nyata maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tulus dan ikhlas

Membangun citra diri yang positif harus dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Jangan hanya karena ingin dilihat oleh orang lain apalagi agar dilihat atasan atau bos.

Bila kita hanya "bersandiwara" suatu saat topeng kita pasti akan terbuka dan bila itu terjadi bukannya citra positif yang kita dapat namun justru stigma negatif dan cibiran serta cemoohan

2. Jujur dan tanggung jawab

Selalu bersikap jujur bila kita memang tidak tahu atau tidak mampu dan bersedia bertanggung jawab bila terjadi kegagalan atau kesalahan dalam tindakan yang kita lakukan. Termasuk kegagalan dan kesalahan yang dilakukan bawahan kita adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai atasan.

3. Jadilah orang kompeten

Semakin tinggi karier yang kita raih semakin besar tugas dan tanggung jawab yang kita emban. Syarat utama agar kita dapat mengerjakan tugas dan dan tanggung jawab kita dengan baik adalah kita harus benar-benar menguasai pekerjaan kita. 

Kita tidak harus ahli dalam setiap hal namun kita harus punya pemahaman menyeluruh mengenai pekerjaan kita termasuk risiko dan konsekuensi dari setiap keputusan yang kita ambil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun