Ormas itu membacakan sebuah surat yang 'diklaim' dari seorang pegawai KPK.
Di surat itu dituliskan jika Anas merupakan korban "politik" oleh elit KPK.
"Ada pemaksaan tersangka yang dilakukan oknum KPK kepada Pak Anas," tulisnya.
Itu belum seberapa. Yang lebih dahsyat lagi dalam surat yang ditulis itu "sebenarnya" ada nama SBY dalam BAP Nazaruddin soal aliran dana kampanye di tahun 2009.
Surat itu berkisah jika KPK justru tidak menindaklanjuti BAP Nazaruddin.
Bahkan, tulisnya, KPK tak menggubris fakta penyidikan pada Nazaruddin itu.
Entah karena alasan apa, tulis surat yang dibacakan oleh jubir PPI itu.
Berapapun mahalnya sebuah kebenaran, setiap manusia Indonesia yang masih waras perlu mengawal berbagai informasi dari dua subjek yang sedang hot ini.
Sebab, bisa jadi apa yang dianggap "salah" merupakan sebuah "kebenaran" yang sesungguhnya.
Karenan ini bukan soal persepsi atau pembenaran apalagi membela koruptor yang dituduhkan pada Anas atau membela "akun sensasi" seperti yang dituliskan "Neng Jilbabhitam". Bukan.
Peristiwa ini lebih mulia ketimbang apapun. Karena kebenaran dan nasib bangsa dipertaruhkan melalui kasus ini.
Jika memang benar ada dugaan pemerasan oleh TEMPO sebagaimana yang dituliskan Jilbabhitam, maka rakyat tak tahu lagi harus percaya kepada siapa dalam mencari sebuah kebenaran. Karena biar bagaimanapun Pers/media merupakan salah satu pilar demokrasi dan pengawas pemerintah.