Mohon tunggu...
Rudy Efendy
Rudy Efendy Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bahagia itu sederhana, yakni hidup dengan hati syukur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Cinta

18 Januari 2012   00:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:45 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi........ tanpa sadar aku menghela napas. Kemana perginya niat mengarungi kehidupan bersama dengan lelaki yang sekarang duduk di depanku ini.

Dulu, pada saat papa melarang keras hubunganku dengan Reza karna beda agama, aku dan Reza sampai bela-belain backstreet. Malah hampir diusir keluar dari rumah kalau mama tidak menengahi. Hubungan kita sempat renggang, tetapi ketika Papa sudah meninggal karna penyakit jantung yang dideritanya, Reza kembali mendekatiku. Dan aku kembali menjalani hubungan dengannya. Sampai akhirnya, tiga tahun yang lalu dia dipindahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja ke NY, sebagai tenaga ahli yang memberikan financial advisory utk orang Asia yang menetap di sana.

Tiga tahun yang lalu. Apakah waktu sudah menelan semua perasaanku pada lelaki ini?

Sekali lagi aku menghela napas. Aku berusaha mencari-cari pesona sosok yang sekarang duduk di hadapanku ini. Semua berubah begitu tawar sekarang. Reza masih tampan seperti dulu. Tapi perasaanku padanya sangat berbeda dibandingkan sekarang..

"Risa...."sentuhan di punggung telapak tangan menyadarkanku. Perlahan, kutarik tanganku. Aku beranjak dari tempat duduk. Kupalingkan wajahku, menatap panorama lereng gunung yang indah di sore hari. Salju putih yang menutupi pegunungan Himalaya terlihat dengan jelas

"Kenapa, Ris? Ada apa?" tanya Reza, tanpa menyembunyikan nada kekhawatirannya. "Kamu ragu? Hal yang lumrah kalau kamu ragu, Ris. Semua orang mengalaminya. Tapi... bukankah ini yang kita tunggu-tunggu selama tiga tahun?"

Aku terdiam. “Ris..”

Aku menguatkan hatiku, menoleh dan menatap wajahnya lekat-lekat. “Aku berpikir……. aku tidak bisa menikah, Rez…” gumamku pelan.

“Kenapa?” sergah lelaki itu dengan raut wajah terpana. Ada binar kepanikan bercampur kaget membias di wajahnya yang tampan.

“Sudah lama sebetulnya aku ingin mengutarakan hal ini. Menunggu waktu yang tepat. Tapi kamu men-arrange semuanya secara diam-diam, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada aku untuk menjelaskannya…” Kutelan ludahku dengan susah payah. Lidahku terasa kelu.

“Tetapi… kenapa, Risa?” Sosok tinggi gagah itu berdiri mematung. Menatapku dengan sorot mata menuntut penjelasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun