Mohon tunggu...
Rudy Efendy
Rudy Efendy Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bahagia itu sederhana, yakni hidup dengan hati syukur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Cinta

18 Januari 2012   00:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:45 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

RINPOCHE ** baru selesai memimpin PUJA ketika tiba-tiba Iphone  yang tersimpan dalam jubah panjangku bergetar perlahan. Kulepas jubah panjangku, menggantungkannya di samping ruang dharmasala dan melihat pesan Whats app yang masuk.

“Besok aku tiba di Nepal. Kamu mau nitip apa dari Indonesia?” begitu bunyi pesan yang masuk.

Sambil melangkah menuju kamarku yang sederhana di ujung ruang dharmasala, aku menghela napas panjang. Berat rasanya. Reza. Lelaki itu dari dulu selalu begitu. Memberikan surprise. Tanpa berpikir bagaimana reaksi orang yang menghadapinya.

Seperti sekarang, mendadak saja dia memberitahukan besok akan terbang menemuiku di sini..…….

Mendadak saja kepalaku berdenyut. Kutarik napas panjang. Tetapi memang semua ini tidak boleh mengambang. Dan Reza berhak mendapat jawaban, meski jawaban itu belum tentu sesuai keinginannya…

Samar-samar ucapan  Lama ** Tetsu pada saat aku berdiskusi kemarin dengannya terngiang-ngiang kembali…..

It is all about you. No one can decide for you. Life is an option. To whom you should dedicate and bestow your love and compassion is also an option. Choose what is best  for you and right for other people as well…”

Ya, hidup memang adalah pilihan… Aku mengganti jubahku dengan pakaian tidur yang longgar, beranjak ke tempat tidur. Duduk di pinggir ranjang, kulipat kedua tungkai kakiku. Kupejamkan mataku dan mulai berlatih meditasi metta bhavana.   ****

Aku tersenyum kecil melihat  sosok yang berdiri di depan pintu dharmasala sembari melipat kedua lenganku di depan dada , menahan angin dingin lereng gunung Himalaya yang menerpa lembut wajahku. Sosok tinggi besar berbalut jacket tebal dengan syal lembut biru gelap di leher dan ransel crumpler di pundaknya itu memang tidak berubah. Reza masih seperti dulu. Sepasang alisnya masih hitam lebat. Rahang wajahnya masih kokoh keras seperti tiga tahun yang lalu. Meski wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan, tapi tetap tidak mengurangi ketampanannya.

"Aku baru balik minggu lalu, Ris.  Aku susul ke sini langsung dari jakarta. Sengaja tidak mengabari kamu dulu. Biar surprise…..Bagaimana kabarmu?" godanya sambil tersenyum nakal.

"Bagaimana menurutmu? Menurutmu, aku baik-baik saja?" Aku balik bertanya padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun