Yang "muncul" ke permukaan saat ini adalah PT Sri Isman Rejeki Tbk (SRIL) yang heboh di media bangkrut.
Sritex mempunyai utang lebih dari Rp 25 triliun yang belum dilunasi dan dengan demikian nasib puluhan ribu karyawannya terkatung-katung, mereka terancam PHK.
Tapi menurut Danang Girindrawardana, Ketua Umum API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) Sritex hanyalah satu dua perusahaan tekstil yang mengalami tekanan yang bertubi-tubi.
Dilansir dari CNBC ada dua perusahaan tekstil lainnya yang mengalami kasus seperti Sritex, yaitu PT Pan Brothers (PBRX) dan PT Century Textile Industry (CNTX), mereka terikat PKPU.
Selain 3 yang mengalami masalah hukum seperti yang disebutkan di atas, ada 37 perusahaan tekstil lainnya yang tutup selama dua tahun belakangan ini.
Hal tersebut diungkapkan Danang Senin (4/11/2024) dalam RDPU Baleg DPR RI.
Para pengamat ekonomi mengatakan ada tiga penyebab utama mengapa perusahaan tekstil mengalami dead lock.
Yang pertama karena banjirnya produk impor. Yang kedua karena Permendag 8/2024. Dan yang ketiga karena lemahnya daya beli masyarakat.
Danang menyoroti dua penyebab di antaranya yaitu banjirnya produk impor dan Permendag 8/2024.
Kesemua pabrik yang tutup seperti yang disebutkan di atas mempunyai masalah yang sama yaitu banjirnya produk tekstil (TPT) impor dari luar negeri terutama Cina.
TPT itu masuk ke Indonesia dengan ilegal.
TPT tersebut masuk lewat "jalur tikus" oleh karenanya mereka luput dari pajak.Â
Selain itu para distributor dan toko penampung TPT itu juga tidak bayar.
Ditambah lagi dengan murahnya biaya produksi di Cina.
"Biaya listrik di sana 30 persen lebih murah. Mereka mensubsidi biaya ekspor," lanjut Danang mengungkapkan mengapa TPT impor dari Cina jauh lebih murah ketika sudah sampai ke Indonesia.
Lalu apakah kualitas TPT impor itu lebih baik daripada TPT produksi dalam negeri?
Lepas dari itu, TPT dalam negeri kalah bersaing dengan TPT impor.
Dengan demikian perusahaan tekstil dalam negeri semakin tergerus penjualannya dan ini berdampak pula tentunya kepada pemasok bahan-bahannya.
Dan yang lebih mengerikan, PHK.
Lebih lanjut Danang mengatakan hingga September 2024 ada lebih dari 46.000 pekerja TPT yang kena PHK. Diprediksi hingga akhir tahun ini jumlah pekerja yang di PHK akan bertambah 30.000 lagi.
Permendag 8/2024 bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri yang mengatur impor 7 komoditas termasuk tekstil.
Namun faktanya menurut Danang justru sebaliknya.
Sedangkan pengamat ekonomi yang mengatakan penyebab pailitnya industri tekstil dalam negeri adalah karena lemahnya daya beli masyarakat menjelaskan pandanganya.
Seperti diketahui tren saat ini kelas menengah Indonesia sedang mengalami middle income trap dimana jumlah mereka mengalami penurunan signifikan paska Covid-19 tahun 2019 yang lalu.
Pengeluaran middle class itu lebih mengutamakan kebutuhan-kebutuhan seperti pangan, jajan, dan kebutuhan pokok sehari-hari ketimbang membeli pakaian.
Dalam hal itu mereka tidak membeli pakaian baru tetapi memakai pakaian lama yang memang masih sangat layak.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H