TPT tersebut masuk lewat "jalur tikus" oleh karenanya mereka luput dari pajak.Â
Selain itu para distributor dan toko penampung TPT itu juga tidak bayar.
Ditambah lagi dengan murahnya biaya produksi di Cina.
"Biaya listrik di sana 30 persen lebih murah. Mereka mensubsidi biaya ekspor," lanjut Danang mengungkapkan mengapa TPT impor dari Cina jauh lebih murah ketika sudah sampai ke Indonesia.
Lalu apakah kualitas TPT impor itu lebih baik daripada TPT produksi dalam negeri?
Lepas dari itu, TPT dalam negeri kalah bersaing dengan TPT impor.
Dengan demikian perusahaan tekstil dalam negeri semakin tergerus penjualannya dan ini berdampak pula tentunya kepada pemasok bahan-bahannya.
Dan yang lebih mengerikan, PHK.
Lebih lanjut Danang mengatakan hingga September 2024 ada lebih dari 46.000 pekerja TPT yang kena PHK. Diprediksi hingga akhir tahun ini jumlah pekerja yang di PHK akan bertambah 30.000 lagi.
Permendag 8/2024 bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri yang mengatur impor 7 komoditas termasuk tekstil.
Namun faktanya menurut Danang justru sebaliknya.