Mohon tunggu...
rudolf dayu
rudolf dayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pemimpi

seorang pemimpi yang berusaha menerjemahkan hidup.... kemudian membahasakannya pada semua orang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Cita-citaku Menjadi Penyiar

10 Desember 2015   06:19 Diperbarui: 10 Desember 2015   07:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa cita-cita kamu? Aku sendiri punya banyak sekali cita-cita. Aku pernah bercita-cita ingin mendaki gunung dan itu terwujud, bercita-cita bisa  menulis buku itu terwujud, bercita-cita menjadi sutradara sebuah pagelaran teater terwujud. Hei... bukankah hidup itu menjadi indah ketika mimpi-mimpi kecil kita terwujud. Terwujudnya mimpi-mimpi bagiku adalah hidup itu sendiri. Bukankah hidup itu sendiri merupakan sebuah perjalanan menjawab mimpi? Sebuah perjalanan mencari jawaban dari pertanyaan “Untuk apa saya hidup?” Satu mimpiku yang tersisa... Saya ingin jadi penyiar`radio.

“Frater Rudolf Dayu, MSC akan berpastoral di Radio Ureyana Cordis Saumlaki.” Demikian Pastor Superior Pst. Longginus Farneubun, MSC mengumumkan tempat pastoralku. Langsung saja otakku yang demen banget mencekokiku dengan imajinasi-imajinasi menghantarku pada khayalan diriku  di ruang siaran sebuah radio dengan headset di kepala dan sedang bercuap-cuap ditambah gambaran aku yang akan dikenal luas oleh banyak orang...”Hei... Aku seorang penyiar.” Bukankah profesi sebagai penyiar itu keren? Dan aku yakin banyak yang punya mimpi jadi seorang penyiar. Pokoknya kesemuanya itu aku simpulkan dengan kemampuan bahasa inggrisku yang di bawah standard sebagai “Dream come true” atau kalau diartikan “nyata-nyata sebuah mimpi”...he he he bercanda aku gak sebodoh itu juga, maksudnya adalah “mimpi yang menjadi kenyataan”

Ketika aku sampai di kota Saumlaki (ibu kota kabupaten Maluku Tenggara Barat), aku masih ingat aku tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan penjemputku. Sebuah mobil pick up bertuliskan “Ureyana Cordis” (nama dari radio tempatku berpastoral)  sudah cukup menjadi petunjuk bagiku untuk menemukan para penjemput. Jauh dari khayalan tingkat tinggiku yang sempat mengkhayalkan adanya prosesi pengalungan bunga, melintasi gelaran karpet merah diiringi tarian selamat datang oleh para penari wanita yang dipilih setelah melalui audisi ketat. Sudahlah khayalan itu aku tunda untuk nanti ketika aku menjadi Uskup (masih saja berkhayal). Setelah bersalaman dan basa basi ala orang yang pertama kali kenalan, aku kemudian masuk ke dalam mobil pick up dan dalam hati aku berteriak “Petualangan mengejar mimpi....dimulai!!!”

Sebelum menjalani masa pastoralku, pastor pembimbing pastoralku Pastor Jemmy Balubun, MSC menjelaskan tentang tahun pastoralku. Kata-kata yang sampai sekarang masih teringat adalah

“Frater bebas mau buat apa saja, intinya yang baik silahkan buat dan yang tidak baik jangan dibuat” yah...sebuah petunjuk yang singkat tetapi justru membuatku cemas. Jujur saja aku sering bermasalah dengan yang namanya kebebasan. Masih teringat ketika aku diberi kebebasan oleh orang tuaku ketika mengenyam pendidikan dan harus pisah dari orang tua, kuliahku benar-benar hancur. Aku tak pernah ke kampus, uang untuk kuliah kupakai untuk foya-foya. Kini kebebasan kembali ditawarkan kepadaku...hmmm...ya sudah nanti kita lihat bagaimana aku dan kebebasanku.

Aku bukan penulis dan pencerita yang baik...mungkin gak runtut, gak sistematis dan bukan tata bahasa yang baik tulisanku ini, jadi intinya apa yang aku ingat aku ceritakan, apa yang aku ceritakan aku tuliskan dan apa yang aku tuliskan semoga kalian baca...yuk kita mulai kisah-kisah dalam tugas pastoralku sebagai penyiar.

Jenuh

“107,7 MHz bersama saya Fr. Rudolf Dayu dalam programa...”  itulah opening yang sering  aku gunakan ketika membuka sebuah program acara di radio. Tiap hari kalimat itu mungkin bisa puluhan kali aku ucapkan. Pada awal tentunya aku mengucapkan kalimat  itu dengan penuh semangat dan ngerasa keren aja ngucap kalimat itu. Pada awalnya penuh semangat dalam menyiar, gimana tidak sesuatu yang sejak lama diimpi-impikan kemudian terwujud... perasaan itu bisa digambarkan ibarat kata kita kembali berjumpa dengan semut yang sama dengan semut yang setahun lalu kita jumpai. Namun lama kelamaan ternyata aktivitas menyiar itu menjenuhkan. Bayangin kita harus bercuap-cuap bisa 1-2 jam ditambah lagi pikiran ada gak orang yang mendengar plus yang kita hadapi cuma seonggok microphone dan bukannya mahkluk yang bernafas. Hal itu kemudian berulang tiap harinya, harus diakui mimpi menjadi penyiar ternyata bukan motivasi yang kuat untuk kita bisa menyiar dengan baik. Perlu sebuah motivasi yang kuat aku rasa. Sampailah diriku pada pertanyaan... untuk apa aku menyiar? Aku ingat motto dari Radio Ureyana Cordis “menghadirkan hati baru untuk dunia baru” yah aku sadar seharusnya inilah yang menjadi alasan kuat bagiku. Aku ingin terlibat dari usaha radio yang adalah pengejawantahan visi tarekat MSC yakni sebisa mungkin kehadiran radio mempunyai dampak perubahan bagi para pendengarnya. Menyiar dengan baik adalah salah satu bentuk keterlibatanku  atas usaha itu. Tentunya tetap dengan keyakinan bahwa “penyiar itu keren” he he he.

Sombong

Salah satu hal yang kayaknya melekat pada harapan menjadi seorang penyiar adalah dikenal banyak orang. Tapi sayang kadang otakku yang sering malas mikir gagal paham bahwa menyiar itu yang dikenal itu suaranya dan bukan wajahnya. Suatu ketika diriku hendak menyebrang jalan untuk berbelanja di warung depan biara. Saat hendak menyebrang, dari kejauhan ada seseorang melambaikan tangan kepadaku. Aku yang sadar tentang identitas diriku sebagai penyiar ditambah statusku sebagai seorang frater di daerah yang mayoritas beragama Katolik punya pandangan pastilah banyak orang mengenalku. Demikian dengan sosok di kejauhan dengan motornya ini pastinya ia mengenalku entah aku sebagai penyiar entah aku sebagai frater. Sosok itu semakin lama semakin mendekat dan akhirnya ia berhenti tepat di depanku. Sosok itupun kemudian berkata,

“Mas Ojek?”  aku langsung beku dengar kata orang itu, aku gak merasakan eksistensiku, aku seonggok batu ah bukan aku sejenis tumbuhan perdu ah entahlah aku apa intinya aku berdoa dipindahkan ke planet pluto itupun kalau pluto masih dianggap planet. Intinya kita gak boleh sombong apapun identitas kita, pada suatu saat kita akan berjumpa dengan orang yang tidak mengenal kita, tidak tahu siapa kita dan tidak butuh tahu tentang kita.

Persahabatan

Di radio ada 11 orang yang terlibat di dalamnya. Terdiri dari 3 orang biarawan tarekat MSC, 5 orang karyawan dan 2 orang relawan yang membantu tanpa dibayar. Kami saling bahu membahu agar sungguh-sungguh tujuan didirikan radio bisa tercapai. Target pendengar untuk radio sendiri kami maksudkan untuk semua umur, untuk itu kami menghadirkan program-program acara dari segmen anak-anak sampai dewasa juga dari dunia musik, berita,  pendidikan, rohani dan juga kesehatan. Kebetulan aku dan dua orang teman (Rossi dan Caryn) dipercaya untuk menangani siaran untuk anak muda.

Kami bertiga kemudian merancang sebuah acara yang kami namakan “URGENT” (Ureyana GENeraTion). Dalam bekerjasama kami ciptakan suasana bersahabat. Dalam siaran URGENT kami membuat dua bentuk siaran, yang pertama kami angkat profil dari anak muda yang inspiratif dan yang kedua mengangkat tema tentang dunia anak muda. Selain siaran kami juga membuat komunitas URGENT yang mempunyai mimpi membawa pembaharuan di kalangan anak muda. Dalam komunitas URGENT saya merasakan sebuah persahabatan, tak ada struktur kepengurusan karena kami tidak mau komunitas ini menjadi kaku. Beberapa kegiatan telah kami  laksanakan seperti “santa claus”, kunjungan ke panti asuhan dan pembuatan dan nonton bareng film buatan kami sendiri. Selain itu kami sering banget nongkrong di dermaga kayu pada sore hari hanya untuk menikmati sunset, di situ Namanya juga anak muda mereka sering masih kekanak-kanakan karenanya aku merasa perlu menyesuaikan diriku dengan mereka. Maka tampilah aku juga layaknya anak yang baru mengalami pubertas yakni hampir selalu bercanda dalam setiap pembicaraan. Tak heran Rossi sering kali berkata, “Frater, cobalah...” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baik maka “Frater, coba serius dong” he he he iya iya sering aku lebih kekanakan daripada si anak-anak tersebut. Karena dalam suasana persahabatan maka tak ada kecanggungan untuk kami berelasi. Aku yang adalah frater tidak membuat mereka takut mendekat ataupun bercanda. Dalam persahabatan status bukanlah penentu bagaimana kita harus berelasi tapi hati yang tulus yang menjadi dorongan yang kuat untuk berelasi. Dan bagi saya persahabatan ala anak kecil selalu indah, karena mereka murni hanya ingin tertawa mungkin terlihat terlalu sederhana tapi ingat hidup yang dijalani dengan sukacita akan sangat indah.

Kekonyolan dan “kejahatan”

Ada saja kekonyolan yang terjadi saat menyiar. Beberapa kali aku mengalami kejadian  ini. Saat membawa acara “Selamat Pagi Saumlaki” (program acara berita baik itu berita Katolik, berita seputar Maluku, berita Nasional dan Internasional) yang mempunyai durasi dari jam 8 hingga 10 pagi. Ada saat di mana aku sudah bercuap cuap kurang lebih satu setengah jam ada karyawan lain yang kemudian dari balik kaca studio memberi isyarat bahwa suara siaran tidak kedengaran di  radio. Biasanya itu disebabkan karena ada masalah dengan pemancar entah pemancar tidak menyala atau ada kesalahan teknis. Itu berarti satu setengah jam bercuap cuap nggak ada artinya itu sama saja seperti kita ngelihat dompet jatuh dari sebuah mobil yang berjalan kencang terus kita ambil dan dengan niat baik kita mengendarai motor untuk mengejar mobil yang berjalan dengan kencangnya tersebut sesekali kita harus menghindari kendaraan lain agar tak menyebabkan kecelakaan sesekali juga kita hampir menyerempet orang dan akhirnya kita berhasil menyusul mobil tersebut dan kita hentikan. Saat mengembalikan dompet, orang di mobil itu berkata, “oh dompet itu memang sengaja saya buang.” Kayak gitu deh pokoknya perasaanku.

Kelihatannya menyiar itu gampang tapi ternyata tidak selalu mudah. Ada situasi di mana menyiar itu menjadi sangat susah, yakni ketika kita sedang mengalami flu. Aku yakin semua penyiar sepakat dengan aku bahwa flu itu semacam momok yang menakutkan. Antara menahan ingus dan konsentrasi menjaga intonasi serta warna suara tetap bagus adalah suatu pilihan yang sulit, belum lagi bersin yang datang tiba-tiba. Mungkin pendengar tau saja saat menyiar aku dalam keadaan baik tapi saat flu kadang ingus sudah mendekati bibirku dan aku biarkan dulu untuk menyelesaikan sebuah kalimat baru setelahnya aku mematikan tombol off pada line microphone dan ku tarik ingus kuat-kuat karena tidak mungkin saat bicara aku menarik ingusku karena akan didengar para pendengar.

Selain kekonyolan-kekonyolan tersebut seringkali juga aku melakukan “kejahatan-kejahatan” hehehe. Ada saat di mana kegiatan menyiar itu menjadi suatu hal yang menjenuhkan karena sudah menjadi suatu rutinitas yang berulang-ulang dan biasa saja. Saat siaran biasanya akan diselingi iklan ataupun lagu. Nah saat aku lagi malas seringkali aku memutar lagu sebagai selingan bisa 3-4 lagu padahal normalnya biasa cuma 2 lagu. Hitung-hitung untuk mengurangi durasi aku bercuap-cuap hehehe.

Dalam hidup pastinya kita ingin untuk melakukan semuanya dengan baik. Namun ada saatdi mana  situasi ataupun keterbatasan diri kita yang menyebabkan kita tidak mampu melakukannya dengan baik. Dalam keadaan seperti itu kita cukup menerima dan berpasrah saja. Sikap mampu menerima akan menjauhkan kita dari sikap gampang mengeluh.

Rindu

Berada di tempat pastoral membuat aku rindu komunitasku sebelumnya. Ya aku rindu komunitas Skolastikat MSC Pineleng, aku rindu terlibat dalam dinamikanya  tidak cukup rasanya hanya mendengar kabar. Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada, aku yang sudah terbiasa hidup dalam komunitas besar dengan teman-teman frater dan para staff pembina dan tiba-tiba hidup dalam komunitas yang jauh lebih kecil menimbulkan rasa rindu yang mendalam. Kadang berita yang kurang baik membuat aku sangat sedih namun kebanggaan muncul ketika ada berita-berita baik yang kudengar. Hebatnya salah satu staff yakni Bruder Kisman, MSC seringkali menghubungiku padahal harusnya aku yang harus menghubungi staff sebagai subjek bina. Berjam-jam kami bisa menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol baik itu tentang tugasku menyiar ataupun tentang keadaan komunitas Skolastikat. Dengannya seakan tak kehabisan bahan obrolan, apapun bisa menjadi bahan obrolan kami.

Selain dengan komunitas, yang kurindukan juga adalah teman-teman tingkatku yang juga sedang berpastoral. Hanya aku yang ditempatkan di sebuah karya tarekat, teman-temanku lainnya berada di paroki-paroki. Ada yang berada di paroki yang sudah mapan tapi ada juga yang berada di paroki di pelosok. Sering melalui obrolan, aku merasa iri juga karena mereka bisa mengalami dinamika bersama umat. Namun sering juga merasa sedih saat tau mereka mengalami kesusahan di tempat pastoral karena tempat pastoralku sangat nyaman kurasa. Dalam situasi seperti itu aku hanya bisa senantiasa menyapa mereka lewat sms, cuma mau menegaskan kepada mereka aku selalu mendukung mereka dan aku bangga kepada mereka. Akhirnya setelah kami kembali dan mendengar cerita mereka, aku merasa bangga ada kedewasaan yang mulai tumbuh dalam diri mereka, yah mereka kelihatan semakin mantap dalam panggilan mereka.

Perpisahan

Beberapa minggu sebelum menyelesaikan tahun pastoralku banyak yang bertanya, “kapan frater pulang?” pertanyaan seperti itu membuatku sedih. Menyadari apa yang kujalani akan segera berubah menjadi sebuah kisah membuat aku  ingin bermalas-malasan terhadap waktu. Sering rasa berat untuk berpisah aku kamuflasekan dalam sikap ingin segera pergi. Tapi sayang aktingku terlalu buruk dan aku tahu teman-teman penyiar lainnya mengetahui kebohonganku. Perkataan-perkataan seperti, “Frater kalo su bale Pineleng jang lupa katong toh” pertanyaan seperti itu kutanggapi dengan cepat “Oh maaf, katong bateman cuma saat ini...kalo beta so bale beta pasti so lupa kamong samua” tanggapanku itu hanya mengakibatkan mereka tertawa karena mereka tahu aku sangat berat meninggalkan Radio Ureyana Cordis di mana salah satu mimpiku terwujud.

Di suatu kesempatan perpisahan di program acara yang kubuat dan kuasuh yakni URGENT, aku makin merasakan kesedihan itu. Saat menyiar untuk terakhir kalinya dalam program tersebut aku sengaja tak mau menatap kedua sahabat penyiarku Caryn dan Rossi. Tapi lagi-lagi aku terlalu sombong untuk jujur dengan perasaanku. Yah kenyataan bahwa aku harus meninggalkan apa yang kubuat dan kuperjuangkan adalah suatu yang berat. Pada sesi akhir Caryn dan Rossi menyampaikan kesan dan juga pesan mereka, suara mereka bergetar tanda bagaimana eratnya persahabatan kami. Aku dan mereka bukan aku frater dan mereka karyawan tapi sungguh sebuah persahabatan yang tulus tanpa memandang status, kami bebas untuk saling tertawa, bebas untuk saling marah, bebas untuk gila-gilaan dari saling mengganggu dengan menari-nari di depan kaca studio saat yang lain menyiar saling menyembunyikan hp atau honor menyiar sampai saling menghujat antara satu dan lainnya, yang pasti kami bahagia.

Saat sehari sebelum perpisahan para karyawan radio sibuk mempersiapkan acara perpisahanku. Salah satunya mereka ingin membuat sebuah video yang akan ditayangkan, mereka sibuk sekali di studio radio untuk membuat video yang oleh mereka dimaksudkan untuk kejutan buatku. Dasarnya aku yang dilahirkan dengan sikap jahil yang begitu kental saat itu sengaja bolak-balik ke studio radio dengan alasan berbagai keperluan. Mereka yang merasa terusik takut surprisenya nggak mengejutkan sontak saja mengusirku. Aku suka situasi itu, aku suka kejengkelan mereka. Akhirnya saat perpisahan video itu diputar, segala aibku pun dibuka hahahaha, tapi aku bahagia itu tandanya kami begitu dalam saling mengenal. Aku ingin menangis tapi kutahan. Saat itu juga, aku yang tidak berpastoral di paroki yang tentunya tidak “mempunyai” umat, tetapi malam itu banyak orang yang mau hadir bahkan mereka yang tidak kukenal secara personal mau datang dan memberikan pesan dan doa mereka. Aku terharu sekaligus merasa didukung. Keesokan paginya aku harus berangkat, diantar Nyongki karyawan biara dan kakak Rita penyiar senior kami bergegas ke bandara. Rossi dan Caryn saat kami hubungi tidak membalas telpon atau sms kami. Hahaha aku tahu mereka mau kembali buat kejutan, yah benar saja ketika aku sampai di bandara mereka sudah berada di sana. Akhirnya kami sungguh-sungguh berpisah kami saling berjabat tangan, aku check in kemudian langsung memasuki pesawat. Pesawat perlahan-lahan bergerak dan kemudian ambi ancang-ancang lepas landas dengan melaju dengan kecepatan tinggi, perlahan pesawat mulai meninggi dan kulihat Saumlaki dari jendela yang makin lama makin tak kelihatan karena tertutup awan dan saat itulah air mataku menetes. Aku menangis karena berpisah dengan duniaku, berpisah dengan sahabatku, menangis karena bahagia karena telah menjalani salah satu fase dari hidupku, karena akan kembali ke komunitas Skolastikat dengan sejuta ceritaku, aku menangis bahagia karena akan berjumpa dengan sahabat-sahabat tingkatku dan yang pasti aku menangis karena bahagia sebab salah satu mimpiku sudah terwujud.

Apa cita-citamu? Mau menjadi apa atau menjadi seperti apa bagiku bukanlah suatu yang penting. Karena tak ada suatu cita-cita yang lebih hebat dibanding cita-cita lainnya. Menjadi pilot tak pernah lebih baik dibanding menjadi dokter begitu sebaliknya. Semuanya hasil dari mimpi kita dan tak ada yang salah dengan yang namanya bermimpi. Cita-cita terwujud hanyalah konsekuensi dari sebuah usaha. Karenanya bagaimana kita mengejar dan menjalani mimpi dan cita-cita kitalah yang penting. Lihatlah apa yang kaudapatkan saat mimpimu terwujud atau saat kaujalankan mimpimu itu yang terpenting. Yang membuat aku bahagia ternyata bukan semata aku yang kemudian bisa bercuap-cuap di studio tetapi bagaimana aku belajar, aku didukung saat menyiar. Yah sebuah mimpi menjadi lebih berarti ketika orang-orang yang mencintai dan kita cintai ada di sekitar kita dan senantiasa mendukung kita. Kini aku bermimpi untuk menjadi seorang imam. Aku tahu bukan menjadi imam yang penting, tapi bagaimana aku mempersiapkan diri menjadi pribadi yang berkualitas agar layak menjadi imamlah yang penting. Kini aku sedang dalam usaha tersebut sebuah usaha mengejar mimpi menjadi imam.

Aku bersyukur kepada Tuhan yang berkenan mengabulkan mimpi-mimpiku, berterimakasih kepada tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC) atas kesempatan berahmat, kepada komunitas Skolastikat MSC Pineleng batas penempatanku, para staf dan para frater dan karyawan yang senantiasa mendukungku, secara khusus teman-teman tingkatku yang senantiasa meneguhkan dan juga mau berbagi denganku, MSC daerah Maluku dalam hal ini superior daerah P. Fred Sarkol, MSC atas penerimaan saya di daerah MSC Maluku. Terimakasih kepada P. Jemmy Balubun, MSC selaku pembimbing saya pada tahun pastoral yang memberikan sebuah kebebasan yang pada akhirnya menghantar saya pada kedewasaan dimana saya tidak lagi trauma dengan kebebasan yang ditawarkan kepada saya tapi saya lihat sebagai kesempatan saya untuk semakin mengenal dan mengembangkan diri saya selain itu kecerdasannya dalam melihat suatu permasalahan sungguh-sungguh menjadi inspirasi bagi saya. Kepada dua sosok konfrater senior P. Sam Bomaris, MSC yang menempatkan dirinya sebagai sahabat dalam bercerita dan juga mengajarkan kepada saya tentang kesetiaan melalui pola hidupnya dan P. Costan Lelyemin, MSC yang mengajarkan kepada saya tentang ketenangan, ketegasan dan juga kebijaksanaan. Kepada Bruder Naris Putalan, MSC atas kebersamaannya dalam berkarya di Radio. Terimakasih kepada Bpk. Ulis Kelbulan atas bimbingannya dan arahannya saat saya bertugas di radio, salam buat mama Meike dan anak-anak. Buat kaka Rita terimakasih atas pertemanan kita atas perhatiannya atas kebutuhan-kebutuhan saya selama saya berpastoral. Terimakasih kepada Jack Yempormase beserta Mira dan anak-anak atas pertemanan kita, kegilaan kita, moga dapat menjadi keluarga yang sungguh-sungguh harmonis. Buat bpk. Ben dan bpk. Ichad makasih atas teladannya dalam melayani yang bersedia membantu kami tanpa dibayar. Buat sahabatku Caryn dan Rossi terimakasih atas persahabatan kita yang indah, perkelahian kita, kegilaan kita, tawa kita, terlebih sampai saat ini masih mau bersahabat dengan saya dengan mengirim kabar tentang radio, mari kita mengejar mimpi kita mmasing-masing dalam hidup kita dan saat berjumpa kita akan kembali menceritakannya bersama-sama. Terimakasih buat paman Demi, hahaha saya rindu panggilan “tampan” darimu. Buat Nyongki karyawan di biara walau kadang buat jengkel tapi jujur saya tidak pernah benar-benar marah terimakasih ya atas kebersamaannya. Buat Tina dan Desta terimakasih karena sudah sempat melayani saya. Terimakasih kepada anak-anak URGENT atas persahabatan dan kerjasamanya sehingga tahun pastoral saya sungguh-sungguh berwarna. Terimakasih juga kepada para Pastor di komunitas Diosesan, para suster (PBHK, TMM, ALMA, DSY), para rekan frater atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam melayani umat. Terimakasih kepada umat yang sering merayakan Ekaristi bersama di biara MSC, kepada umat di Kabiarat, Ilngei, Tumbur dan Wesawak, umat di Moa dan Leti serta komunitas ouikumene kodim dan kantor pengadilan yang memperkenankan saya memimpin ibadah. Terimakasih kepada teman-teman bermain badminton serta sahabat-sahabat saya di OMK Paroki Ratu Rosari Tersuci Olilit Timur karena memperkenankan saya terlibat dalam beberapa kegiatan. Dan kepada semua pihak yang mendukung saya dalam mewujudkan mimpi saya dan kini tetap mendukung saya menjadi seorang imam.

Demikian kisah singkatku, Frater Rudolf Dayu, MSC seorang biarawan yang setelah menjalankan tahun pastoralnya tidak hanya berstatus sebagai biarawan.

“Aku adalah biarawan dan aku juga adalah seorang penyiar.... status ini sungguh keren bagiku...aku bahagia.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun