Mohon tunggu...
rudolf dayu
rudolf dayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pemimpi

seorang pemimpi yang berusaha menerjemahkan hidup.... kemudian membahasakannya pada semua orang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Cita-citaku Menjadi Penyiar

10 Desember 2015   06:19 Diperbarui: 10 Desember 2015   07:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Persahabatan

Di radio ada 11 orang yang terlibat di dalamnya. Terdiri dari 3 orang biarawan tarekat MSC, 5 orang karyawan dan 2 orang relawan yang membantu tanpa dibayar. Kami saling bahu membahu agar sungguh-sungguh tujuan didirikan radio bisa tercapai. Target pendengar untuk radio sendiri kami maksudkan untuk semua umur, untuk itu kami menghadirkan program-program acara dari segmen anak-anak sampai dewasa juga dari dunia musik, berita,  pendidikan, rohani dan juga kesehatan. Kebetulan aku dan dua orang teman (Rossi dan Caryn) dipercaya untuk menangani siaran untuk anak muda.

Kami bertiga kemudian merancang sebuah acara yang kami namakan “URGENT” (Ureyana GENeraTion). Dalam bekerjasama kami ciptakan suasana bersahabat. Dalam siaran URGENT kami membuat dua bentuk siaran, yang pertama kami angkat profil dari anak muda yang inspiratif dan yang kedua mengangkat tema tentang dunia anak muda. Selain siaran kami juga membuat komunitas URGENT yang mempunyai mimpi membawa pembaharuan di kalangan anak muda. Dalam komunitas URGENT saya merasakan sebuah persahabatan, tak ada struktur kepengurusan karena kami tidak mau komunitas ini menjadi kaku. Beberapa kegiatan telah kami  laksanakan seperti “santa claus”, kunjungan ke panti asuhan dan pembuatan dan nonton bareng film buatan kami sendiri. Selain itu kami sering banget nongkrong di dermaga kayu pada sore hari hanya untuk menikmati sunset, di situ Namanya juga anak muda mereka sering masih kekanak-kanakan karenanya aku merasa perlu menyesuaikan diriku dengan mereka. Maka tampilah aku juga layaknya anak yang baru mengalami pubertas yakni hampir selalu bercanda dalam setiap pembicaraan. Tak heran Rossi sering kali berkata, “Frater, cobalah...” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang baik maka “Frater, coba serius dong” he he he iya iya sering aku lebih kekanakan daripada si anak-anak tersebut. Karena dalam suasana persahabatan maka tak ada kecanggungan untuk kami berelasi. Aku yang adalah frater tidak membuat mereka takut mendekat ataupun bercanda. Dalam persahabatan status bukanlah penentu bagaimana kita harus berelasi tapi hati yang tulus yang menjadi dorongan yang kuat untuk berelasi. Dan bagi saya persahabatan ala anak kecil selalu indah, karena mereka murni hanya ingin tertawa mungkin terlihat terlalu sederhana tapi ingat hidup yang dijalani dengan sukacita akan sangat indah.

Kekonyolan dan “kejahatan”

Ada saja kekonyolan yang terjadi saat menyiar. Beberapa kali aku mengalami kejadian  ini. Saat membawa acara “Selamat Pagi Saumlaki” (program acara berita baik itu berita Katolik, berita seputar Maluku, berita Nasional dan Internasional) yang mempunyai durasi dari jam 8 hingga 10 pagi. Ada saat di mana aku sudah bercuap cuap kurang lebih satu setengah jam ada karyawan lain yang kemudian dari balik kaca studio memberi isyarat bahwa suara siaran tidak kedengaran di  radio. Biasanya itu disebabkan karena ada masalah dengan pemancar entah pemancar tidak menyala atau ada kesalahan teknis. Itu berarti satu setengah jam bercuap cuap nggak ada artinya itu sama saja seperti kita ngelihat dompet jatuh dari sebuah mobil yang berjalan kencang terus kita ambil dan dengan niat baik kita mengendarai motor untuk mengejar mobil yang berjalan dengan kencangnya tersebut sesekali kita harus menghindari kendaraan lain agar tak menyebabkan kecelakaan sesekali juga kita hampir menyerempet orang dan akhirnya kita berhasil menyusul mobil tersebut dan kita hentikan. Saat mengembalikan dompet, orang di mobil itu berkata, “oh dompet itu memang sengaja saya buang.” Kayak gitu deh pokoknya perasaanku.

Kelihatannya menyiar itu gampang tapi ternyata tidak selalu mudah. Ada situasi di mana menyiar itu menjadi sangat susah, yakni ketika kita sedang mengalami flu. Aku yakin semua penyiar sepakat dengan aku bahwa flu itu semacam momok yang menakutkan. Antara menahan ingus dan konsentrasi menjaga intonasi serta warna suara tetap bagus adalah suatu pilihan yang sulit, belum lagi bersin yang datang tiba-tiba. Mungkin pendengar tau saja saat menyiar aku dalam keadaan baik tapi saat flu kadang ingus sudah mendekati bibirku dan aku biarkan dulu untuk menyelesaikan sebuah kalimat baru setelahnya aku mematikan tombol off pada line microphone dan ku tarik ingus kuat-kuat karena tidak mungkin saat bicara aku menarik ingusku karena akan didengar para pendengar.

Selain kekonyolan-kekonyolan tersebut seringkali juga aku melakukan “kejahatan-kejahatan” hehehe. Ada saat di mana kegiatan menyiar itu menjadi suatu hal yang menjenuhkan karena sudah menjadi suatu rutinitas yang berulang-ulang dan biasa saja. Saat siaran biasanya akan diselingi iklan ataupun lagu. Nah saat aku lagi malas seringkali aku memutar lagu sebagai selingan bisa 3-4 lagu padahal normalnya biasa cuma 2 lagu. Hitung-hitung untuk mengurangi durasi aku bercuap-cuap hehehe.

Dalam hidup pastinya kita ingin untuk melakukan semuanya dengan baik. Namun ada saatdi mana  situasi ataupun keterbatasan diri kita yang menyebabkan kita tidak mampu melakukannya dengan baik. Dalam keadaan seperti itu kita cukup menerima dan berpasrah saja. Sikap mampu menerima akan menjauhkan kita dari sikap gampang mengeluh.

Rindu

Berada di tempat pastoral membuat aku rindu komunitasku sebelumnya. Ya aku rindu komunitas Skolastikat MSC Pineleng, aku rindu terlibat dalam dinamikanya  tidak cukup rasanya hanya mendengar kabar. Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada, aku yang sudah terbiasa hidup dalam komunitas besar dengan teman-teman frater dan para staff pembina dan tiba-tiba hidup dalam komunitas yang jauh lebih kecil menimbulkan rasa rindu yang mendalam. Kadang berita yang kurang baik membuat aku sangat sedih namun kebanggaan muncul ketika ada berita-berita baik yang kudengar. Hebatnya salah satu staff yakni Bruder Kisman, MSC seringkali menghubungiku padahal harusnya aku yang harus menghubungi staff sebagai subjek bina. Berjam-jam kami bisa menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol baik itu tentang tugasku menyiar ataupun tentang keadaan komunitas Skolastikat. Dengannya seakan tak kehabisan bahan obrolan, apapun bisa menjadi bahan obrolan kami.

Selain dengan komunitas, yang kurindukan juga adalah teman-teman tingkatku yang juga sedang berpastoral. Hanya aku yang ditempatkan di sebuah karya tarekat, teman-temanku lainnya berada di paroki-paroki. Ada yang berada di paroki yang sudah mapan tapi ada juga yang berada di paroki di pelosok. Sering melalui obrolan, aku merasa iri juga karena mereka bisa mengalami dinamika bersama umat. Namun sering juga merasa sedih saat tau mereka mengalami kesusahan di tempat pastoral karena tempat pastoralku sangat nyaman kurasa. Dalam situasi seperti itu aku hanya bisa senantiasa menyapa mereka lewat sms, cuma mau menegaskan kepada mereka aku selalu mendukung mereka dan aku bangga kepada mereka. Akhirnya setelah kami kembali dan mendengar cerita mereka, aku merasa bangga ada kedewasaan yang mulai tumbuh dalam diri mereka, yah mereka kelihatan semakin mantap dalam panggilan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun