Mohon tunggu...
rudolf dayu
rudolf dayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pemimpi

seorang pemimpi yang berusaha menerjemahkan hidup.... kemudian membahasakannya pada semua orang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Cita-citaku Menjadi Penyiar

10 Desember 2015   06:19 Diperbarui: 10 Desember 2015   07:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Perpisahan

Beberapa minggu sebelum menyelesaikan tahun pastoralku banyak yang bertanya, “kapan frater pulang?” pertanyaan seperti itu membuatku sedih. Menyadari apa yang kujalani akan segera berubah menjadi sebuah kisah membuat aku  ingin bermalas-malasan terhadap waktu. Sering rasa berat untuk berpisah aku kamuflasekan dalam sikap ingin segera pergi. Tapi sayang aktingku terlalu buruk dan aku tahu teman-teman penyiar lainnya mengetahui kebohonganku. Perkataan-perkataan seperti, “Frater kalo su bale Pineleng jang lupa katong toh” pertanyaan seperti itu kutanggapi dengan cepat “Oh maaf, katong bateman cuma saat ini...kalo beta so bale beta pasti so lupa kamong samua” tanggapanku itu hanya mengakibatkan mereka tertawa karena mereka tahu aku sangat berat meninggalkan Radio Ureyana Cordis di mana salah satu mimpiku terwujud.

Di suatu kesempatan perpisahan di program acara yang kubuat dan kuasuh yakni URGENT, aku makin merasakan kesedihan itu. Saat menyiar untuk terakhir kalinya dalam program tersebut aku sengaja tak mau menatap kedua sahabat penyiarku Caryn dan Rossi. Tapi lagi-lagi aku terlalu sombong untuk jujur dengan perasaanku. Yah kenyataan bahwa aku harus meninggalkan apa yang kubuat dan kuperjuangkan adalah suatu yang berat. Pada sesi akhir Caryn dan Rossi menyampaikan kesan dan juga pesan mereka, suara mereka bergetar tanda bagaimana eratnya persahabatan kami. Aku dan mereka bukan aku frater dan mereka karyawan tapi sungguh sebuah persahabatan yang tulus tanpa memandang status, kami bebas untuk saling tertawa, bebas untuk saling marah, bebas untuk gila-gilaan dari saling mengganggu dengan menari-nari di depan kaca studio saat yang lain menyiar saling menyembunyikan hp atau honor menyiar sampai saling menghujat antara satu dan lainnya, yang pasti kami bahagia.

Saat sehari sebelum perpisahan para karyawan radio sibuk mempersiapkan acara perpisahanku. Salah satunya mereka ingin membuat sebuah video yang akan ditayangkan, mereka sibuk sekali di studio radio untuk membuat video yang oleh mereka dimaksudkan untuk kejutan buatku. Dasarnya aku yang dilahirkan dengan sikap jahil yang begitu kental saat itu sengaja bolak-balik ke studio radio dengan alasan berbagai keperluan. Mereka yang merasa terusik takut surprisenya nggak mengejutkan sontak saja mengusirku. Aku suka situasi itu, aku suka kejengkelan mereka. Akhirnya saat perpisahan video itu diputar, segala aibku pun dibuka hahahaha, tapi aku bahagia itu tandanya kami begitu dalam saling mengenal. Aku ingin menangis tapi kutahan. Saat itu juga, aku yang tidak berpastoral di paroki yang tentunya tidak “mempunyai” umat, tetapi malam itu banyak orang yang mau hadir bahkan mereka yang tidak kukenal secara personal mau datang dan memberikan pesan dan doa mereka. Aku terharu sekaligus merasa didukung. Keesokan paginya aku harus berangkat, diantar Nyongki karyawan biara dan kakak Rita penyiar senior kami bergegas ke bandara. Rossi dan Caryn saat kami hubungi tidak membalas telpon atau sms kami. Hahaha aku tahu mereka mau kembali buat kejutan, yah benar saja ketika aku sampai di bandara mereka sudah berada di sana. Akhirnya kami sungguh-sungguh berpisah kami saling berjabat tangan, aku check in kemudian langsung memasuki pesawat. Pesawat perlahan-lahan bergerak dan kemudian ambi ancang-ancang lepas landas dengan melaju dengan kecepatan tinggi, perlahan pesawat mulai meninggi dan kulihat Saumlaki dari jendela yang makin lama makin tak kelihatan karena tertutup awan dan saat itulah air mataku menetes. Aku menangis karena berpisah dengan duniaku, berpisah dengan sahabatku, menangis karena bahagia karena telah menjalani salah satu fase dari hidupku, karena akan kembali ke komunitas Skolastikat dengan sejuta ceritaku, aku menangis bahagia karena akan berjumpa dengan sahabat-sahabat tingkatku dan yang pasti aku menangis karena bahagia sebab salah satu mimpiku sudah terwujud.

Apa cita-citamu? Mau menjadi apa atau menjadi seperti apa bagiku bukanlah suatu yang penting. Karena tak ada suatu cita-cita yang lebih hebat dibanding cita-cita lainnya. Menjadi pilot tak pernah lebih baik dibanding menjadi dokter begitu sebaliknya. Semuanya hasil dari mimpi kita dan tak ada yang salah dengan yang namanya bermimpi. Cita-cita terwujud hanyalah konsekuensi dari sebuah usaha. Karenanya bagaimana kita mengejar dan menjalani mimpi dan cita-cita kitalah yang penting. Lihatlah apa yang kaudapatkan saat mimpimu terwujud atau saat kaujalankan mimpimu itu yang terpenting. Yang membuat aku bahagia ternyata bukan semata aku yang kemudian bisa bercuap-cuap di studio tetapi bagaimana aku belajar, aku didukung saat menyiar. Yah sebuah mimpi menjadi lebih berarti ketika orang-orang yang mencintai dan kita cintai ada di sekitar kita dan senantiasa mendukung kita. Kini aku bermimpi untuk menjadi seorang imam. Aku tahu bukan menjadi imam yang penting, tapi bagaimana aku mempersiapkan diri menjadi pribadi yang berkualitas agar layak menjadi imamlah yang penting. Kini aku sedang dalam usaha tersebut sebuah usaha mengejar mimpi menjadi imam.

Aku bersyukur kepada Tuhan yang berkenan mengabulkan mimpi-mimpiku, berterimakasih kepada tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC) atas kesempatan berahmat, kepada komunitas Skolastikat MSC Pineleng batas penempatanku, para staf dan para frater dan karyawan yang senantiasa mendukungku, secara khusus teman-teman tingkatku yang senantiasa meneguhkan dan juga mau berbagi denganku, MSC daerah Maluku dalam hal ini superior daerah P. Fred Sarkol, MSC atas penerimaan saya di daerah MSC Maluku. Terimakasih kepada P. Jemmy Balubun, MSC selaku pembimbing saya pada tahun pastoral yang memberikan sebuah kebebasan yang pada akhirnya menghantar saya pada kedewasaan dimana saya tidak lagi trauma dengan kebebasan yang ditawarkan kepada saya tapi saya lihat sebagai kesempatan saya untuk semakin mengenal dan mengembangkan diri saya selain itu kecerdasannya dalam melihat suatu permasalahan sungguh-sungguh menjadi inspirasi bagi saya. Kepada dua sosok konfrater senior P. Sam Bomaris, MSC yang menempatkan dirinya sebagai sahabat dalam bercerita dan juga mengajarkan kepada saya tentang kesetiaan melalui pola hidupnya dan P. Costan Lelyemin, MSC yang mengajarkan kepada saya tentang ketenangan, ketegasan dan juga kebijaksanaan. Kepada Bruder Naris Putalan, MSC atas kebersamaannya dalam berkarya di Radio. Terimakasih kepada Bpk. Ulis Kelbulan atas bimbingannya dan arahannya saat saya bertugas di radio, salam buat mama Meike dan anak-anak. Buat kaka Rita terimakasih atas pertemanan kita atas perhatiannya atas kebutuhan-kebutuhan saya selama saya berpastoral. Terimakasih kepada Jack Yempormase beserta Mira dan anak-anak atas pertemanan kita, kegilaan kita, moga dapat menjadi keluarga yang sungguh-sungguh harmonis. Buat bpk. Ben dan bpk. Ichad makasih atas teladannya dalam melayani yang bersedia membantu kami tanpa dibayar. Buat sahabatku Caryn dan Rossi terimakasih atas persahabatan kita yang indah, perkelahian kita, kegilaan kita, tawa kita, terlebih sampai saat ini masih mau bersahabat dengan saya dengan mengirim kabar tentang radio, mari kita mengejar mimpi kita mmasing-masing dalam hidup kita dan saat berjumpa kita akan kembali menceritakannya bersama-sama. Terimakasih buat paman Demi, hahaha saya rindu panggilan “tampan” darimu. Buat Nyongki karyawan di biara walau kadang buat jengkel tapi jujur saya tidak pernah benar-benar marah terimakasih ya atas kebersamaannya. Buat Tina dan Desta terimakasih karena sudah sempat melayani saya. Terimakasih kepada anak-anak URGENT atas persahabatan dan kerjasamanya sehingga tahun pastoral saya sungguh-sungguh berwarna. Terimakasih juga kepada para Pastor di komunitas Diosesan, para suster (PBHK, TMM, ALMA, DSY), para rekan frater atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam melayani umat. Terimakasih kepada umat yang sering merayakan Ekaristi bersama di biara MSC, kepada umat di Kabiarat, Ilngei, Tumbur dan Wesawak, umat di Moa dan Leti serta komunitas ouikumene kodim dan kantor pengadilan yang memperkenankan saya memimpin ibadah. Terimakasih kepada teman-teman bermain badminton serta sahabat-sahabat saya di OMK Paroki Ratu Rosari Tersuci Olilit Timur karena memperkenankan saya terlibat dalam beberapa kegiatan. Dan kepada semua pihak yang mendukung saya dalam mewujudkan mimpi saya dan kini tetap mendukung saya menjadi seorang imam.

Demikian kisah singkatku, Frater Rudolf Dayu, MSC seorang biarawan yang setelah menjalankan tahun pastoralnya tidak hanya berstatus sebagai biarawan.

“Aku adalah biarawan dan aku juga adalah seorang penyiar.... status ini sungguh keren bagiku...aku bahagia.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun