Nama Ade Bhakti semakin ngehit setelah media online Indoraya.news merilis hasil survei elektabilitas calon wakil wali kota di Pilkada Semarang versi Indoriset Strategis. Ade Bhakti meraih angka estimasi poin 32,2% dari 600 responden untuk potensi sebagai calon wakil wali kota Semarang.
Sedangkan yang ngehit di posisi calon wali kota Semarang, ada dua sosok. Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan Yoyok Sukawi. Mbak Ita dari survei tersebut meraih 38,4 persen, sedangkan Yoyok Sukawi 34,0 persen.
Berita buruknya, lebih dari separuh responden belum menentukan siapa pilihan calon wakil wali kota mereka. Berita baiknya, survei ini memakai metode multistage random sampling, dengan tingkat kepercayaan 95%. Artinya, jumlahnya bisa hanya 28,12% atau bisa baik sampai 36,28%. Itulah interval kepercayaan yang mengakomodasi ketidakpastian akibat margin of error.
Kandidat lain di posisi calon wakil wali kota seperti Iswar Aminuddin, Arnaz Andrarasmara, Dewi Susilo, dan Ady Setiawan masing-masing tidak mencapai 5%. Mengapa selisihnya begitu jauh?
Yang ini, analisis bukan dari Indoriset. Bisa jadi, karena publik belum mengenal calon lain, atau masih terlalu dini untuk mengajukan tebakan siapa calon wakil wali kota yang layak di Pilkada Semarang. Selama ini, publik mengenal "mereka" dari pemberitaan dan media sosial. Ini menariknya.
Saya bukan 1 dari 466K follower di akun Instagram Ade Bhakti, namun akun ini paling banyak follower daripada akun yang diprediksi layak menjadi calon wakil wali kota.
Ade rajin posting, semacam rutinitas dan jendela bagi publik untuk melihat Sekretaris Dinas Damkar Semarang. Ini akun pribadi, yang penting nggak penting, dan agak mirip akun emak-emak sosialita.
Kalau mau melihat Ade Bhakti yang virtual dan referensial, alias bukan Ade Bhakti yang sebenarnya, kita bisa lihat akun ini. Aktivitas komplet dan rapi, tertata di sini. Pidato di depan awak Damkar dengan mengutip anak kecil iseng yang minta diambilin raport. Yang menarik, di situ ada screenshot berita "Ade Bhakti Puncaki Elektabilitas.." dengan comment Ade Bhakti sendiri, "Ada-ada saja... gini2 aja sudah bahagia kok... cukup...".
Akhirnya saya tahu, orang ini mengaku sudah bahagia. Bisa jadi, yang membuatnya bahagia adalah pemberitaan tentang dirinya, atau keadaan hidup yang ia jalani sekarang.
Terakhir, saya sempat lihat view dan like di akun itu. Bayangkan, ada 4.675 Like di postingan Instagram Ade, sementara di berita yang ia screenshot, hanya dapat 106 view. Dengan kata lain, 4.675 Like itu tidak semuanya membaca berita tentang betapa ngehit Ade Bhakti. Angka 106 view dari 466.000 follower, berarti 0,0227% pengikutnya yang peduli berita itu. Terus, Like itu artinya apa?
Terjawab sudah.
Postingan Instagram Ade Bhakti memakai semacam "template": foto dengan robekan separuh, kemudian bagian bawah diberi semacam judul (bukan caption) apa yang sedang ia lakukan. Sedang bersama komunitas pecinta hewan, sedang makan (sate, harajuku street food), makan bersama keluarga, main bilyar, bersimpati, menjahit pangkat, nonton JKT48, membeli iphone baru, nyumbang (di acara pernikahan), dan makan lagi, makan lagi.Â
Bakat Ade mungkin "clown-ing". Berperan sebagai badut lucu di Instagram, di mana ia tampak lebih sering tersenyum dan membuat orang mengira betapa bahagianya orang ini. Banyak emak-emak yang melakukan ekspresi dan aktivitas yang siap dibingkai dengan template gratisan.
Sebagai orang yang tidak mau follow Ade Bhakti, saya bertanya-tanya, "Apakah saya sedang melihat seorang sekretaris dari Dinas Damkar?", sambil mencari-cari adegan pemadaman kebakaran yang sepi dari akun ini, yang ada hanya seragam, apel pagi, dan jahit pangkat. Wong iki mergawene piye?
Saya juga bertanya-tanya, "Apakah ini akun seorang politisi yang sangat pintar menyamar?" Yang bisa mendadak menjadi pengamat sepak bola, sesekali menjadi pencicip kuliner lokal, dan bertemu beberapa nama penting?
Tidak. Ade Bhakti melakukan semua itu demi meluapkan "kebahagiaan" untuk memenuhi akun ia sendiri penuh dengan foto dan videonya sendiri. Ade Bhakti memiliki semacam dua dunia yang berbeda.
 Dunia yang ingin ia perlihatkan "sudah bahagia" (lihat ekspresinya di akun itu) di mana ia bermain di panggungnya sendiri, tanpa memperlihatkan "masalah" di pekerjaannya. Ade Bhakti bisa membuat citraan bahwa pekerjaannya beres, semua orang senang.
Ade Bhakti sangat pintar memakai seluruh panggung itu, untuk dirinya sendiri.
Di akun lain, yang juga disebut di survei Indoriset, ada nama yang sudah dikenal, yang dapat elektabilitas tertinggi untuk Pilwakot 2024 mendatang. Namanya Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang lebih akrab disebut Mbak Ita. Ini semacam kebalikan dari Ade Bhakti.
Mbak Ita berada di akun yang menceritakan bagaimana ia bekerja dan menghadapi masalah.
Setidaknya saya tahu, inilah dunia Mbak Ita, yang menghadapi rob, sampah, stunting, segala macam hal. Ini komunikasi yang dimaui orang. Memang ada unsur settingan, tetapi ia tidak menutupi masalah. Bukan senyum yang dibuat-buat untuk menutupi masalah di Kota Semarang. Kadang terlihat marah, agar masalah terselesaikan.Â
Akun Mbak Ita justru ingin mengarahkan pandangan warga Semarang, bahwa inilah masalah kita bersama. Seorang perempuan yang bawa walkie-talkie, di balik mobil berjalan, sambil memeriksa perkembangan, mendatangi pusat rasa sakit.
Sesuatu yang sungguh berkebalikan, terlalu mengganjal kalau dipasangkan. Itu sebabnya, saya sendiri tidak rela kalau seorang Ade Bhakti dibandingkan dengan Mbak Ita. Atau bahkan dipasangkan dengan calon wali kota lain, seperti Yoyok Sukawi.
Panggung Ade Bhakti terlalu kecil, di-frame para follower Instagram, dan isinya penuh dengan foto/video Ade Bhakti sendiri, yang seperti tidak ada masalah. Sedangkan Mbak Ita, di akun pribadinya, justru lebih terbuka memperlihatkan bagaimana permasalahan di Kota Semarang adalah permasalahan kita bersama.
Parkiran Nol Kilometer Semarang, 01 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H