Mohon tunggu...
Rudi Setiawan
Rudi Setiawan Mohon Tunggu... -

Kelahiran, Kertosono, Jawa Timur 1976. Saat ini bekerja sebagai Tenaga Kerja Profesional Republik Indonesia di Doha, Qatar. Aktif menulis di face book, cerpen dan puisi pernah dimuat di www.kompas.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Derajat Seorang Ahli Ibadah

4 November 2011   16:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:03 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DERAJAT SEORANG AHLI IBADAH

Seorang ahli ibadah, selalu berdo’a kepada Allah, memohon supaya Allah menunjukan tingkat kedudukan / derajat / maqam dia di sisi Allah. Sebagai orang yang selalu taat beribadah dan membela agama Allah dia kepingin sekali tahu seberapa tinggikah derajatnya atau seberapa hebatkah maqamnya dihadapan Allah.

Suatu ketika selepas sholat malam dia berdo’a lagi dengan kusyuk memohon petunjuk kepada Allah tentang keinginannya tersebut. Selesai bermunajat ditengah rasa kantuknya akhirnya iapun tertidur diatas sajadahnya dan bermimpi, ia seolah-olah terbang ke angkasa raya yang luas membentang.

Tiba-tiba ia melihat seorang makhluk bercahaya terang gemerlapan terbang dengan kecepatan luarbiasa menghampirinya, dan dengan heran iapun bertanya:

“Hei fulan, siapakah gerangan engkau sungguh betapa indahnya bentukmu itu ?”

“Aku adalah derajat”, jawab makhluk tersebut.

“Kalo boleh kutahu derajat siapakah engkau ini ?”, kembali ia bertanya.

“Aku adalah derajat si Karyo tetanggamu”, jawab makhluk itu.

“Karyo tetanggaku yang penjual pentol bakso keliling, yang mantan preman itukah ?”, tanyanya lagi.

“Iya benar”, jawab makhluk itu lalu terbang menghilang.

“Kalau si Karyo yang cuman penjual pentol bakso keliling itu dan juga aku lihat ibadahnya juga tidak terlalu istimewa saja derajatnya seindah itu, aku yakin derajatku pasti lebih indah dan lebih hebat dari dia”, gumamnya dalam hati.

Kemudian dilihatnya lagi seorang makhluk yang sangat indah bahkan lebih indah dari yang pertama dan cahayanyapun luar biasa terang benderang, terbang menghampirinya.

“Hei fulan, apakah engkau juga derajat ?”, tanyanya.

“Iya betul, aku adalah derajat”, jawab makhluk itu.

“Lalu derajat siapakah engkau, apakah engkau derajatku ?”, tanyanya lagi.

“Aku adalah derajat si Sariyem”, jawab makhluk itu.

“ Sariyem, janda tua penjual rujak uleg depan rumahku itu kah ?”, lagi-lagi ia bertanya.

“Iya betul”,jawab makhluk itu.

“Kalau si Sariyem yang cuman penjual rujak uleg itu dan juga aku lihat ibadahnya juga tidak terlalu istimewa saja derajatnya seindah itu, aku yakin derajatku pasti lebih indah dan lebih hebat dari dia”, gumamnya dalam hati. kemudian diapun bertanya lagi pada makhluk tersebut.

“ Kalau boleh aku tanya lagi, tahukah engkau dimana derajatku berada ?”, tanyanya.

“Oo, kau ingin mencari derajatmu, itu derjatmu ada disebelah sana”, jawab makhluk itu sambil menunjuk ke suatu tempat.

Lalu terbanglah dia menuju ketempat yang ditunjukan oleh si mkhluk tersebut. Dilihatnya disitu seorang makhluk yang berwajah kusam, kumal dan acak-acakan terbang menghampirinya.

“ Hei siapakah engkau wahai makhluk jelek ”, tanyanya.

“ Aku adalah derajat ”, jawab makhluk itu.

“ Derajat siapakah engkau, duhai betapa celakanya orang yang mempunyai derajat seburuk engkau ”, tanyanya lagi.

“ Aku adalah derajatmu ”, jawab makhluk itu.

“ Oh tidak, engkau bukan derajatku, tak mungkin derajatku seburuk engkau, aku ini seorang ahli ibadah, aku ini orang terpandang dan selalu membela agama Allah”, tolaknya dengan tegas.

“ Iya, tapi aku adalah benar-benar derajatmu”, jawab si makhluk dengan tenang.

“ Tidak mungkin, tidak mungkin, mengapa si Karyo dan si Sariyem yang ibadahnya jelas tidak sehebat dan sebanyak aku mempunyai derajat yang indah, sedang aku yang selalu rajin dan tekun beribadah derajatku seburuk engkau”, bantahnya lagi.

“ Ketahuilah wahai fulan, si Karyo tetanggamu itu dia sungguh ingin sekali dekat denganmu, ingin belajar darimu, ingin bisa meniru ibadahmu, namun engkau selalu menolaknya, karena engkau menganggap ia tak pantas bergaul dan belajar darimu karena ia adalah mantan preman, tetapi dia terus berdo’a kepada Allah berharap suatu ketika ia bisa belajar darimu agar bisa meniru ibadahmu “, terang makhluk tersebut.

“ Lalu bagaimana dengan derajat si Sariyem, mengapa derajatnya bisa sehebat dan seindah itu ?”, tanyanya penasaran.

“ Sariyem adalah janda tua yang selalu berusaha mencukupi kebutuhan hidup enam orang anaknya sejak dia ditinggal mati oleh suaminya, ia tak pernah mengeluh, selalu berupaya untuk menafkahi anak-anaknya dengan cara halal, diapun tak kenal lelah mendidik anak-anaknya agar menjadi pribadi-pribadi yang berguna dan tak mudah menyerah dalam menjalani kehidupan “, terang makhluk itu.

“ Dan mengapa aku yang tak pernah berhenti beribadah dan membela agama Allah justeru mempunyai derajat seburuk engkau ?”, tanyanya sambil membentak.

“ Sebab engkau selalu merasa paling benar, merasa paling abid, merasa paling suci, sehingga engkau selalu menutup diri kepada orang-orang yang engkau anggap sesat, hina dan rendah ”, jelas makhluk itu.

Dan diapun tiba-tiba terbangun dari kantuknya, serta mendapati dirinya sedang duduk bersimpuh diatas sajadahnya.

“ Oh, astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah, ampunkan aku Yaa Allah, sungguh betapa celakanya aku bila memang derajatku disisi-Mu seperti itu, aku benar-benar telah salah melangkah, ampunkan aku Yaa Allah, ampunkan aku Yaa Allah, ampunkan aku Yaa Allah “, iapun meratap dan menangis pilu.

Sementara diluar terdengar adzan shubuh berkumandang dari masjid yang ada disebelah rumahnya, mengalun dengan indah, mengundang jiwa-jiwa yang rindu kepada Tuhannya agar segera bergegas menjemput seruan-Nya.

Jakarta, 04 November 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun