Dari Kawan kami: Bung Khabib
Akhir-akhir ini Ramai ribut soal pengembangan pengelolaan minyak dan gas bumi di Lapangan Abadi Blok Masela, Provinsi Maluku. Bahkan di sinyalir pertarungan ini akan sangat keras karena menjadi pertarungan terakhir bagi kubu wapres Jusuf Kalla dan Sudirman Said.
Pertarungan Blok Masela Dan Tekanan Terakhir Kubu JK - RMOL.CO
http://www.rmol.co/read/2016/01/03/230360/Pertarungan-Blok-Masela-Dan-Tekanan-Terakhir-Kubu-JK-#.VqPSSvnr2do.twitter
Bagi yang menginginkan pemerintahan ini adem ayem dan damai, tanpa kegaduhan kayaknya masih harus bersabar dulu lebih lama.
Dan yang terpenting selama “SUBSTANSI GADUH” itu untuk membangun kepentingan kerakyatan dan kepentingan nasional agar lebih baik, ya tidak Masalah, toh ternyata pak Jokowi asik-asik saja. Karena terbukti pemerintahan masa lalu dengan dalih adem ayem (stabilitas nasional), dan tanpa kegaduhan, ternyata ujung-ujungnya penjarahan (KKN) yang luar biasa akut.
Begitulah buat Faisal Basri, Aussie B Gautama, Inas Nasrullah, Amien Sunaryadi , Teguh Pamudji, Fabby Tumiwa dkk… hehehe
Soal Gaduh, Jokowi Tak masalah Asal Berani Lawan Mafia - RMOL.CO
Rizal Ramli: Gaduh Putih untuk Bersihkan Tikus-Tikus Negara - SOROTnews.com |
Kembali ke soal blok Masela.
Sebelum berbicara terlalu jauh tentang pro kontra pengembangan pembangunan blok Masela, sekilas gambaran tentang Blok Masela.
Blok Masela adalah salah satu blok yang memiliki cadangan gas terbesar di Indonesia. Cadangannya mencapai kira-kira 10,73 Trillion Cubic Feet (TCF). sehingga Blok Masela sering disebut sebagai Lapangan gas abadi.
Blok Masela, Siapa Membela Siapa? - RMOL.CO
Saat ini proyek pengolahan gas Blok Masela di bawah kendali Inpex Masela Ltd (65%) dan Shell Upstream Overseas Services Ltd (35%).
Pengelolaan blok Masela selama 10 tahun pertama adalah masa eksplorasi. Sedangkan 20 tahun sisanya masa produksi. Nah, dari hal tersebut kemudian terjadilah tarik ulur dengan berbagai argumennya masing-masing. Apakah pengembangan pembangunan blok Masela itu didarat (On shore LNG Plant) atau di laut/terapung (Floating LNG Plant)?..
Awalnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu (SKK) Migas sudah percaya diri bahwa pengembangan pembangunan Blok Masela itu akan di lakukan di laut/terapung. Karena pada waktu itu nyaris tidak ada yang berargumen keras dan berani mengevaluasi. Namun sejak masuknya Ekonom senior anti neoliberal, DR. Rizal Ramli ke dalam kabinet pemerintahan Jokowi sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya, perdebatan itu menjadi lebih kuat dan akhirnya soal Blok Masela cukup menjadi perhatian publik.
Rizal Ramli Minta Pengembangan Blok Masela Dikaji Ulang :: Katadata News
Menurut Menko Rizal Ramli, pengembangan pembangunan Blok Masela harus belajar dari sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia, tidak boleh melakukan kesalahan masa lalu yang sama, blok Masela adalah kesempatan emas buat mengelola sumber energi yang lebih cerdas.
Soal Sejarah pengelolaan Sumber daya alam yang salah kaprah paska kemerdekaan, alias penjarahan, sebenarnya dapat kita runut sejak awal berdirinya Orde baru. Dimana saat itu Prosesi digadaikannya seluruh kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi di Swiss, pada bulan November 1967.
Waktu itu Jenderal Suharto mengirim satu tim ekonomi yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Yang kemudian Tim itu dikenal sebagai “Mafia Berkeley”, istilah itu muncul dari buku The Trojan Horse: A Radical Look at Foreign Aids (1974). Mereka adalah kumpulan ekonom yang sering disebut sebagai arsitek ekonomi Orde Baru. Mereka terdiri atas ekonom Universitas Indonesia yang berpendidikan Amerika seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Subroto, J.B. Sumarlin, dan M. Sadli. Pendidikan mereka dibiayai antara lain oleh Ford Foundation.
Tim mafia berkeley tersebut menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin Rockefeller. Dalam pertemuan itulah tanah Indonesia yang kaya raya dengan bahan tambang, dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan kepada korporasi-korporasi asing, Freeport antara lain mendapat gunung emas di Irian Barat, Exxon mendapat ladang minyak di Aceh, demikian pula yang lainnya.
Bahkan landasan legal formal untuk mengeksploitasi (menjarah) kekayaan alam Indonesia pun dirancang di Swiss, yang kemudian dikenal sebagai UU Penanaman Modal Asing tahun 1967.
Mafia Berkeley Menjual Negeri Kita!
DR. RIZAL RAMLI: Cangkir Emas Dipakai Mengemis
Bahkan Mafia Berkeley ini terus berlanjut ke muridnya, ke cucu muridnya dan seterusnya. Presiden bisa berganti, partai yang berkuasa bisa berganti, jenderal bisa berganti, namun di dalam bidang ekonomi tetap pada garis Mafia Berkeley, yakni garis ekonomi neoliberal (Garis Ekonomi Penjarahan).
Keberlanjutan garis ekonomi neoliberal yang menguasai negeri ini, sekarang sudah mulai masuk pada generasi ketiga. Yang sebelumnya pada generasi kedua, seperti Boediono, Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, berhasil menafsirkan Pasal 33 konstitusi UUD 1945 sesuai tafsir garis ekonomi neoliberal, yakni dalam konteks menguasai Sumber Daya Alam negeri ini, negara tidak harus memiliki, namun Negara cukup mengontrol saja.
Penafsiran liar pasal 33 UUD 1945 inipun terus mulai dilanjutkan dan diikuti oleh generasi ketiganya, seperti Sudirman Said, Rhenald Khasali, Chatib & Faisal Basri Cs.
Jadi kita cukup tahu dan jelas sekarang kalau kemudian geng Sudirman Said ini selalu bikin keributan soal kontrak-kontrak karya sumber daya alam negeri kita.
Pipanisasi Darat Masela Dihantam Ekonom Neolib Generasi Kedua - RMOL.CO
Kembali soal blok Masela!!!!.
Sebagai ekonom senior yang anti neoliberal dan memegang teguh prinsip dasar ekonomi konstitusi, tentu menko Rizal Ramli tidak tinggal diam dengan perilaku menteri ESDM, Sudirman Said itu,
Menko Rizal kembali menegaskan bahwa kontrak-kontrak baru migas dan minerba atau renegosiasi perpanjangan kontrak sumber daya alam negeri kita harus dilakukan dengan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia sesuai amanat konstitusi, termasuk memperhatikan aspek “Multiplier Effect” yang ditimbulkannya, khususnya bagi masyarakat lokal.
Atas dasar dan pertimbangan hal tersebut, menurut menko Rizal pengembangan pembangunan blok Masela lebih tepat dibangun di darat, hal inipun senada dengan tuntutan masyarakat Maluku, bahkan masyarakat Maluku tegas mengatakan kalau ada yang memaksakan pembangunan gas blok Masela terapung ditengah laut, maka itu menabuh genderang perang.
Soal Blok Masela, Rizal Ramli Ingin RI Belajar dari Sejarah
Soal Blok Masela, Rizal Ramli Sebut Ada Pejabat Keblinger
Rizal Ramli: Blok Masela "Onshore" Berdampak Ganda
Blok Masela, Masyarakat Maluku Ingin Kilang LNG di Darat
Tokoh Maluku: Menteri Sudirman Tabuh Genderang Perang
Dasar keputusan mengambil kebijakan soal pengembangan blok Masela harus lebih mementingkan kepentingan yang lebih besar, yakni bagaimana Negara dapat mengambil manfaat untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Hal tersebut dalam rangka menegakkan konstitusi
Menko Rizal secara prinsip Senada dengan presiden Jokowi yang mengatakan dengan jelas dan tegas bahwa bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Presiden menginginkan agar proyek besar blok Masela memberikan manfaat kepada ekonomi langsung, dan juga dapat menciptakan sebuah nilai tambah yang memberikan efek berantai (multiplier effect) bagi perekonomian nasional kita.
Jokowi : Sumber Daya Alam Indonesia bagi Kemakmuran Rakyat Bukan untuk Segelintir Orang
Dari prinsip-prinsip tersebut diatas, dan solusi yang diberikan menko Rizal Ramli, yakni onshore (pembangunan kilang darat) blok Masela, maka tentu saja membuat kelompok menteri ESDM cs merasa gerah dan terhalangi dari niat awal pengembangan blok Masela di tengah laut /terapung (FNLG).
Rencana pengembangan pembangunan blok Masela dengan cara terapung di tengah laut semakin terancam gagal, maka kelompok Sudirman Said pun melaukan aksi-aksi dan manuver-manuver guna memperkuat pembenaran rencana itu.
Sebut saja komentar;
Faisal Basri
Faisal Basri menyatakan menko Rizal hanya membuat gaduh dan menciptakan ketidakpastian bagi investor. Karena mengusulkan Onshore untuk pembangunan blok Masela.
Bahkan Faisal Basri secara sempit menerjemahkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kepentingan rakyat di pelintir hanya soal proyek Pipa dan penguasaan tanah.
Dan yang parahnya lagi, ternyata argumen Faisal Basri itu salah kaprah semua. Sebagaimana menyebut, jika pembangunan kilang didarat akan menjadi sejarah terbesar sebuah proyek pipa pembangunan di Indonesia.
Padahal itu salah total, karena proyek Kilang LNG Darat hanya sepanjang 90 km, jauh lebih panjang dari North Bali ke Gresik sepanjang 370 Km; lapangan Kakap Natuna ke Singapura sepanjang 500 Km; lapangan Koridor Jambi ke Singapura sepanjang 248 Km; dan lapangan Kepodang ke PLTU Tambaklorok di Semarang sepanjang 100 Km.
Haposan Napitupulu Bongkar Kekeliruan Faisal Basri - RMOL.CO
Faisal Basri Kritik Blok Masela, Ini Respon Pakar Migas Haposan
Bahkan jika di tarik kembali kebelakang terkait posisi Faisal Basri Sebagai wakil ketua Tim Counterpart yang bertugas mengawasi kerja Konsultan Independen, Persiapan Liga Pemuda Indonesia (KP-LPI) justru pernah menemukan indikasi ketidakjujuran sejak awal Menteri ESDM, Sudirman Said terkait penentuan susunan keanggotaan tim counterpart pengkajian dan konsultan independen itu.
LPI sejak awal menegaskan jika mayoritas dari tim counterpart itu posisinya mendukung FLNG. Misalnya; Djoko Siswanto, Agus Sapto Rahardjo. Nanang Untung, dan Faisal Basri itu sendiri.
Ternyata, Sudirman Said Juga Punya Borok di Blok Masela - RMOL.CO
Selain Faisal Basri, ada juga logika Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean yang mengatakan jika pembangunan blok Masela dilakukan di darat, maka pemerintah tidak mendukung pengembangan kemaritiman.
Ini logika lucu Ferdinand dalam memahami pengembangan kemaritiman. Padahal konsep kemaritiman melalui tol laut, yang menghubungkan antar pelabuhan laut di Indonesia akan dapat terwujud kelancaran lalulintas pelayaran itu, jika kegiatan ekonomi di semua pelosok Nusantara berjalan baik, khususnya Indonesia bagian timur .
Nah, jika pengembangan pembangunan proyek onshore (didarat) blok Masela dilakukan, maka sudah jelas kemungkinan multifier effect yang akan diperoleh daerah jauh lebih besar dan pengawasanpun juga akan lebih mudah.
Contoh saja Misalnya; Konten lokal bisa terserap, proyeknya mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, Peluang pembangunan yang bisa dikembangkan dari Gas Alam selain LNG itu sendiri, juga ada industri petrokimia.
Hal ini jelas beda jika pembangunan blok Masela secara terapung/ditengah laut. Cara terapung itu di tengarai hanya akan menguntungkan Shelll selaku perusahaan gas asing, dan yang pasti hal tersebut adalah cara yang belum pernah di lakukan dinegara manapun didunia ini, sehingga di pastikan cara tersebut juga sebagai kelinci percobaan perusahaan gas asing.
Perbandingan LNG Darat vs LNG Terapung di Blok Masela http://chirpstory.com/li/301305
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/25/rr-blok-maselahh-b-56a50ab22623bd7c0a4d5a6c.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Hal ini jelas menyesatkan, jangankan menko Rizal Ramli, seorang tukang potong rambut saja berhak atas kekayaan alam blok Masela, sebagaimana konstitusi, kekayaan alam itu milik semua rakyat dan hasilnya dinikmati sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Jadi jangan mengira kekayaan blok Masela itu milik nenek Amin Suryadi dan Teguh Pamudji saja, sehingga yang lain tidak boleh ikut menentukan arah pengelolaan sumber daya alam itu.
Tapi sudahlah, apapun logika-logika pembenaran soal teknis pengembangan pembangunan blok Masela, kalau tanpa dasar keberpihakan terhadap kemakmuran rakyat dan kepentingan nasional, pasti akan ketahuan. Bahwa spirit mereka tidak lain adalah penjarahan kekayaan sumber daya alam dari sekian tahapan selanjutnya.
Hari ini rakyat sudah jauh lebih cerdas dan memahami persoalan sumber daya alam kita yang bertahun-tahun dijarah. Rakyat sudah sangat paham betul, bagaimana watak dan karakter setiap pejabat Negara ini muter-muter berargumentasi dengan berbuih-buih dalam setiap melancarkan aksi-aksi penjarahan perusahaan-perusahaan besar asing.
Bahkan yang lebih ngeri lagi, setiap aksi-aksinya yang jauh dari keberpihakan rakyat dan kepentingan nasional itu selalu menggunakan beberapa kelompok2 akademisi, konsultan, pengamat, media dsb, guna melegitimasi aksi-aksi mereka agar sesuai kehendak dan versi mereka.
Sungguh Naif Kau Para Penjarah Sumber Daya Alam beserta antek-anteknya….
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI