Bahkan jika di tarik kembali kebelakang terkait posisi Faisal Basri Sebagai wakil ketua Tim Counterpart yang bertugas mengawasi kerja Konsultan Independen, Persiapan Liga Pemuda Indonesia (KP-LPI) justru pernah menemukan indikasi ketidakjujuran sejak awal Menteri ESDM, Sudirman Said terkait penentuan susunan keanggotaan tim counterpart pengkajian dan konsultan independen itu.
LPI sejak awal menegaskan jika mayoritas dari tim counterpart itu posisinya mendukung FLNG. Misalnya; Djoko Siswanto, Agus Sapto Rahardjo. Nanang Untung, dan Faisal Basri itu sendiri.
Ternyata, Sudirman Said Juga Punya Borok di Blok Masela - RMOL.CO
Selain Faisal Basri, ada juga logika Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean yang mengatakan jika pembangunan blok Masela dilakukan di darat, maka pemerintah tidak mendukung pengembangan kemaritiman.
Ini logika lucu Ferdinand dalam memahami pengembangan kemaritiman. Padahal konsep kemaritiman melalui tol laut, yang menghubungkan antar pelabuhan laut di Indonesia akan dapat terwujud kelancaran lalulintas pelayaran itu, jika kegiatan ekonomi di semua pelosok Nusantara berjalan baik, khususnya Indonesia bagian timur .
Nah, jika pengembangan pembangunan proyek onshore (didarat) blok Masela dilakukan, maka sudah jelas kemungkinan multifier effect yang akan diperoleh daerah jauh lebih besar dan pengawasanpun juga akan lebih mudah.
Contoh saja Misalnya; Konten lokal bisa terserap, proyeknya mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, Peluang pembangunan yang bisa dikembangkan dari Gas Alam selain LNG itu sendiri, juga ada industri petrokimia.
Hal ini jelas beda jika pembangunan blok Masela secara terapung/ditengah laut. Cara terapung itu di tengarai hanya akan menguntungkan Shelll selaku perusahaan gas asing, dan yang pasti hal tersebut adalah cara yang belum pernah di lakukan dinegara manapun didunia ini, sehingga di pastikan cara tersebut juga sebagai kelinci percobaan perusahaan gas asing.
Perbandingan LNG Darat vs LNG Terapung di Blok Masela http://chirpstory.com/li/301305
Hal ini jelas menyesatkan, jangankan menko Rizal Ramli, seorang tukang potong rambut saja berhak atas kekayaan alam blok Masela, sebagaimana konstitusi, kekayaan alam itu milik semua rakyat dan hasilnya dinikmati sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Jadi jangan mengira kekayaan blok Masela itu milik nenek Amin Suryadi dan Teguh Pamudji saja, sehingga yang lain tidak boleh ikut menentukan arah pengelolaan sumber daya alam itu.
Tapi sudahlah, apapun logika-logika pembenaran soal teknis pengembangan pembangunan blok Masela, kalau tanpa dasar keberpihakan terhadap kemakmuran rakyat dan kepentingan nasional, pasti akan ketahuan. Bahwa spirit mereka tidak lain adalah penjarahan kekayaan sumber daya alam dari sekian tahapan selanjutnya.