Mohon tunggu...
Rudi Irnawan
Rudi Irnawan Mohon Tunggu... pegiat sosial -

Pegiat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyelamatkan Blok Masela dari Penjarahan Tahap Lanjut

25 Januari 2016   00:35 Diperbarui: 25 Januari 2016   15:48 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Blok Masela, Siapa Membela Siapa? - RMOL.CO 

Saat ini proyek pengolahan gas Blok Masela di bawah kendali Inpex Masela Ltd (65%) dan Shell Upstream Overseas Services Ltd (35%).

Pengelolaan blok Masela selama 10 tahun pertama adalah masa eksplorasi. Sedangkan 20 tahun sisanya masa produksi. Nah, dari hal tersebut kemudian terjadilah tarik ulur dengan berbagai argumennya masing-masing. Apakah pengembangan pembangunan blok Masela itu didarat (On shore LNG Plant) atau di laut/terapung (Floating LNG Plant)?..

Awalnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu (SKK) Migas sudah percaya diri bahwa pengembangan pembangunan Blok Masela itu akan di lakukan di laut/terapung. Karena pada waktu itu nyaris tidak ada yang berargumen keras dan berani mengevaluasi. Namun sejak masuknya Ekonom senior anti neoliberal, DR. Rizal Ramli ke dalam kabinet pemerintahan Jokowi sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya, perdebatan itu menjadi lebih kuat dan akhirnya soal Blok Masela cukup menjadi perhatian publik.

Rizal Ramli Minta Pengembangan Blok Masela Dikaji Ulang :: Katadata News 

Menurut Menko Rizal Ramli, pengembangan pembangunan Blok Masela harus belajar dari sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia, tidak boleh melakukan kesalahan masa lalu yang sama, blok Masela adalah kesempatan emas buat mengelola sumber energi yang lebih cerdas.

Soal Sejarah pengelolaan Sumber daya alam yang salah kaprah paska kemerdekaan, alias penjarahan, sebenarnya dapat kita runut sejak awal berdirinya Orde baru. Dimana saat itu Prosesi digadaikannya seluruh kekayaan alam negeri ini kepada jaringan imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi di Swiss, pada bulan November 1967.

Waktu itu Jenderal Suharto mengirim satu tim ekonomi yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Yang kemudian Tim itu dikenal sebagai “Mafia Berkeley”, istilah itu muncul dari buku The Trojan Horse: A Radical Look at Foreign Aids (1974). Mereka adalah kumpulan ekonom yang sering disebut sebagai arsitek ekonomi Orde Baru. Mereka terdiri atas ekonom Universitas Indonesia yang berpendidikan Amerika seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Subroto, J.B. Sumarlin, dan M. Sadli. Pendidikan mereka dibiayai antara lain oleh Ford Foundation.

Tim mafia berkeley tersebut menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin Rockefeller. Dalam pertemuan itulah tanah Indonesia yang kaya raya dengan bahan tambang, dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan dibagikan kepada korporasi-korporasi asing, Freeport antara lain mendapat gunung emas di Irian Barat, Exxon mendapat ladang minyak di Aceh, demikian pula yang lainnya.

Bahkan landasan legal formal untuk mengeksploitasi (menjarah) kekayaan alam Indonesia pun dirancang di Swiss, yang kemudian dikenal sebagai UU Penanaman Modal Asing tahun 1967.

Mafia Berkeley Menjual Negeri Kita!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun