Mohon tunggu...
Tubagus Adhi
Tubagus Adhi Mohon Tunggu... Wiraswasta - wartawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

wartawan senior anggota PWI

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menilik Serapan PEN dan Dana APBD untuk UMKM

6 September 2022   12:52 Diperbarui: 6 September 2022   13:13 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kemenko Perekonomian

PAPARAN ini kembali menyoroti tentang kiprah dan kinerja UMKM, Usaha Mikro, Kecil  dan Menengah. Kali ini dalam keterkaitannya dengan bantuan yang diberikan dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penyerapan dana dari APBD di berbagai daerah, yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan perform para pelaku UMKM. 

Serapan dana APBD untuk UMKM dinilai strategis dalam upaya membuat UMKM lebih mampu bersaing, termasuk menghadapi pasar global.

Kita sama-sama bisa mencatat bahwa momentum Presidensi G20 yang dipegang oleh Indonesia diperkirakan akan berdampak besar terhadap investasi, lapangan kerja dan permulihan perekonomian di Indonesia, salah satunya memberikan peluang UUMKM diperkenalkan dan diekspor ke berbagai negara melalui kolaborasi antar instansi/Lembaga. 

Selain itu, UMKM menjadi pembahasan forum G20 terutama berkaitan dengan upaya mendorong akses keuangan yang lebih inklusif, pemanfaatan perkembangan teknologi dan mendorong akses pasar global.

Peluang UMKM Indonesia agar "naik kelas" tentu harus disertai dengan dukungan pendanaan dari pemerintah. Mengingat Sektor UMKM memiliki peranan penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukkan dengan tren peningkatan jumlah UMKM, kontribusi UMKM terhadap PDB, dan penyerapan tenaga kerja.

Kita ketahui bersama bahwa kontribusi UMKM kepada negara dinilai cukup besar mencapai kurang lebih 60 persen dari Product Domestic Bruto (PDB), terutama di tahun 2018 dan 2019. Selain kontribusinya kepada PDB, UMKM juga dikenal tangguh menghadapi gejolak ekonomi seperti krisis moneter 1998 dan krisis finansial global 2008. 

Namun, pandemi Covid-19 ternyata membawa krisis perekonomian dengan kompleksitas tinggi dibanding krisis yang sudah pernah ada sebelumnya.

Pandemi Covid-19 telah menurunkan pendapatan UMKM secara signifikan serta menimbulkan PHK tenaga kerja, dan itu khususnya terjadi di 2020. Masalah yang dihadapi UMKM berupa masalah keuangan (gaji pekerja, asuransi, pembayaran utang usaha, tagihan pinjaman bank, termasuk besaran penurunan pendapatan berkisar antara 40-80% dll).

Selain itu, masalah non keuangan (berkurangnya pesanan/permintaan, peningkatan harga bahan baku, sulitnya distribusi, dan sulitnya memperoleh bahan baku).

Kita mencatat bahwa sebagai respon permasalahan yang terjadi, pemerintah berupaya meminimalisir dampak Covid-19 melalui upaya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.

Pada tahun 2021  dilaksanakan sebanyak 4 (empat) kali Penghematan Anggaran K/L, pemotongan Belanja K/L tersebut direalokasi untuk penanganan pandemi Covid-19 dan digunakan untuk PEN. 

Program PEN diupayakan fleksibel, adaptif dan responsif menangani dan memitigasi dampak Covid-19 dengan upaya memberikan perlindungan dari tingkat terkecil individu, rumah tangga, kelompok hingga korporasi yang tercermin dalam kluster-kluster program PEN yang diajukan pemerintah.

Dukungan anggaran untuk UMKM adalah salah satu alokasi dana yang terbesar dalam daftar PEN, mengingat sektor ini berimbas besar dan tulang punggung perekonomian dengan efek domino ke berbagai bidang. Bentuk dukungan UMKM terlihat dalam pendanaan yang dilakukan melalui list program PEN 2020,2021 dan 2022.

Dari data yang dihimpun penulis, pada 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran PEN senilai Rp695,2 triliun.  Realisasi PEN  sebesar Rp575,85 Triliun (82,83 % dari Pagu PEN senilai Rp695,2 triliun). Bantuan untuk klaster UMKM menempati posisi keeempat di bawah klaster kesehatan, perlindungan sosial, dan sektoral/daerah. 

Dari pagu 116, 31 triliun, yang terealisasi mencapai 112,44 triliun, atau 96,6%. Dana yang terserap untuk UMKM pada PEN 2020 itu tercatat sebagai yang terbesar di antara klaster lainnya.
 
Adapun program kluster UMKM berupa subsidi bunga, penempatan dana, kredit UMKM, belanja imbal jasa penjaminan (IJP), PPh Final UMKM yang ditanggung pemerintah (DTP), serta Pembiayaan Investasi Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB KUMKM) dan Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM).

Untuk program PEN tahun 2021, kluster dukungan UMKM  digabung dengan kluster korporasi, pemerintah masih berupaya memberikan stimulus-stimulus agar UMKM tetap bergerak. 

Realisasi PEN 2021 mencapai Rp658,6T atau 88,4% dari Pagu Rp744,77 triliun, di mana serapan untuk klaster UMKM/Korporasi berada di urutan keempat setelah kesehatan, perlindungan sosial, dan program prioritas. Dari pagu 162,4 triliun, dana yang terserap 116,2 triliun, atau mencapai 71,5%.

Realisasi UMKM dan korporasi yang 71,5% tersebut menurun dibandingkan dengan tahun 2020. 

Kluster Dukungan UMKM dan Korporasi dilaksanakan melalui program BPUM (Banpres Produktif untuk Usaha Mikro), BPTKLW (Bantuan Tunai Pelaku Usaha PKL dan Pemilik Warung), Imbal Jasa Penjaminan, Penempatan Dana pada perbankan, Subdisi Bunga KUR dan NonKUR, PMN untuk Hutama Karya, Pelindo III, KIW, ITDC, LPEI, Waskita Karya, LPI/INA. Program ini juga didukung melalui pemanfaatan dana pada kluster insentif usaha berupa insentif pajak.

Pada 2022, UMKM diarahkan untuk mempercepat pemulihan dan penyerapan tenaga kerja, mitigasi dampak dari pandemi Covid-19 dan menciptakan pemulihan ekonomi yang inklusif. Kinerja tersebut ditopang penguatan investasi dan ekspor serta kelanjutan pemulihan konsumsi masyarakat. Hal ini sejalan dengan agenda prioritas yang dibahas dalam pertemuan Presidensi G20 Indonesia.

Kita ketahui bersama bahwa pada 2022 ini perekonomian di berbagai negara perlahan berupaya kembali ke level pra-pandemi, termasuk Indonesia. Untuk program PEN di 2022, aggaran yang dialokasikan Rp455,6 triliun. Jumlah tersebut turun 38,8 persen dari alokasi 2021 atau turun 30,8% dari realisasi sementara anggaran PEN 2021. 

Pemerintah juga mengurangi jumlah program dalam PEN menjadi 3 kluster, yaitu penanganan kesehatan, perlindungan sosial dan penguatan ekonomi.

Dari ketiga program itu, penguatan ekonomi memiliki pos anggaran terbesar, yakni Rp178,3 triliun yang sebagian peruntukannya untuk dukungan UMKM. Disusul penanganan kesehatan sebesar Rp122,5 triliun dan perlinsos sebesar Rp154,8 triliun.

Merujuk dari apa yang dilakukan oleh pemerintah, pendanaan anggaran UMKM melalui program PEN sejak tahun 2020 sampai sekarang diupayakan terus optimal. Tahun 2020 dan 2021 dukungan UMKM merupakan pagu terbesar ketiga diantar kluster lainnya, namun tahun 2021 realisasi kluster dukungan UMKM terkecil diantara kluster lainnya.

Masih terdapat kendala dan tantangan dalam penganggaran dan pelaksanaan dukungan UMKM melalui program PEN yaitu, perencanaan dan pergeseran anggaran tidak sesuai kebutuhan, di mana salah satu penyebabnya karena luasnya kriteria program yang dapat dikategorikan sebagai program PEN.

Realisasi belanja dan pembiayaan tidak tetap sasaran, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat kualitas (mayoritas sektor UMKM masih informal dan akses penerima bantuan masih dirasa sulit, termasuk permasalahan gagal salur dan validitas data) hal ini juga menjadi temuan Laporan hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) semester II-2020.

Sebagai upaya perbaikan yang senantiasa dilakukan, beberapa hal yang dapat direkomendasikan. 

Pertama, dari sisi penganggaran, perlu dipastikan penganggaran program PEN untuk dukungan UMKM sudah  tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat kualitas (pada saat usulan diajukan masih perlu sinkronisasi dokumen usulan dengan stakeholder terkait khususnya hasil reviu APIP dan instansi terkait seperti Komite Penanganan Covid-19 & PEN/KPC PEN).

Kedua, dari sisi pengawasan, agar potensi ketidaktepatan sasaran dapat diminimalisir, diperlukan sinergi dan akuntabilitas monitoring, evaluasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat serta aparat pengawasan intern baik Inspektorat Daerah, Inspektorat pusat, BPKP dan BPK.

Ketiga, dari sisi sinergitas, penguatan sinergi kebijakan pemerintah provinsi dan pusat (antar K/L) terhadap dukungan UMKM khususnya sinergi dan koordinasi penetapan pengambilan keputusan yang sifatnya bersama melibatkan beberapa institusi.

Merujuk pada interaksi data dan fakta di atas dapat disimpulkan, betapa pum besarnya peranan UMKM dalam perekonomian, namun rentan terhadap goncangan, yang dapat memengaruhi sisi penawaran dan permintaan. Di sisi lain kebijakan pemerintah masih perlu diinformasikan secara detil dan senantiasa dievaluasi agar efektif dan efisien.

Bantuan untuk UMKM juga dilakukan melalui penyerapan dana APBD. Dalam hal ini, ada kewajiban bagi setiap pemerintah daerah memanfaatkan 405 dana APBD masing-masing untuk belanja UMKM. Alokasi APBD 40 persen untuk belanja dari pelaku UMKM sangat penting dalam mendorong perekonomian.

Berkaitan dengan ini penulis mencatat adanya instruksi Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian pada awal 2022 yang meminta seluruh pemerintah daerah mengalokasikan 40 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD untuk belanja produk atau jasa dari pelaku UMKM. Kebijakan itu dapat mendorong belanja terhadap UMKM hingga Rp200 triliun.

Tito menyebut bahwa permintaannya itu berupa afirmasi, sehingga akan terdapat landasan hukum. 

Menurutnya, alokasi APBD untuk belanja dari pelaku UMKM sangat penting dalam mendorong perekonomian. Dia menyebut bahwa target alokasi anggaran untuk produk UMKM dari pemerintah daerah (pemda) tingkat provinsi dapat mencapai Rp57 triliun dan di tingkat kabupaten atau kota di kisaran Rp143 triliun. 

Anggaran itu berasal dari alokasi APBD untuk pengadaan barang dan jasa yang mencapai Rp502,34 triliun, yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Penelusuran penulis menunjukkan bahwa banyak pemda yang telah menindaklanjuti permintaan  untuk belanja dari UMKM. Sejauh ini, komitmen yang dicapai telah melampaui target, mengingat per 11 April 2022 saja nilai komitmen dari pemda yang ada telah mencapai Rp257 triliun. 

Kementerian Dalam Negeri sedang memformulasikan sejumlah kebijakan untuk memastikan pemda dapat menjalankan target alokasi anggaran sehingga dalam beberapa waktu ke depan dapat memenuhi targetnya.

Pengalokasian berawal di tahap perencanaan, ketika musyawarah rencana pembangunan (musrenbang), yakni pemda harus mencantumkan alokasi anggaran APBD untuk UMKM.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun