“Semua itu dilakukan agar radio tersebut tidak digunakan oleh Pemerintahan Jepang. Semua bangunan dilokasi tersebut hancur, termasuk bangunan Gedung Sepuluh yang hancur lebur. Sekarang lokasi Gedong Sepuluh tersebut menjadi tempat lokasi Favorit untuk camping, tepatnya yang berada di Blok B1 sampai Blok B5,” ujar Mulyadi dengan nada penuh semangat.
Kolam Cinta
Tepat di depan bangunan eks pemancar radio Belanda tersebut juga terdapat sebuah kolam yang melegenda. Konon ada mitos yang diyakinin warga, kalau ada pasangan kekasih yang berenang atau mencuci muka di sana, maka pasangan ini akan bertemu jodoh dan sampai melangsungkan pernikahan.
”Dulu kolam ini, menjadi tempat favorit para meneer serta noni Belanda untuk berenang. Tepat di depan kantor pemancar Radio dibangun kolam yang membentuk hati, sehingga sering disebut kolam Cinta.” Tutur Mulyadi menjelaskan.
Kolam cinta tersebut kini masih bisa dinikmati masyarakat yang berwisata ke sana, walau keadaannya sudah rusak dan tidak terawat. Sungguh memperihatinkan dan perlu perhatian serius dari pemerintah, khususnya bagian sejarah dan pariwisata.
Gedong Sabahu
Sisa puing-puing bangunan yang terdapat di Gunung Puntang, bukan hanya kolam cinta. Ada juga bekas rumah dinas para meneer - yang menjadi petugas menjalankan pemancar Radio, dan namanya masih terpampang jelas dibekas rumah dinas tersebut. Seperti rumah Mr. Han Key, Mr Nelan, Mr. Vallaken, Mr. Bickman, Mr. Hodskey, dan Ir. Keh Kong yang hancur akibat serangan tentara Jepang. Sekarang lokasi komplek tersebut dijadikan tempat untuk main perang-perangan oleh pecinta olehraga paintball.
Gua Belanda
Selain radio dan kolam Cinta, masih terdapat sisa sejarah lainnya. Tidak jauh dari bekas komplek rumah dinas terdapat sebuah gua dengan panjang 200 meter. Gua tersebut biasa disebut oleh warga dan para pengunjung dengan sebutan “Gua Belanda”.
“Gua ini dulunya digunakan untuk menyimpan senjata, peralatan, dan barang, karena pada saat itu daerah Gunung Puntang menjadi daerah serangan tentara Jepang. Termasuk semua bangunan diluluhlantakkan dengan menyisakan puing-puing yang berserakan” pungkas Cecep Mulyadi
***