Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sudahkah Kita Berdaulat Secara Ekonomi?

22 Januari 2025   13:55 Diperbarui: 22 Januari 2025   13:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Pascasarjana UMSU)

Pengertian Kedaulatan Ekonomi

Kedaulatan ekonomi adalah kemampuan suatu negara untuk mengelola sumber daya alam, kebijakan ekonomi, dan keputusan strategisnya tanpa bergantung pada pihak asing. Konsep ini melibatkan kendali penuh atas aset nasional strategis, seperti energi, pertambangan, pertanian, dan infrastruktur. Kedaulatan ekonomi juga mencakup kemampuan negara untuk melindungi dan memperkuat kepentingan nasional dalam menghadapi tekanan global, termasuk dari investasi asing, utang luar negeri, atau kebijakan perdagangan internasional.

Dalam konteks Indonesia, kedaulatan ekonomi merupakan cita-cita yang terus diperjuangkan sejak kemerdekaan. Landasan konstitusional dalam Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Namun, dalam praktiknya, realitas kedaulatan ekonomi sering kali bertolak belakang dengan tujuan ideal tersebut. Banyak sektor strategis yang masih didominasi perusahaan asing atau bergantung pada investasi luar negeri.

Kedaulatan ekonomi tidak hanya mencakup kepemilikan aset, tetapi juga kemampuan negara untuk mengambil keputusan ekonomi yang bebas dari tekanan pihak luar. Misalnya, kemampuan untuk mengelola utang luar negeri tanpa menimbulkan krisis fiskal atau ketergantungan pada kebijakan internasional, seperti yang ditentukan oleh lembaga keuangan global.

Selain itu, kedaulatan ekonomi melibatkan pemerataan kesejahteraan rakyat. Hal ini berarti kekayaan nasional tidak hanya terkonsentrasi pada kelompok kecil, tetapi juga didistribusikan secara adil. Dengan kata lain, kedaulatan ekonomi bukan hanya soal independensi ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan ekonomi membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat.

Mencapai kedaulatan ekonomi membutuhkan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, serta keberanian untuk menata ulang kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan nasional dan rakyat.

Faktor-Faktor Penentu Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Kedaulatan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Dominasi asing, ketergantungan pada utang luar negeri, ketahanan perekonomian domestik, serta kemampuan pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi menjadi indikator utama yang menentukan sejauh mana Indonesia mampu mandiri secara ekonomi.

a. Dominasi Asing dalam Sektor Strategis

Indonesia dikenal memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, seperti minyak, gas, batu bara, mineral logam, serta hasil perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Namun, pengelolaan sumber daya ini masih didominasi oleh perusahaan asing.

1. Sumber Daya Alam (SDA)

Tambang dan Energi:

Salah satu contoh nyata adalah PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport-McMoRan, yang telah menguasai tambang emas dan tembaga di Papua selama puluhan tahun. Meski pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mengambil alih mayoritas saham melalui PT Inalum pada 2018, tantangan terkait transfer teknologi dan pengelolaan sumber daya secara mandiri masih menjadi persoalan besar.

Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa sekitar 85% hingga 90% sektor hilirisasi nikel di Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing, terutama perusahaan-perusahaan dari China. Hal ini terkait dengan pengolahan nikel dan pembangunan smelter yang sebagian besar dikelola oleh investor asing. Ini termasuk proyek-proyek besar yang memproduksi nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik, yang merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dari nikel, yang sebelumnya banyak diekspor dalam bentuk bijih mentah.

Hal di atas menunjukkan meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, sebagian besar keuntungan dari hilirisasi ini masih mengalir ke perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan ini membawa modal dan teknologi canggih untuk mendirikan fasilitas pengolahan nikel, yang mempengaruhi kontrol pasar dan keuntungan yang diperoleh Indonesia dari industri hilirisasi nikel tersebut.

Meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah dan menjadi pemain utama dalam pasar global, manfaat yang diterima oleh negara dan masyarakat domestik masih terbatas. Indonesia belum sepenuhnya menikmati kekayaan alamnya, karena sektor tambang nikel masih bergantung pada perusahaan asing dalam hal teknologi, investasi, dan pasar. Untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi, Indonesia perlu lebih memperkuat kapasitas pengolahan domestik, mengurangi ketergantungan pada perusahaan asing, dan memastikan distribusi keuntungan yang lebih merata serta keberlanjutan lingkungan yang lebih baik.

Di sektor minyak dan gas, perusahaan multinasional seperti Chevron, BP, dan ExxonMobil mendominasi eksplorasi dan produksi. Ketergantungan pada teknologi dan modal asing membuat Indonesia sulit untuk melepaskan diri dari pengaruh perusahaan-perusahaan ini.

Perkebunan:
Perusahaan multinasional juga menguasai sebagian besar lahan perkebunan strategis di Indonesia. Contohnya adalah Wilmar International, perusahaan yang berbasis di Singapura, yang merupakan salah satu pengelola utama industri kelapa sawit di Indonesia. Dampaknya tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga pada sosial dan lingkungan, termasuk konflik agraria dan deforestasi.

2. Infrastruktur dan Investasi Asing

Proyek-proyek besar infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta cepat, sering kali bergantung pada pendanaan asing. Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang didanai melalui pinjaman dari China Development Bank. Ketergantungan pada dana asing untuk proyek-proyek strategis ini menimbulkan risiko dalam jangka panjang, terutama jika kemampuan membayar utang terganggu.

3. Dampak Dominasi Asing

Ketergantungan pada investasi dan teknologi asing mengurangi kemampuan Indonesia untuk mengelola aset strategis secara mandiri.

Ketidakadilan dalam pembagian keuntungan, di mana keuntungan besar sering kali lebih banyak dinikmati oleh perusahaan asing dibandingkan negara atau masyarakat lokal.

Risiko eksploitasi berlebihan terhadap SDA, yang dapat mengancam keberlanjutan lingkungan dan generasi mendatang.

b. Ketergantungan pada Utang Luar Negeri

Utang luar negeri adalah salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan. Namun, ketergantungan yang berlebihan dapat menjadi penghalang bagi kedaulatan ekonomi.

1. Skala Utang Luar Negeri Indonesia

Hingga 2024, total utang luar negeri Indonesia mencapai lebih dari USD 400 miliar, terdiri dari utang pemerintah dan swasta. Pemerintah menggunakan utang ini untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Rasio utang terhadap PDB Indonesia berada di kisaran 39%, yang secara nominal masih di bawah ambang batas internasional sebesar 60%.

Namun, hal yang menjadi perhatian adalah meningkatnya porsi pembayaran utang dalam APBN. Pada 2024, alokasi anggaran untuk pembayaran cicilan dan bunga utang mencapai sekitar 20% dari total belanja negara. Hal ini mengurangi ruang fiskal untuk pembiayaan sektor lain yang lebih produktif, seperti pendidikan dan kesehatan.

2. Ketergantungan pada Utang untuk Infrastruktur

Pemerintah telah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama, dengan harapan dapat meningkatkan konektivitas dan daya saing ekonomi. Namun, banyak proyek besar yang dibiayai melalui pinjaman asing, seperti dari China dan Jepang.

Ketergantungan pada utang luar negeri meningkatkan risiko ekonomi, terutama jika nilai tukar rupiah melemah atau suku bunga internasional naik. Situasi ini dapat menyebabkan beban utang yang lebih besar, sehingga menghambat kemampuan Indonesia untuk mengelola keuangannya secara mandiri.

3. Tantangan dalam Membayar Utang

Kemampuan Indonesia untuk membayar utang sangat bergantung pada stabilitas ekonomi domestik dan pendapatan negara. Ketergantungan pada ekspor komoditas membuat pendapatan negara rentan terhadap fluktuasi harga global. Jika pendapatan negara menurun, kemampuan membayar utang dapat terganggu, yang pada gilirannya dapat memengaruhi peringkat kredit Indonesia di mata internasional.

c. Ketahanan Perekonomian Domestik

Ketahanan ekonomi domestik merupakan indikator penting dalam menilai kedaulatan ekonomi suatu negara. Hal ini mencakup kapasitas produksi dalam negeri, diversifikasi ekonomi, daya beli masyarakat, dan ketahanan terhadap guncangan eksternal.

1. Struktur Ekonomi yang Rentan

Dominasi Ekspor Bahan Mentah:
Ekspor Indonesia masih didominasi oleh bahan mentah seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel. Ketergantungan ini membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

Kurangnya Hilirisasi:
Meski pemerintah telah memulai kebijakan hilirisasi, hasilnya belum maksimal. Industri pengolahan masih lemah, sehingga nilai tambah produk SDA lebih banyak dinikmati oleh negara lain.

2. Ketimpangan Ekonomi dan Sosial

Ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia masih menjadi masalah serius. Menurut data terbaru, indeks Gini Indonesia berada di angka 0,38, menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara kelompok kaya dan miskin.

Urbanisasi Tanpa Perencanaan:
Konsentrasi ekonomi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya membuat daerah lain tertinggal. Hal ini memperburuk ketimpangan ekonomi antarwilayah.

Minimnya Dukungan untuk Sektor Informal:
Sebagian besar tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal, yang sering kali tidak mendapat perlindungan sosial atau akses terhadap modal.

3. Daya Beli Masyarakat yang Lemah

Pandemi COVID-19 dan dampak ekonomi global telah melemahkan daya beli masyarakat Indonesia. Meski inflasi relatif terkendali, daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya.

Data terbaru menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia mengalami penurunan. Pada September 2024, Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,12% dibandingkan bulan sebelumnya, yang menunjukkan penurunan harga barang dan jasa secara umum.

Selain itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada November 2024 tercatat hanya 49,6, yang berada di bawah angka 50 dan menunjukkan kontraksi dalam sektor manufaktur.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan daya beli ini antara lain adalah penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan pengangguran, dan inflasi yang mempengaruhi harga barang dan jasa. Misalnya, alokasi pendapatan untuk menabung mengalami penurunan dari 15,7% menjadi 15,4%, yang menunjukkan berkurangnya kemampuan masyarakat untuk menabung.

Untuk mengatasi penurunan daya beli ini, pemerintah dan otoritas terkait perlu mengambil langkah-langkah strategis, seperti meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga stabilitas harga barang dan jasa.

4. Upah Tenaga Kerja Domestik yang Rendah.

Berdasarkan data yang tersedia, Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara dengan upah minimum terendah di dunia, dengan nilai Rp2.036.947 per bulan.  Upah minimum ini bervariasi antar provinsi; misalnya, DKI Jakarta memiliki upah minimum tertinggi sebesar Rp5.067.381 per bulan, sedangkan Jawa Tengah memiliki upah minimum terendah.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki rata-rata upah sekitar Rp5 juta per bulan, yang menempatkannya di posisi menengah dibandingkan negara-negara tetangga.  Namun, tingkat upah minimum yang relatif rendah menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di kategori negara dengan upah minimum rendah secara global.

Selain itu, penerapan struktur dan skala upah di Indonesia masih terbatas. Dari 2,6 juta perusahaan yang terdaftar, hanya 68.605 perusahaan yang telah menerapkan struktur dan skala upah.  Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan belum memiliki pedoman yang jelas dalam penetapan upah, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan pekerja dan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global.

Besaran upah tenaga kerja domestik adalah indikator yang sangat relevan untuk menilai kedaulatan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, rendahnya tingkat upah menunjukkan bahwa negara belum sepenuhnya berdaulat secara ekonomi, karena tenaga kerja lokal belum menikmati hasil pembangunan secara adil. Namun, dengan reformasi kebijakan yang tepat dan penguatan daya tawar tenaga kerja, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan mewujudkan kedaulatan ekonomi yang inklusif.

Kesimpulan 

Berdasarkan berbagai indikator yang telah dibahas, termasuk tingkat upah, ketergantungan ekonomi terhadap asing, struktur ekonomi, dan kebijakan fiskal serta moneter yang ada, dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih perlu bekerja keras untuk mewujudkan kedaulatan ekonominya.

1. Tingkat Upah dan Kesejahteraan Tenaga Kerja: Upah tenaga kerja domestik Indonesia, yang termasuk dalam kategori rendah secara global, mencerminkan ketimpangan dalam distribusi hasil pertumbuhan ekonomi. Meskipun terdapat perbedaan antar daerah, upah rata-rata yang rendah menunjukkan bahwa banyak pekerja Indonesia tidak sepenuhnya menikmati hasil dari kemajuan ekonomi. Ini mencerminkan adanya ketergantungan pada sektor-sektor yang dikuasai oleh perusahaan asing, di mana upah yang rendah sering kali menjadi strategi untuk menarik investasi asing.

2. Ketergantungan terhadap Investasi Asing: Meskipun Indonesia berhasil menarik sejumlah besar investasi asing, ketergantungan ini juga membawa tantangan, karena perusahaan asing sering kali memiliki kontrol yang lebih besar atas sektor-sektor ekonomi penting, seperti energi, pertambangan, dan manufaktur. Hal ini berkontribusi pada terbatasnya ruang bagi Indonesia untuk mengelola dan mengarahkan kebijakan ekonomi sesuai dengan kepentingan nasional.

3. Struktur Ekonomi dan Ketimpangan: Ketimpangan ekonomi dan sosial yang cukup besar di Indonesia mengindikasikan bahwa tidak semua lapisan masyarakat menikmati hasil pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar sektor ekonomi dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, dan ini menciptakan ketimpangan distribusi kekayaan yang menjadi salah satu hambatan dalam mencapai kedaulatan ekonomi.

4. Tantangan Ekonomi Makro: Inflasi yang terkendali dan langkah-langkah kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia, meskipun membantu mengendalikan stabilitas ekonomi, belum sepenuhnya mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara merata. Dengan inflasi yang masih rendah, namun daya beli masyarakat cenderung menurun, menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

5. Ketersediaan Lapangan Kerja dan Kualitas Tenaga Kerja: Sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi, dan meskipun ada perbaikan di sektor lain, kualitas tenaga kerja Indonesia, ditambah dengan tingginya ketergantungan pada upah rendah, masih menjadi tantangan besar. Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan kerja, serta penciptaan lapangan kerja berkualitas, sangat penting untuk mencapai kedaulatan ekonomi.

Hal- hal di atas mengindikasikan Indonesia masih berada dalam perjalanan panjang untuk mencapai kedaulatan ekonomi yang sesungguhnya. Meskipun beberapa kebijakan telah diambil untuk mendorong pertumbuhan, tantangan besar tetap ada dalam hal distribusi kekayaan, ketergantungan terhadap modal asing, serta rendahnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan reformasi struktural, penguatan sektor-sektor domestik, dan kebijakan yang lebih berpihak pada penguatan sumber daya manusia untuk menciptakan kedaulatan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun