Tambang dan Energi:
Salah satu contoh nyata adalah PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport-McMoRan, yang telah menguasai tambang emas dan tembaga di Papua selama puluhan tahun. Meski pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mengambil alih mayoritas saham melalui PT Inalum pada 2018, tantangan terkait transfer teknologi dan pengelolaan sumber daya secara mandiri masih menjadi persoalan besar.
Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa sekitar 85% hingga 90% sektor hilirisasi nikel di Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing, terutama perusahaan-perusahaan dari China. Hal ini terkait dengan pengolahan nikel dan pembangunan smelter yang sebagian besar dikelola oleh investor asing. Ini termasuk proyek-proyek besar yang memproduksi nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik, yang merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dari nikel, yang sebelumnya banyak diekspor dalam bentuk bijih mentah.
Hal di atas menunjukkan meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, sebagian besar keuntungan dari hilirisasi ini masih mengalir ke perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan ini membawa modal dan teknologi canggih untuk mendirikan fasilitas pengolahan nikel, yang mempengaruhi kontrol pasar dan keuntungan yang diperoleh Indonesia dari industri hilirisasi nikel tersebut.
Meskipun Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah dan menjadi pemain utama dalam pasar global, manfaat yang diterima oleh negara dan masyarakat domestik masih terbatas. Indonesia belum sepenuhnya menikmati kekayaan alamnya, karena sektor tambang nikel masih bergantung pada perusahaan asing dalam hal teknologi, investasi, dan pasar. Untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi, Indonesia perlu lebih memperkuat kapasitas pengolahan domestik, mengurangi ketergantungan pada perusahaan asing, dan memastikan distribusi keuntungan yang lebih merata serta keberlanjutan lingkungan yang lebih baik.
Di sektor minyak dan gas, perusahaan multinasional seperti Chevron, BP, dan ExxonMobil mendominasi eksplorasi dan produksi. Ketergantungan pada teknologi dan modal asing membuat Indonesia sulit untuk melepaskan diri dari pengaruh perusahaan-perusahaan ini.
Perkebunan:
Perusahaan multinasional juga menguasai sebagian besar lahan perkebunan strategis di Indonesia. Contohnya adalah Wilmar International, perusahaan yang berbasis di Singapura, yang merupakan salah satu pengelola utama industri kelapa sawit di Indonesia. Dampaknya tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga pada sosial dan lingkungan, termasuk konflik agraria dan deforestasi.
2. Infrastruktur dan Investasi Asing
Proyek-proyek besar infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, dan kereta cepat, sering kali bergantung pada pendanaan asing. Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang didanai melalui pinjaman dari China Development Bank. Ketergantungan pada dana asing untuk proyek-proyek strategis ini menimbulkan risiko dalam jangka panjang, terutama jika kemampuan membayar utang terganggu.
3. Dampak Dominasi Asing
Ketergantungan pada investasi dan teknologi asing mengurangi kemampuan Indonesia untuk mengelola aset strategis secara mandiri.