Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Peluang dan Tantangan BRICS Dalam Sistem Ekonomi Global

7 Januari 2025   17:59 Diperbarui: 7 Januari 2025   17:59 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah BRICS

BRICS—sebuah akronim yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan—merupakan kelompok negara yang memiliki ekonomi besar dan berkembang, yang secara kolektif menjadi kekuatan yang cukup signifikan dalam perekonomian global. Awalnya dikenal sebagai "BRIC" tanpa kehadiran Afrika Selatan, kelompok ini dibentuk dengan tujuan utama untuk mengubah lanskap perekonomian dunia yang pada saat itu didominasi oleh negara-negara maju, terutama Amerika Serikat dan negara-negara G7. 

Ide tentang BRICS pertama kali muncul pada tahun 2001, ketika ekonom asal Goldman Sachs, Jim O'Neill, menulis sebuah laporan yang memprediksi bahwa Brasil, Rusia, India, dan Cina akan menjadi negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dalam beberapa dekade mendatang. Pada awalnya, kelompok ini hanya mencakup empat negara: Brasil, Rusia, India, dan Cina. Namun, pada tahun 2010, Afrika Selatan bergabung dan menambahkan dimensi tambahan pada kelompok tersebut, yang menjadikannya "BRICS."

Meskipun BRICS memiliki sejarah yang relatif muda dalam hal hubungan internasional, kelompok ini telah berkembang pesat. Negara-negara ini, meskipun memiliki perbedaan dalam hal sistem politik, budaya, dan tingkat pembangunan, memiliki tujuan bersama untuk menciptakan sistem ekonomi global yang lebih seimbang dan adil. Mereka menginginkan diversifikasi kekuatan ekonomi dunia yang lebih besar, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada negara-negara maju dan, lebih khusus lagi, pada dolar AS.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh BRICS adalah dominasi dolar AS dalam sistem ekonomi global. Sejak akhir Perang Dunia II, dolar AS telah menjadi mata uang dominan di pasar internasional. Hal ini didorong oleh perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 yang menetapkan dolar sebagai mata uang cadangan dunia dan menggantikannya dengan standar emas. Walaupun sistem Bretton Woods dihentikan pada 1971, dolar AS tetap memegang peran utama sebagai mata uang cadangan global.

Negara-negara BRICS, yang sebagian besar merupakan negara dengan ekonomi berkembang, mulai merasakan dampak dari ketergantungan ini. Salah satunya adalah bagaimana fluktuasi nilai dolar dapat memengaruhi kestabilan ekonomi mereka. Negara-negara ini juga menyadari bahwa sistem yang bergantung pada dolar AS menciptakan ketidakseimbangan yang memperburuk ketidaksetaraan global.

BRICS berpotensi memainkan peran besar dalam mengubah sistem ekonomi global, terutama dengan mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan berusaha memperkenalkan alternatif yang lebih inklusif dan beragam. Namun, perjalanan mereka tidak mudah dan penuh dengan tantangan besar. Beberapa peluang dan tantangan utama BRICS dalam konteks ekonomi global akan dibahas di bagian selanjutnya.

Peluang Ekonomi dan Keuangan bagi BRICS

BRICS memiliki potensi besar untuk merombak sistem ekonomi global yang ada, dengan pendekatan yang lebih inklusif dan adil. Negara-negara anggota BRICS memiliki peluang untuk mendiversifikasi kekuatan ekonomi dunia dengan memperkenalkan alternatif bagi sistem yang selama ini didominasi oleh negara-negara G7 dan mata uang dolar AS. Di bawah ini adalah beberapa peluang yang dimiliki BRICS:

1. Penguatan Mata Uang Lokal dan Pengurangan Ketergantungan pada Dolar AS

Salah satu tujuan utama BRICS adalah untuk mengurangi ketergantungan global pada dolar AS sebagai mata uang cadangan utama. Hal ini bukanlah hal yang mudah, mengingat dolar telah mendominasi perdagangan internasional dan investasi global selama lebih dari tujuh dekade. Namun, dengan semakin kuatnya perekonomian negara-negara BRICS, ada dorongan untuk mulai bertransaksi menggunakan mata uang lokal mereka sendiri, atau bahkan menciptakan mata uang alternatif.

Menurut Dr. David Beavers, seorang ekonom internasional dari Universitas London, “Salah satu alasan utama negara-negara BRICS ingin mengurangi ketergantungan pada dolar AS adalah ketidakstabilan yang dapat ditimbulkan oleh fluktuasi nilai tukar dolar. Selain itu, ini juga bertujuan untuk memberi negara-negara berkembang lebih banyak kontrol atas kebijakan moneter mereka.”

Hal ini dapat dilihat dari inisiatif penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral antara negara-negara BRICS. Misalnya, Brasil dan Cina telah sepakat untuk melakukan perdagangan menggunakan mata uang masing-masing, yakni real Brasil dan yuan Cina. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh dolar dalam transaksi mereka dan meningkatkan kestabilan ekonomi mereka.

2. Pembentukan Bank Pembangunan BRICS (New Development Bank)

BRICS mendirikan New Development Bank (NDB) pada 2014, yang bertujuan untuk menyediakan alternatif pembiayaan bagi negara-negara berkembang. Bank ini dibentuk dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF yang sering dianggap lebih berpihak pada negara-negara maju.

Pada 2023, NDB telah mengalokasikan lebih dari $30 miliar untuk berbagai proyek pembangunan di negara-negara berkembang, termasuk infrastruktur, energi, dan pengentasan kemiskinan. Bank ini telah menunjukkan bahwa ada alternatif bagi negara-negara berkembang untuk mendapatkan akses pendanaan tanpa harus mengikuti ketentuan ketat dari lembaga keuangan global.

 Dr. Robert Wade, seorang pakar ekonomi pembangunan dari London School of Economics, menyatakan, “NDB memberikan peluang bagi negara-negara berkembang untuk mendanai proyek-proyek penting tanpa terikat oleh kebijakan luar negeri negara besar atau pinjaman yang terlalu berat dari IMF.”

3. Kerja Sama Ekonomi yang Lebih Kuat dalam Sektor Energi

BRICS juga berpotensi memperkuat kerja sama di sektor energi. Negara-negara anggota BRICS, terutama Rusia dan Brasil, memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sementara Cina dan India adalah konsumen energi terbesar di dunia. Dengan meningkatnya permintaan energi global, BRICS memiliki peluang besar untuk memimpin aliansi energi yang dapat memperkuat posisi mereka di pasar global.

Sebagai contoh Rusia telah memperluas kerja sama energi dengan Cina melalui proyek gas alam dan minyak, dan Brasil juga berusaha untuk menjadi eksportir energi terbarukan melalui energi angin dan surya. Kemitraan semacam ini membantu negara-negara BRICS untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi energi global.

Terima kasih atas persetujuannya! Mari kita lanjutkan untuk membahas lebih dalam mengenai peluang dan tantangan BRICS, serta dampaknya terhadap sistem ekonomi global.

4. Mengurangi Ketergantungan pada Dolar AS

Salah satu tantangan besar dalam sistem ekonomi global saat ini adalah ketergantungan pada dolar AS sebagai mata uang cadangan internasional. Sebagai mata uang dominan dalam perdagangan global, dolar AS memberikan keuntungan bagi Amerika Serikat dalam bentuk pengaruh ekonomi dan politik. Namun, ketergantungan ini juga menimbulkan risiko bagi negara-negara lain, karena fluktuasi nilai tukar dan kebijakan moneter AS dapat berdampak signifikan pada ekonomi global.

BRICS berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar dengan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan antar anggotanya. Inisiatif seperti sistem pembayaran berbasis BRICS dan pemanfaatan yuan Cina sebagai alternatif dalam perdagangan internasional memberikan peluang bagi negara-negara anggota untuk memperkuat kemandirian ekonomi mereka.

Pada tahun 2023, Cina dan Rusia memperkenalkan sistem pembayaran alternatif SWIFT bernama SPFS (System for Transfer of Financial Messages), yang memungkinkan kedua negara untuk melakukan transaksi internasional tanpa bergantung pada SWIFT yang berbasis di AS.

Selain itu, beberapa negara anggota BRICS seperti India, Brasil, dan Afrika Selatan telah memulai eksperimen untuk melakukan perdagangan dengan menggunakan mata uang lokal mereka, seperti rupiah, real, dan rupee.

Menurut Dr. Nouriel Roubini, ekonom yang terkenal dengan ramalannya tentang krisis keuangan global, “BRICS memiliki peluang untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, namun hal ini memerlukan kerja sama yang erat dan sistem yang solid antara negara-negara anggotanya. Proses ini tidak akan mudah, tetapi langkah-langkah yang mereka ambil sudah menuju arah yang benar.”

Selain itu, jika BRICS dapat meyakinkan negara-negara besar lainnya untuk menerima mata uang lokal mereka dalam transaksi internasional, mereka akan memiliki kekuatan tawar yang lebih besar dalam sistem ekonomi global.

5. Peran BRICS dalam Pengembangan Ekonomi Digital

Di tengah revolusi teknologi digital, negara-negara BRICS juga memiliki peluang besar untuk berperan dalam pengembangan ekonomi digital global. Dengan jumlah penduduk yang besar, terutama di India dan Cina, serta kemajuan teknologi di bidang AI, big data, dan e-commerce, BRICS dapat mempercepat digitalisasi ekonomi mereka dan memainkan peran kunci dalam ekosistem digital global.

Cina memimpin dalam hal ekonomi digital, dengan lebih dari 900 juta pengguna internet pada tahun 2022, dan India juga mencatatkan pertumbuhan luar biasa dalam sektor e-commerce, dengan proyeksi pasar digital mencapai $100 miliar pada 2025.

Brasil dan Afrika Selatan juga menunjukkan kemajuan dalam penerapan teknologi digital di sektor pemerintahan dan bisnis.

Profesor Klaus Schwab, pendiri dan Ketua Eksekutif World Economic Forum, berpendapat, “Ekonomi digital adalah masa depan, dan BRICS memiliki potensi besar untuk mendominasi sektor ini. Dengan kemajuan teknologi di negara-negara anggota, BRICS dapat memperkenalkan inovasi yang bermanfaat secara global, terutama di negara-negara berkembang yang membutuhkan solusi digital yang lebih murah dan efisien.”

Tantangan BRICS dalam Sistem Ekonomi Global

1. Ketidaksetaraan Ekonomi dan Politik yang Dalam

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi BRICS adalah ketidaksetaraan yang ada di antara anggotanya. Meskipun Cina dan India adalah dua ekonomi terbesar di dunia berdasarkan PDB, negara-negara lain seperti Brasil dan Afrika Selatan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar. Hal ini menciptakan ketegangan dalam koordinasi kebijakan ekonomi dan politik yang dapat memperlambat upaya mereka untuk mencapai kesepakatan yang solid.

PDB Cina pada 2023 diperkirakan mencapai sekitar $18 triliun, sementara PDB Afrika Selatan hanya sekitar $450 miliar pada tahun yang sama.

Ketidaksetaraan pendapatan juga terlihat dalam hal distribusi kekayaan, di mana Cina dan India lebih maju dalam sektor industri dan teknologi, sementara Brasil dan Afrika Selatan masih bergantung pada komoditas alam.

Dr. Raghuram Rajan, yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral India, mengatakan, “BRICS memiliki kesenjangan yang cukup besar dalam hal ukuran ekonomi dan kapasitas sumber daya. Hal ini menambah kerumitan dalam merumuskan kebijakan yang bisa diterima oleh semua pihak, yang tentu saja menjadi tantangan besar.”

2. Sanksi Ekonomi dan Ketegangan Politik Global

BRICS juga menghadapi tekanan dari sanksi internasional, terutama bagi Rusia, yang telah dikenakan sanksi oleh negara-negara Barat sejak 2014 akibat aneksasi Krimea dan keterlibatannya dalam konflik Ukraina. Ketegangan politik ini dapat memperburuk ketegangan dalam forum BRICS dan menghambat kerjasama internasional di berbagai bidang.

Rusia mengalami penurunan ekonomi yang signifikan setelah diberlakukannya sanksi internasional pada 2014, dan meskipun ada upaya diversifikasi ekonomi, dampak negatifnya tetap terasa hingga kini.

Selain itu, hubungan yang lebih erat antara Cina dan Rusia dalam bidang energi dan politik sering kali menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Barat.

Profesor David Baldwin dari Universitas Princeton mengemukakan, “BRICS perlu bekerja keras untuk menjaga keharmonisan internal mereka, terutama ketika ada ketegangan internasional yang besar, karena sanksi atau kebijakan luar negeri yang kontroversial dapat mengancam koherensi kelompok ini.”

3. Dominasi AS dalam Sistem Keuangan Internasional

Meskipun BRICS memiliki potensi besar untuk mengubah sistem ekonomi global, dominasi Amerika Serikat melalui kebijakan internasional dan pengaruh politik serta ekonomi yang kuat masih menjadi hambatan besar. AS terus mempengaruhi kebijakan internasional melalui lembaga-lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan bahkan lewat aliansi militer dan ekonomi seperti NATO.

 Michael Pettis, seorang ekonom dari Universitas Peking, mengatakan, “Meski BRICS memiliki banyak peluang untuk mengubah dinamika global, AS masih memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sistem keuangan internasional. Negara-negara BRICS harus menghadapi kenyataan ini jika mereka ingin berhasil mengubah struktur yang ada.”

4. Konflik Geopolitik dan Peran AS dalam Dinamika Global

Selain tantangan internal, BRICS juga harus menghadapi tantangan eksternal yang terkait dengan geopolitik. Ketegangan politik antara negara-negara BRICS dan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, berpotensi mengganggu hubungan ekonomi yang ada. Amerika Serikat, sebagai kekuatan ekonomi dan militer terbesar di dunia, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan internasional, baik melalui sanksi ekonomi maupun aliansi militer seperti NATO.

Rusia dan Cina telah menghadapi sanksi internasional yang keras akibat kebijakan luar negeri mereka yang dianggap bertentangan dengan kepentingan AS dan sekutunya.

Ketegangan yang meningkat antara AS dan Cina terkait perdagangan, teknologi, dan masalah politik internasional (seperti Laut Cina Selatan) dapat memengaruhi kestabilan ekonomi global, yang tentunya akan berdampak pada BRICS.

Profesor Francis Fukuyama, seorang ahli politik internasional, menyatakan, “Dominasi AS dalam banyak aspek kehidupan internasional membuat negara-negara non-Barat seperti BRICS harus bekerja ekstra untuk memperkuat koalisi mereka dan melindungi kepentingan bersama mereka dalam menghadapi tekanan eksternal.”

BRICS perlu merumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari ketegangan ini dan mencari aliansi yang lebih kuat di luar negara-negara Barat, sambil terus berusaha untuk mencapai tujuan ekonomi mereka.

5. Koordinasi Kebijakan Ekonomi yang Rumit

Sebagai aliansi yang terdiri dari negara-negara dengan latar belakang ekonomi yang sangat berbeda, BRICS harus menghadapi tantangan dalam hal koordinasi kebijakan ekonomi. Negara-negara dengan tingkat pembangunan yang berbeda, seperti Cina yang sudah menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia dan India yang sedang berkembang, memiliki prioritas yang berbeda dalam hal kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan.

Ketimpangan ekonomi antara negara-negara BRICS terlihat dalam perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi dan perbedaan dalam sektor unggulan. Misalnya, Cina dan India lebih dominan dalam sektor teknologi dan manufaktur, sementara Brasil dan Afrika Selatan bergantung pada sektor komoditas.

Selain itu, masalah sosial-ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran juga bervariasi antara anggota BRICS, yang dapat memperumit pengambilan keputusan bersama.

 Profesor Danny Quah, seorang ahli ekonomi internasional, mengungkapkan, “BRICS menghadapi kesulitan dalam merumuskan kebijakan ekonomi bersama yang dapat diterima oleh semua anggotanya. Kesenjangan ekonomi yang besar antara anggota BRICS menambah kompleksitas dalam mencapai tujuan bersama mereka.”

Jika BRICS ingin menjadi pemain utama dalam ekonomi global, mereka harus menemukan cara untuk mengatasi perbedaan ini dan bekerja sama dalam merumuskan kebijakan yang saling menguntungkan.

Kesimpulan: BRICS di Masa Depan Ekonomi Global

BRICS telah menunjukkan potensi besar untuk mengubah dinamika ekonomi global. Dengan peluang-peluang yang mereka miliki dalam memperkuat kerjasama perdagangan, menciptakan sistem finansial alternatif, mengurangi ketergantungan pada dolar AS, dan berperan dalam ekonomi digital, BRICS dapat menjadi kekuatan yang lebih besar dalam sistem ekonomi internasional.

Namun, tantangan yang mereka hadapi tidak dapat diabaikan. Ketidaksetaraan ekonomi di antara anggota, ketegangan geopolitik dengan negara-negara Barat, serta perbedaan kebijakan ekonomi menjadi hambatan yang harus diatasi dengan cermat. Dengan berfokus pada solidaritas internal dan membangun aliansi yang kuat di luar blok Barat, BRICS memiliki potensi untuk menjadi pilar utama dalam sistem ekonomi global yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Peluang dan tantangan ini akan membentuk arah masa depan BRICS. Apakah mereka dapat menyatukan visi dan kekuatan mereka untuk menghadapi tantangan global? Hanya waktu yang akan menentukan, namun langkah-langkah yang telah diambil hingga kini menunjukkan bahwa BRICS sedang bergerak ke arah yang menjanjikan.

BRICS memiliki peluang yang besar untuk merombak sistem ekonomi global dengan cara yang lebih adil dan berimbang. Melalui pembentukan lembaga seperti New Development Bank dan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS, BRICS menunjukkan bahwa mereka dapat menjadi kekuatan yang signifikan dalam perekonomian dunia. Namun, tantangan besar masih ada, terutama dalam hal perbedaan ekonomi dan politik di antara anggota, ketidakstabilan domestik, serta dominasi ekonomi AS yang masih kuat.

Ke depan, peran BRICS akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan internal dan eksternal serta seberapa efektif mereka dapat menciptakan sistem alternatif yang dapat diterima oleh negara-negara berkembang lainnya. Dalam perjalanan panjang mereka, BRICS akan terus menjadi pemain penting yang patut diperhatikan dalam sistem ekonomi global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun