Tantangan BRICS dalam Sistem Ekonomi Global
1. Ketidaksetaraan Ekonomi dan Politik yang Dalam
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi BRICS adalah ketidaksetaraan yang ada di antara anggotanya. Meskipun Cina dan India adalah dua ekonomi terbesar di dunia berdasarkan PDB, negara-negara lain seperti Brasil dan Afrika Selatan menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar. Hal ini menciptakan ketegangan dalam koordinasi kebijakan ekonomi dan politik yang dapat memperlambat upaya mereka untuk mencapai kesepakatan yang solid.
PDB Cina pada 2023 diperkirakan mencapai sekitar $18 triliun, sementara PDB Afrika Selatan hanya sekitar $450 miliar pada tahun yang sama.
Ketidaksetaraan pendapatan juga terlihat dalam hal distribusi kekayaan, di mana Cina dan India lebih maju dalam sektor industri dan teknologi, sementara Brasil dan Afrika Selatan masih bergantung pada komoditas alam.
Dr. Raghuram Rajan, yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral India, mengatakan, “BRICS memiliki kesenjangan yang cukup besar dalam hal ukuran ekonomi dan kapasitas sumber daya. Hal ini menambah kerumitan dalam merumuskan kebijakan yang bisa diterima oleh semua pihak, yang tentu saja menjadi tantangan besar.”
2. Sanksi Ekonomi dan Ketegangan Politik Global
BRICS juga menghadapi tekanan dari sanksi internasional, terutama bagi Rusia, yang telah dikenakan sanksi oleh negara-negara Barat sejak 2014 akibat aneksasi Krimea dan keterlibatannya dalam konflik Ukraina. Ketegangan politik ini dapat memperburuk ketegangan dalam forum BRICS dan menghambat kerjasama internasional di berbagai bidang.
Rusia mengalami penurunan ekonomi yang signifikan setelah diberlakukannya sanksi internasional pada 2014, dan meskipun ada upaya diversifikasi ekonomi, dampak negatifnya tetap terasa hingga kini.
Selain itu, hubungan yang lebih erat antara Cina dan Rusia dalam bidang energi dan politik sering kali menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Barat.
Profesor David Baldwin dari Universitas Princeton mengemukakan, “BRICS perlu bekerja keras untuk menjaga keharmonisan internal mereka, terutama ketika ada ketegangan internasional yang besar, karena sanksi atau kebijakan luar negeri yang kontroversial dapat mengancam koherensi kelompok ini.”