Corong itu abadi. Zaman boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tetapi ia akan selalu menjadi suara zaman, seperti gema di lembah yang tak pernah hilang.
Ketika tirani mencoba menutupinya, corong itu menjadi lebih kuat. Ia seperti aliran sungai yang mencari celah, selalu menemukan jalannya.
Pers adalah jantung demokrasi. Tanpanya, suara rakyat hanya akan menjadi bisikan yang hilang di tengah kegaduhan kekuasaan.
Ketika yang lemah dilupakan, corong itu mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dengan martabat. Ia seperti lonceng yang berbunyi di tengah sunyi.
 Keberadaannya adalah pengingat bahwa keadilan harus selalu diperjuangkan. Ia adalah pedang bermata dua yang melindungi dan menyerang ketidakadilan.
Meski banyak yang mencoba memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, corong itu selalu kembali pada misinya: menyuarakan kebenaran. Ia seperti kompas yang tak pernah kehilangan arah.
 Ia tidak pernah takut pada siapa pun. Penguasa, korporasi, atau kekuatan besar lainnya tak mampu meredam suaranya. Ia seperti badai yang tak terhentikan.
Dalam sunyi, corong itu berbicara. Dalam hiruk pikuk, corong itu menenangkan. Ia adalah suara hati manusia yang mencari kebenaran.
Corong itu adalah pers. Ia adalah penjaga, pelindung, dan penyebar kebenaran yang tak tergoyahkan. Seperti matahari, ia akan selalu terbit, membawa terang di tengah kegelapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H