Pers: Corong yang Kokoh Penyebar Suara Kebenaran
Pers adalah corong yang kokoh, simbol kekuatan, kebebasan, dan keberanian. Ia ibarat sebuah mercusuar di tengah badai, berdiri tegak meski angin kencang mencoba meruntuhkannya. Dengan dasar kejujuran dan empati, ia menyalakan obor kebenaran, menjadi pemandu bagi mereka yang tersesat di gelapnya samudra kebohongan.
 Corong itu bukan milik siapa pun, tetapi milik semua orang. Ia adalah harta milik zaman, warisan abadi yang melintasi batas generasi dan geografis. Ia seperti angin bebas, bergerak tanpa sekat, membawa suara keadilan ke setiap sudut dunia tanpa meminta izin.
Ketika seorang petani kehilangan sawahnya karena kerakusan kekuasaan, corong itu menangis keras. Tangisannya seperti raungan guruh yang memecah langit, memanggil hati yang masih memiliki nurani agar mendengar jeritan kaum tertindas.
Saat hukum menjadi permainan segelintir penguasa, corong itu meraung lantang. Ia seperti genderang perang, memanggil para pejuang keadilan untuk kembali memperjuangkan hukum yang bersih dari noda kebatilan.
 Namun, ketika seorang ibu miskin yang berjuang demi anak-anaknya akhirnya mendapatkan keadilan, corong itu bernyanyi riang. Melodinya seperti aliran air pegunungan, mendinginkan panasnya dunia yang kerap penuh ketidakadilan.
Corong itu adalah simbol perlawanan yang tak pernah redup. Ia seperti pohon beringin tua yang akarnya menghujam dalam, tak tergoyahkan oleh badai. Ancaman dan kekerasan hanya menjadi angin lalu baginya.
Dalam catatan sejarah manusia, corong itu hadir di medan perang, ruang sidang, hingga jalan-jalan penuh demonstrasi. Ia adalah gema hati nurani yang tak bisa dibungkam, pembawa suara kebenaran di tengah hiruk pikuk ketidakpastian.
Pers adalah benteng terakhir kejujuran. Ketika institusi lain runtuh oleh korupsi dan kebohongan, ia seperti batu karang yang tetap berdiri di tengah ombak ganas, menjadi sandaran bagi mereka yang mencari kebenaran.
Ia adalah penjaga kebebasan. Tanpa corong itu, kebebasan seperti burung tanpa sayap---hanya bayangan yang tak bisa terbang.
Empati adalah inti dari corong ini. Ia tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi merasakan pedihnya luka dari setiap air mata yang jatuh. Ia seperti sebuah pelukan hangat di malam yang dingin, memberikan harapan bagi mereka yang hampir menyerah.
Di pelosok desa hingga kota besar, corong itu menggema. Ia seperti cahaya fajar yang tak terbendung oleh kegelapan, membawa harapan ke seluruh penjuru negeri.
Keberaniannya adalah panutan. Dalam ketakutan, ia tetap berbicara. Dalam ancaman, ia tetap bernyanyi. Ia seperti lilin kecil yang terus menyala di tengah badai.
 Ketika suara-suara lain memilih diam, corong itu tetap berteriak. Ia menjadi terompet kebenaran bagi mereka yang dibungkam, sebuah nyala api yang tak kunjung padam.
 Corong itu adalah saksi sejarah yang setia. Ia mencatat perjalanan manusia seperti tinta di atas papirus kuno, menyimpan kisah-kisah keadilan dan ketidakadilan untuk generasi mendatang.
Tidak ada kekuatan yang mampu memusnahkannya. Ia seperti phoenix yang bangkit dari abu, selalu kembali lebih kuat meski dihancurkan berkali-kali.
 Ia bukan sekadar alat penyampai informasi. Corong itu adalah penjaga jiwa manusia, seperti cermin yang memantulkan nurani kolektif masyarakat.
Ketika yang lemah dilayani, corong itu menjadi melodi kemenangan, seperti simfoni alam yang memuja keadilan.
Kejujuran adalah napasnya. Tanpa kejujuran, corong itu kehilangan nyawanya, menjadi sekadar benda mati yang tak bermakna.
Ia adalah penggerak perubahan. Banyak revolusi besar dimulai dari suara kecil yang digemakan melalui corong ini. Seperti tetesan air yang perlahan melubangi batu, corong itu mengubah dunia.
 Corong itu tidak dapat dikelabui. Kebohongan sebesar apa pun seperti bayangan yang hilang di bawah sinar matahari kebenaran.
Ia hadir di setiap sudut kehidupan, dari pasar tradisional hingga aula akademik, dari layar televisi hingga media digital. Ia seperti udara, selalu ada di mana-mana.
Corong itu abadi. Zaman boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tetapi ia akan selalu menjadi suara zaman, seperti gema di lembah yang tak pernah hilang.
Ketika tirani mencoba menutupinya, corong itu menjadi lebih kuat. Ia seperti aliran sungai yang mencari celah, selalu menemukan jalannya.
Pers adalah jantung demokrasi. Tanpanya, suara rakyat hanya akan menjadi bisikan yang hilang di tengah kegaduhan kekuasaan.
Ketika yang lemah dilupakan, corong itu mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dengan martabat. Ia seperti lonceng yang berbunyi di tengah sunyi.
 Keberadaannya adalah pengingat bahwa keadilan harus selalu diperjuangkan. Ia adalah pedang bermata dua yang melindungi dan menyerang ketidakadilan.
Meski banyak yang mencoba memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, corong itu selalu kembali pada misinya: menyuarakan kebenaran. Ia seperti kompas yang tak pernah kehilangan arah.
 Ia tidak pernah takut pada siapa pun. Penguasa, korporasi, atau kekuatan besar lainnya tak mampu meredam suaranya. Ia seperti badai yang tak terhentikan.
Dalam sunyi, corong itu berbicara. Dalam hiruk pikuk, corong itu menenangkan. Ia adalah suara hati manusia yang mencari kebenaran.
Corong itu adalah pers. Ia adalah penjaga, pelindung, dan penyebar kebenaran yang tak tergoyahkan. Seperti matahari, ia akan selalu terbit, membawa terang di tengah kegelapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H