Socrates, Aristoteles dan Sebuah Handphone
Di suatu sore yang cerah di Athena, Aristoteles dan Socrates duduk di depan gedung Akademia, tampak sedikit gelisah. Mereka baru saja menerima sebuah benda aneh yang disebut "handphone" dari seorang pemuda yang datang dari zaman modern. Tak bisa menahan rasa penasaran, keduanya pun mencoba memahami alat yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Aristoteles: (memegang handphone dengan cermat) "Ini... benda apakah ini, Socrates? Tampaknya lebih canggih daripada potongan batu atau gulungan perkamen yang biasa kita gunakan."
Socrates: (memandang dengan rasa ingin tahu yang tinggi) "Aneh, kan? Seperti benda yang bisa berbicara tanpa suara. Seharusnya ini benda yang sangat bijaksana. Namun, aku rasa kita perlu bertanya, seperti biasa: 'Apa itu?'"
Aristoteles: "Kau benar. Tapi, dari mana aku mulai? Ada tombol-tombol kecil ini... Apakah ini semacam alat musik?"
Socrates: (memencet layar handphone dan menonton layar berubah) "Aha! Lihat, Aristoteles, gambar ini bergerak! Apakah ini ilmu pengetahuan? Sepertinya ada filosofi di baliknya."
Aristoteles: (mulai mencari aplikasi) "Ada banyak gambar! Tampaknya ini adalah semacam 'ilmu gambar'... tapi bagaimana cara kerjanya? Oh, ada kata-kata yang muncul juga! Apakah ini karya seni atau semacam puisi?"
Socrates: "Aristoteles, aku merasa seperti kita sedang mengalami kebingungan yang sama, seperti kita saat pertama kali mengajarkan logika kepada orang-orang. Mungkin kita harus bertanya pada mereka yang lebih tahu."
Tiba-tiba, layar handphone menunjukkan gambar kucing yang lucu, bergerak-gerak, dan memunculkan suara menggemaskan. Keduanya terdiam sejenak.
Aristoteles: "Aku rasa ini bukan ilmu pengetahuan, melainkan hiburan... Apakah ini bagian dari etika? Apakah kita membiarkan diri kita terbuai oleh hiburan semacam ini?"
Socrates: (tertawa) "Aku rasa ini lebih tentang menikmati kehidupan daripada menganalisisnya. Namun, apakah kita bisa memahami sifat manusia hanya melalui kucing yang menggemaskan ini?"
Aristoteles: "Mungkin... atau mungkin kita hanya sedang dilatih untuk memperhatikan hal-hal yang remeh. Bukankah itu hal yang menarik?"
Socrates: (mengetuk layar hp) "Tunggu, ini muncul sesuatu yang lebih menarik, 'Media Sosial'! Apakah ini adalah cara manusia berinteraksi satu sama lain di dunia maya?"
Aristoteles: "Sepertinya begitu... Tapi mengapa mereka berbicara begitu banyak tentang hal-hal yang sepertinya tidak ada hubungannya dengan kebajikan atau kebijaksanaan?"
Socrates: (tertawa terbahak-bahak) "Ah, Aristoteles, aku rasa kita akan menemukan banyak hal aneh jika kita terus mengulik benda ini. Tetapi mungkin ini adalah cara zaman kita untuk bertanya, bukan dengan cara biasa, melainkan melalui gambar, suara, dan kata-kata."
Keduanya pun melanjutkan eksperimen mereka, memencet layar handphone dengan penuh rasa ingin tahu, kadang tertawa geli, kadang bingung, seakan-akan berusaha menemukan makna baru dalam dunia yang tak mereka pahami.
Socrates: "Mungkin, Aristoteles, kita tak akan pernah sepenuhnya mengerti ini. Tapi setidaknya, kita dapat menikmati keanehannya, bukan?"
Aristoteles: (tersenyum) "Setuju, Socrates. Setidaknya kita bisa berkata bahwa kita mencoba memahami dunia dalam cara yang baru."
Dan begitulah, dua filsuf legendaris itu, dengan penuh rasa ingin tahu dan humor, berusaha memahami dunia modern melalui layar handphone yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Setelah beberapa saat terdiam, Aristoteles dan Socrates mulai meresapi lebih dalam tentang kegunaan handphone yang mereka temui. Meskipun terkesan dengan fungsinya yang luar biasa, keduanya tak bisa melepaskan diri dari perspektif filsafat dan etika yang selalu mereka pikirkan.
Socrates: (memutar handphone di tangannya) "Aristoteles, jika kita lihat ini dari perspektif filsafat, kita sebenarnya sedang menghadapi sebuah dilema besar. Alat ini, yang tampaknya canggih, bisa jadi membawa dampak besar pada kebijaksanaan manusia. Apakah ini, seperti kata kita, 'teknologi' yang membawa kebaikan, atau malah akan menjerumuskan kita ke dalam kebodohan?"
Aristoteles: (mengangguk) "Aku setuju, Socrates. Secara etis, teknologi seharusnya mendukung kebajikan, bukan malah menjauhkan kita dari kehidupan yang lebih baik. Tetapi, aku mulai berpikir, apakah kita bisa mengendalikan teknologi, atau malah teknologi yang mengendalikan kita?"
Socrates: "Ah, sebuah pertanyaan yang sangat baik. Jika teknologi ini memungkinkan kita untuk berinteraksi tanpa batas, apakah kita jadi kehilangan kemampuan untuk berinteraksi secara nyata, secara langsung, dengan sesama manusia? Bukankah itu mengarah pada permasalahan etika?"
Aristoteles: "Itu tepat. Dalam Nikomakhia, aku menyatakan bahwa kebahagiaan tercapai melalui tindakan yang terarah pada kebajikan, dan kebajikan itu hanya bisa ditemukan dalam kehidupan yang dijalani dengan bijak dan berhubungan dengan orang lain. Tapi teknologi, dengan segala kelebihannya, bisa memisahkan kita dari hal itu. Misalnya, jika orang-orang lebih sering berkomunikasi lewat layar daripada bertatap muka, apakah hubungan mereka tetap berdasarkan kebajikan?"
Socrates: (menekan beberapa tombol di handphone) "Lihat, Aristoteles. Aku menemukan banyak orang berbicara tentang diri mereka di sini, seolah-olah dunia maya ini adalah tempat untuk membangun citra diri yang sempurna. Tetapi apakah itu berarti mereka hidup dengan kebenaran atau hanya berusaha menyembunyikan ketidaksempurnaan mereka? Apakah ini mencerminkan etika yang benar, atau justru etika yang terdistorsi?"
Aristoteles: "Itulah yang perlu kita pertanyakan. Dalam kehidupan nyata, etika berhubungan dengan tindakan yang jelas, yang mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Tetapi, dengan teknologi yang mengizinkan kita untuk membentuk citra kita sendiri, kita bisa jadi lebih fokus pada doxa (pandangan umum) daripada episteme (pengetahuan sejati). Apakah kita benar-benar mencari kebijaksanaan atau hanya mengikuti arus popularitas yang dangkal?"
Socrates: (tersenyum bijak) "Kau benar, Aristoteles. Teknologi, dalam hal ini, bisa memanipulasi pemikiran kita. Bayangkan, banyak orang lebih mengutamakan jumlah 'likes' dan 'followers' daripada pemahaman mendalam tentang hidup. Bukankah itu sebuah kebodohan yang tersembunyi di balik layar yang tampak canggih?"
Aristoteles: "Namun, kita juga harus berhati-hati. Teknologi, jika digunakan dengan benar, bisa membantu dalam pencapaian kebajikan. Misalnya, aku bayangkan, jika teknologi memungkinkan pendidikan yang lebih mudah diakses, maka itu bisa mendekatkan orang pada pengetahuan yang benar. Tapi, itu kembali pada etika dalam menggunakan teknologi itu sendiri. Apakah tujuan akhir penggunaan teknologi itu untuk kebaikan atau hanya untuk keuntungan pribadi semata?"
Socrates: (mengangguk) "Benar. Jadi, teknologi bukanlah masalah itu sendiri, tetapi bagaimana kita menggunakannya. Jika kita menggunakannya untuk memperdalam kebijaksanaan, untuk saling berbagi pengetahuan yang benar, maka kita berpegang pada etika yang benar. Tapi jika kita hanya mengejar ketenaran atau kepuasan sesaat, maka kita mungkin jatuh ke dalam moralitas yang salah."
Aristoteles: "Aku sepakat, Socrates. Teknologi, seperti segala sesuatu, harus digunakan dengan tujuan yang jelas dan sesuai dengan kebajikan. Sebagaimana kita berbicara tentang phronesis (kebijaksanaan praktis), kita harus memiliki pemahaman yang baik tentang kapan dan bagaimana teknologi digunakan untuk mencapai kebaikan bersama, bukan hanya untuk kesenangan atau kepentingan pribadi."
Socrates: (memainkan layar handphone) "Jadi, kita sampai pada kesimpulan bahwa teknologi harus diuji dengan prinsip-prinsip etika kita. Jika kita menggunakannya dengan bijak, mungkin teknologi ini bisa menjadi alat yang luar biasa untuk memajukan kebajikan. Tetapi jika kita menggunakannya dengan niat buruk, kita hanya akan memperburuk kondisi manusia."
Aristoteles: "Itulah yang kita sebut dengan 'tujuan akhir' dalam etika. Teknologi bisa menjadi sarana, bukan tujuan. Sama seperti kita tidak boleh mengejar kebahagiaan sebagai tujuan utama, kita tidak boleh mengejar kemajuan teknologi tanpa mengingat tujuan etis dan kebajikan yang lebih tinggi."
Socrates: (tersenyum) "Jadi, dalam hal ini, Aristoteles, kita bisa menyimpulkan bahwa teknologi harus dijadikan bagian dari kehidupan yang penuh kebijaksanaan, di mana manusia terus-menerus bertanya dan merenung tentang kebaikan. Sebagaimana kita selalu mengatakan, 'Hidup yang tidak diperiksa tidak layak dijalani,' begitu juga teknologi yang tidak diperiksa dan tidak digunakan dengan bijaksana, tidak layak dimiliki."
Aristoteles: "Setuju, Socrates. Sebuah pemikiran yang baik. Mungkin di masa depan, manusia akan menggunakan teknologi ini untuk mencari kebajikan---tapi, untuk mencapainya, mereka harus selalu bertanya, Apa tujuan yang sebenarnya?"
Keduanya tertawa, merasa puas dengan pemikiran mereka, sementara handphone yang mereka pegang tetap berdering dengan notifikasi dan gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya, sebuah dunia penuh kemungkinan, namun penuh dengan tantangan etis yang besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI