Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cicero, Filsuf dan Advokat dari Romawi

29 Oktober 2024   18:07 Diperbarui: 29 Oktober 2024   18:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan Hidup Cicero

Cicero lahir pada tahun 106 SM di Arpinum, sebuah kota kecil di Italia, dalam keluarga kelas menengah yang bukan berasal dari bangsawan. Meskipun demikian, keluarganya memiliki cukup pengaruh untuk memberikan Cicero pendidikan terbaik di Roma. Ia belajar di bawah bimbingan ahli-ahli terkenal pada masa itu, baik dalam bidang filsafat, hukum, retorika, maupun oratori.

Sejak usia muda, Cicero menunjukkan bakat luar biasa dalam berpidato. Ia mulai kariernya sebagai advokat, memilih untuk membela kasus-kasus yang sering kali berisiko atau mengundang perhatian publik, dengan tujuan membangun reputasinya. Kariernya berkembang pesat, dan ia berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu pembicara dan ahli hukum paling terkenal di Roma.

Namun, ambisinya tidak hanya terbatas pada dunia hukum. Cicero memiliki tujuan besar untuk masuk ke dunia politik dan pemerintahan. Pada tahun 63 SM, ia terpilih sebagai konsul , jabatan tertinggi dalam pemerintahan Republik Roma ,  dan menjadi orang pertama dari keluarganya yang menduduki jabatan tersebut. Sebagai konsul, Cicero menghadapi tantangan berat saat ia menggagalkan Konspirasi Catiline, yang bertujuan menggulingkan Republik dan memicu kudeta. Keberhasilannya dalam menggagalkan konspirasi ini membuatnya dikenal sebagai pelindung Republik, tetapi juga menimbulkan banyak musuh politik yang kemudian menjadi ancaman bagi keselamatannya.

Pada tahun 58 SM, Cicero diasingkan dari Roma oleh politisi yang memiliki pandangan politik berlawanan, terutama setelah menentang kebijakan-kebijakan Julius Caesar. Cicero kemudian kembali ke Roma pada tahun 57 SM, namun terus menghadapi tekanan politik hingga akhirnya, pada tahun 43 SM, ia dieksekusi di bawah perintah Triumvirat Kedua, yang dipimpin oleh Mark Antony, Octavian (yang kemudian menjadi Augustus), dan Lepidus. Cicero dipandang sebagai ancaman karena retorikanya yang menentang kekuasaan otoriter, khususnya terhadap Mark Antony. Hingga akhir hayatnya, Cicero tetap berpegang pada keyakinan bahwa kebebasan individu dan pemerintahan yang adil adalah yang utama.

Pandangan Cicero tentang Hukum dan Keadilan

Cicero memiliki pandangan yang mendalam dan filosofis tentang hukum, keadilan, dan pemerintahan. Dalam banyak karyanya, termasuk De Legibus ("Tentang Hukum") dan De Re Publica ("Tentang Republik"), ia mengemukakan bahwa hukum sejati bersifat universal dan berakar pada prinsip-prinsip moral yang melekat dalam akal manusia. Baginya, hukum tidak hanya sekadar kumpulan aturan yang dibuat oleh manusia, tetapi sesuatu yang didasarkan pada akal budi dan keadilan alamiah, yang selalu berlaku kapan saja dan di mana saja.

Cicero menekankan bahwa hukum yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan universal. Pandangannya ini mengarah pada konsep "hukum alam" (natural law), yaitu gagasan bahwa ada standar moral dan etika yang harus diikuti semua orang, terlepas dari perbedaan budaya, agama, atau latar belakang politik. Menurut Cicero, setiap orang memiliki hak yang tak terpisahkan yang harus dijamin oleh negara, dan tugas negara adalah memastikan keadilan bagi seluruh warganya.

Ia juga percaya bahwa kekuasaan harus berada di bawah hukum, bukan di atasnya. Cicero menentang setiap bentuk tirani atau kekuasaan absolut yang melanggar hak dan kebebasan rakyat. Dalam pidato dan tulisannya, ia menekankan bahwa seorang pemimpin atau negarawan harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral, bukan hanya demi kepentingan politik atau keuntungan pribadi. Dalam pandangan Cicero, keadilan harus menjadi tujuan utama dari setiap kebijakan dan tindakan pemerintah, dan ini harus diutamakan di atas segala kepentingan lainnya.

Kasus Terkenal yang Pernah Dibela

1. Kasus Sextus Roscius (80 SM) 

Kasus ini terjadi pada masa awal karier Cicero dan menunjukkan keberaniannya sebagai advokat muda yang rela menghadapi risiko. Sextus Roscius dituduh membunuh ayahnya sendiri, sebuah kejahatan yang sangat serius dan hina di Roma. Tuduhan ini melibatkan sejumlah tokoh berpengaruh di Roma, termasuk Chrysogonus, seorang sekutu dekat diktator Sulla.

Cicero, yang masih baru dalam dunia hukum, memilih untuk membela Roscius meskipun ia harus menantang kekuasaan orang-orang berpengaruh. Dalam pembelaannya, Cicero tidak hanya berusaha membuktikan bahwa Roscius tidak bersalah, tetapi juga mengungkap konspirasi yang dilakukan oleh para pejabat untuk menyalahkan Roscius demi keuntungan pribadi mereka. Pembelaannya yang penuh keberanian ini berhasil, dan Roscius dibebaskan. Kemenangan ini membuat Cicero semakin dikenal sebagai pembela rakyat kecil dan simbol keadilan.

2. Konspirasi Catiline (63 SM) 

Ketika Cicero menjabat sebagai konsul, ia menghadapi tantangan besar dengan munculnya konspirasi yang dipimpin oleh Lucius Sergius Catilina, seorang bangsawan Romawi yang kecewa karena gagal mendapatkan posisi kekuasaan. Catiline berencana menggulingkan pemerintahan Republik dengan bantuan dari sejumlah sekutu yang setia.

Dalam menghadapi ancaman ini, Cicero menyampaikan empat pidato yang terkenal dengan nama Catilinarian Orations, di mana ia mengutuk Catiline dan mengungkap rencana kudetanya. Cicero menunjukkan bukti-bukti kuat dalam pidatonya bahwa Catiline dan para pengikutnya berniat merusak tatanan Republik Roma. Ia berhasil meyakinkan Senat untuk mengambil tindakan tegas. Hasilnya, Catiline diasingkan dari Roma, dan banyak konspirator lainnya ditangkap dan dieksekusi.

Tindakan Cicero ini sangat penting dalam sejarah Roma, karena berhasil menyelamatkan Republik dari potensi perang saudara. Namun, keputusan Cicero untuk mengeksekusi para konspirator tanpa pengadilan menuai kritik. Banyak yang berpendapat bahwa tindakan ini melanggar hak hukum para konspirator, dan hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan eksil Cicero beberapa tahun kemudian, ketika musuh-musuh politiknya menggunakan insiden ini untuk menyerangnya.

3. Pembelaan Terhadap Publius Sestius (56 SM)

 Cicero juga membela Publius Sestius, seorang mantan pejabat yang didakwa dengan tuduhan melakukan kekerasan dalam politik. Pada saat itu, situasi politik di Roma sangat kacau, dengan banyak pertikaian dan kerusuhan antara kelompok-kelompok yang berbeda. Cicero menggunakan kasus ini sebagai kesempatan untuk berpidato tentang nilai-nilai politik dan moral yang lebih luas.

Dalam pembelaannya, Cicero menyampaikan pandangan bahwa kekerasan yang dilakukan Sestius adalah tindakan untuk mempertahankan Republik dari kekuatan yang mengancamnya. Cicero berargumen bahwa dalam situasi krisis, terkadang tindakan tegas diperlukan untuk melindungi kebaikan umum. Kasus ini juga penting dalam mengukuhkan reputasi Cicero sebagai pembela Republik yang gigih.

Warisan Cicero

Warisan Cicero dalam pemikiran hukum, politik, dan filsafat sangat mendalam. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir awal yang memperkenalkan konsep hukum alam (natural law), yang mempengaruhi pemikiran hukum di Eropa dan dunia Barat selama berabad-abad. Pandangannya bahwa hukum dan moralitas harus berjalan seiring menjadi dasar bagi banyak filsuf dan pemikir di kemudian hari, termasuk tokoh-tokoh seperti John Locke dan Montesquieu.

Retorikanya yang tajam, argumennya yang berlandaskan etika, serta keberaniannya dalam membela keadilan dan melawan kekuasaan tirani membuat Cicero menjadi simbol perjuangan untuk keadilan. Selain itu, karya-karya tertulisnya, termasuk De Officiis ("Tentang Kewajiban"), De Legibus ("Tentang Hukum"), dan De Re Publica ("Tentang Republik"),  masih dipelajari hingga saat ini dan dianggap sebagai karya klasik dalam filsafat politik dan hukum.

Cicero tidak hanya dikenang sebagai advokat dan orator ulung, tetapi juga sebagai seorang pemikir yang percaya bahwa negara yang adil harus dibangun di atas hukum yang berlandaskan moralitas. Melalui kata-katanya, ia mengajarkan bahwa keadilan dan hukum harus dijunjung tinggi oleh pemimpin maupun rakyat, dan bahwa setiap manusia berhak atas keadilan yang sama di hadapan hukum. Warisannya tetap relevan dalam dunia hukum dan politik hingga saat ini, dan ia terus dihormati sebagai salah satu tokoh terbesar dalam sejarah hukum dan etika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun