Kepercayaan merupakan elemen inti dari setiap hubungan yang berhasil. Dalam kepemimpinan, bisnis, atau hubungan sosial, kepercayaan menciptakan dasar yang kuat untuk kerjasama dan keberhasilan sehingga harus selalu dibangun. Namun, membangun kepercayaan memerlukan usaha yang konsisten dan berkelanjutan. Artikel ini membahas tujuh langkah utama dalam membangun kepercayaan.
1. Integritas: Berpegang pada Nilai dan Prinsip.
Integritas berarti selalu jujur dan konsisten antara perkataan dan perbuatan. Seseorang yang berintegritas berpegang teguh pada prinsip-prinsip etika, bahkan di bawah tekanan.
Integritas membangun kepercayaan karena orang cenderung percaya pada individu yang selalu jujur dan konsisten. Ketika pemimpin berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan etika, mereka menciptakan reputasi yang kuat dan dapat diandalkan.
Kurangnya integritas akan menyebabkan hilangnya kepercayaan dengan cepat. Ketidakjujuran atau perilaku yang tidak etis, sekali terungkap, sulit untuk dipulihkan, dan bisa merusak hubungan atau reputasi seseorang secara permanen.
Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman, dikenal karena integritasnya yang kuat dalam menghadapi berbagai krisis, termasuk krisis pengungsi dan keuangan. Dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, ia mendapatkan kepercayaan publik secara luas.
Stephen M.R. Covey, dalam bukunya The Speed of Trust, menyatakan bahwa integritas adalah salah satu elemen inti dalam membangun kepercayaan. Menurutnya, "Orang cenderung mempercayai individu atau pemimpin yang selalu konsisten antara kata dan perbuatannya."
2. Konsistensi: Bertindak Sesuai Komitmen
Konsistensi berarti menepati janji dan komitmen yang telah dibuat. Seseorang yang konsisten selalu bertindak sesuai dengan yang telah mereka janjikan, menciptakan rasa stabilitas dan prediktabilitas bagi orang lain.
Konsistensi dalam menepati janji dan komitmen membangun rasa aman dan kepercayaan. Orang akan merasa nyaman bekerja dengan atau mengikuti pemimpin yang selalu bisa diandalkan. Ini meningkatkan produktivitas dan loyalitas dalam tim.
Jika tidak konsisten, misalnya sering mengubah keputusan atau gagal menepati janji, orang akan mulai merasa tidak nyaman dan meragukan kehandalan Anda. Ini akan menyebabkan ketidakstabilan dalam hubungan dan menurunkan produktivitas.
Menurut James Kouzes dan Barry Posner, penulis The Leadership Challenge, "Kepercayaan dibangun dari tindakan yang konsisten. Jika orang melihat bahwa seorang pemimpin sering gagal memenuhi janjinya, mereka akan kehilangan rasa hormat dan keyakinan."
Jeff Bezos, CEO Amazon, menunjukkan konsistensi dalam mengutamakan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama perusahaan. Dengan menjaga konsistensi dalam memberikan layanan yang baik, Amazon telah membangun kepercayaan jangka panjang dengan konsumennya.
3. Transparansi: Komunikasi Terbuka dan Jujur
Transparansi melibatkan memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan relevan. Pemimpin yang transparan tidak menyembunyikan masalah atau fakta penting, melainkan berkomunikasi secara terbuka dengan timnya.
Transparansi mengurangi keraguan dan menciptakan keterbukaan dalam komunikasi. Ketika orang mendapatkan informasi yang lengkap dan jujur, mereka merasa dihargai dan akan lebih percaya pada pemimpin atau organisasi. Ini juga meningkatkan kerja sama dan pemecahan masalah secara efektif.
Kurangnya transparansi dapat menyebabkan rasa curiga dan ketidakpastian. Jika informasi penting disembunyikan atau tidak diungkapkan dengan baik, orang akan merasa tidak dihargai dan mungkin menarik diri dari proses kerja sama.
Brene Brown, seorang penulis dan profesor riset di University of Houston, menekankan pentingnya kerentanan dalam kepemimpinan yang transparan. Ia berkata, "Keberanian untuk menjadi rentan dalam kepemimpinan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan mendorong kepercayaan."
Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru, selama pandemi COVID-19, menunjukkan transparansi yang luar biasa dengan menyampaikan informasi yang jelas dan teratur kepada publik. Ini membantu menciptakan kepercayaan di antara rakyatnya.
4. Empati: Memahami dan Menghargai Orang Lain
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dengan mendengarkan secara aktif dan menunjukkan kepedulian, pemimpin dapat membangun hubungan emosional yang kuat dengan timnya.
Dengan menunjukkan empati, pemimpin menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan tim atau rekan kerja. Ini meningkatkan keterlibatan, loyalitas, dan kolaborasi, karena orang merasa didengarkan dan dihargai.
Kurangnya empati bisa menyebabkan alienasi dan perpecahan. Orang akan merasa diabaikan dan kurang termotivasi, yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja dan kepercayaan terhadap pemimpin.
Daniel Goleman, pakar kecerdasan emosional, menekankan pentingnya empati dalam kepemimpinan. Ia menyatakan, "Pemimpin yang memiliki empati mampu menciptakan hubungan yang lebih dalam dengan timnya dan membangun kepercayaan melalui pemahaman yang lebih baik terhadap kebutuhan dan keinginan mereka."
Howard Schultz, mantan CEO Starbucks, dikenal karena menunjukkan empati kepada karyawannya, termasuk menyediakan manfaat kesehatan bagi pekerja paruh waktu. Kepedulian yang nyata ini membangun loyalitas dan kepercayaan yang kuat dari para karyawan.
5. Akuntabilitas: Bertanggung Jawab atas Kesalahan
Akuntabilitas berarti mengambil tanggung jawab penuh atas keputusan dan tindakan Anda, baik yang sukses maupun yang gagal. Mengakui kesalahan dan bekerja untuk memperbaikinya adalah langkah penting dalam menjaga kepercayaan.
Ketika pemimpin bertanggung jawab atas kesalahan mereka, hal ini menunjukkan kedewasaan dan kepercayaan diri. Akuntabilitas membangun rasa hormat dan kepercayaan karena menunjukkan bahwa pemimpin tidak takut mengakui kekurangan dan siap belajar dari pengalaman.
Pemimpin yang tidak bertanggung jawab akan kehilangan kredibilitas. Orang akan enggan bekerja sama dengan individu yang selalu mencari alasan atau menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka. Hal ini menciptakan ketidakpuasan dan kekecewaan dalam tim.
Patrick Lencioni, dalam bukunya The Five Dysfunctions of a Team, menekankan bahwa akuntabilitas adalah fondasi dari tim yang sukses. Ia mengatakan, "Tanpa akuntabilitas, tidak ada tanggung jawab yang jelas, dan ini dengan cepat merusak kepercayaan di dalam tim."
Seorang pelatih olahraga yang mengambil tanggung jawab penuh saat timnya kalah dan bekerja keras untuk memperbaiki strategi sering kali mendapatkan respek lebih besar dari para pemainnya.
6. Kompetensi: Tunjukkan Keahlian dan Kapabilitas
Kompetensi mengacu pada kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Pemimpin yang kompeten memahami pekerjaannya dan terus mengembangkan keterampilan untuk menghadapi tantangan baru.
Kompetensi membangun kepercayaan karena orang cenderung lebih percaya pada pemimpin yang ahli di bidangnya. Dengan kemampuan yang terbukti, pemimpin dapat memandu tim dengan baik dan memberikan hasil yang diharapkan, meningkatkan kepercayaan kolektif.
Kurangnya kompetensi akan membuat orang meragukan kemampuan pemimpin untuk memecahkan masalah atau memberikan arahan yang tepat. Ini dapat menyebabkan rasa frustrasi dalam tim dan akhirnya berkurangnya loyalitas.
John Maxwell, seorang ahli kepemimpinan, menyatakan bahwa kompetensi adalah salah satu dari "21 Hukum Kepemimpinan yang Tidak Bisa Dibantah." Ia menulis, "Orang akan mengikuti pemimpin yang tahu apa yang mereka lakukan dan yang bisa membuktikan kemampuannya melalui tindakan yang nyata."
Satya Nadella, CEO Microsoft, menunjukkan kompetensi yang luar biasa dalam transformasi perusahaan menuju layanan cloud. Hasilnya, kepercayaan investor, karyawan, dan pelanggan meningkat secara signifikan.
7.  Tanggapan yang Cepat dan Tepat: Mengatasi Krisis dengan Efektif.
Pemimpin yang tanggap mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat, terutama dalam situasi krisis atau saat menghadapi tantangan mendesak. Ini membutuhkan kemampuan untuk menganalisis situasi, mengidentifikasi solusi, dan bertindak dengan segera.
Tanggapan cepat dan tepat dalam menghadapi masalah atau krisis menciptakan rasa percaya bahwa pemimpin atau organisasi mampu menghadapi tantangan. Ini juga mencerminkan kesiapan dan keberanian untuk bertindak dalam situasi sulit.
Pemimpin yang lambat atau tidak tanggap dalam menghadapi krisis dapat kehilangan kepercayaan dengan cepat. Orang akan mulai meragukan kemampuan pemimpin untuk melindungi kepentingan mereka, dan ini dapat menyebabkan disfungsi dalam organisasi.
Warren Bennis, pakar kepemimpinan terkemuka, mengatakan, "Pemimpin sejati menunjukkan kualitas mereka dalam masa krisis. Cara mereka menanggapi krisis menentukan tingkat kepercayaan yang diberikan kepada mereka." Pemimpin yang tanggap di masa krisis menunjukkan kemampuan untuk memimpin di bawah tekanan, yang semakin memperkuat kepercayaan.
Saat pandemi COVID-19 melanda, beberapa perusahaan besar seperti Johnson & Johnson langsung bergerak cepat untuk mengembangkan vaksin, menunjukkan respon cepat terhadap krisis kesehatan global. Tindakan cepat ini menghasilkan kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah, memperkuat reputasi perusahaan.
Kesimpulan
Membangun kepercayaan adalah proses yang membutuhkan konsistensi, integritas, transparansi, empati, akuntabilitas, kompetensi, dan kemampuan untuk merespons dengan cepat. Manfaat dari kepercayaan yang kuat termasuk peningkatan kolaborasi, loyalitas, produktivitas, dan hasil jangka panjang yang lebih baik.Â
Sebaliknya, kegagalan untuk membangun kepercayaan dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan, merusak hubungan, dan menurunkan kinerja. Pemimpin dan individu yang menerapkan langkah-langkah ini secara konsisten akan lebih mungkin mencapai keberhasilan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H