Debat adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di sekolah, pekerjaan, atau bahkan dalam percakapan ringan di meja makan. Namun, tidak semua orang mampu menyusun argumen yang valid dan meyakinkan. Seringkali, kita menemukan argumen yang terasa tidak "nyambung," atau malah penuh dengan kesalahan logika.Â
Untuk memenangkan atau setidaknya tampil meyakinkan dalam debat, kita harus mampu menyusun argumen yang valid. Nah, kali ini kita akan membahas bagaimana caranya membuat argumen yang valid dalam debat dengan cara yang santai tapi tetap berbobot.1. Menyusun Premis yang Kuat
Untuk membuat argumen yang valid, hal pertama yang perlu kita perhatikan adalah premis. Premis adalah dasar atau fondasi dari argumen kita. Kalau premisnya goyah atau salah, bisa dipastikan argumen kita akan mudah dipatahkan.
Teori
Dalam logika formal, ada yang disebut syllogism, yaitu bentuk argumen di mana kesimpulan ditarik dari dua premis yang logis. Contoh klasiknya adalah:
Premis 1: Semua manusia akan mati.
Premis 2: Socrates adalah manusia.
Kesimpulan: Socrates akan mati.
Nah, premis dalam argumen kita juga harus sekuat contoh di atas. Misalnya, jika kamu berargumen bahwa "Pemerintah harus meningkatkan anggaran pendidikan," premisnya bisa berupa, "Pendidikan yang berkualitas tinggi berkontribusi pada pembangunan negara." Premis ini masuk akal dan bisa dipertahankan dengan fakta atau bukti. Kalau premis kita terlalu kabur atau subjektif, seperti "Saya pikir pendidikan penting," lawan debat bisa dengan mudah menyerang premis itu karena terlalu lemah.
Contoh Kasus
Bayangkan kamu sedang berdebat tentang kebijakan lingkungan. Argumenmu adalah, "Pemerintah harus melarang penggunaan plastik sekali pakai." Premis yang kuat di sini bisa berupa: "Plastik sekali pakai berkontribusi besar terhadap pencemaran laut." Premis ini bisa didukung dengan data ilmiah tentang dampak plastik pada ekosistem laut. Premis yang lemah, misalnya "Saya tidak suka plastik," tidak akan membuat lawan debat berpikir dua kali untuk mematahkan argumenmu.
2. Menggunakan Data dan Fakta untuk Mendukung Argumen
Setelah premis yang kuat, langkah berikutnya adalah mendukung argumen kita dengan data dan fakta. Ini seperti menambahkan dinding dan atap pada fondasi rumah yang sudah kokoh. Data dan fakta memberikan kekuatan pada argumen kita dan membuatnya lebih sulit dipatahkan.
Teori
Menurut Stephen Toulmin, seorang filsuf yang mengembangkan teori logika praktis, argumen yang kuat harus terdiri dari klaim, alasan, dan bukti. Tanpa bukti yang mendukung alasan kita, klaim yang kita buat hanya akan terlihat seperti opini semata. Toulmin menyarankan agar setiap argumen yang kita buat didukung dengan bukti yang relevan dan dapat diverifikasi.
Contoh Kasus
Katakanlah kita berdebat soal efektivitas telecommuting atau bekerja dari rumah. Jika kita hanya berkata, "Bekerja dari rumah lebih efektif," lawan debat akan dengan mudah meminta kita untuk membuktikannya. Tapi kalau kita mendukung argumen kita dengan bukti seperti, "Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Stanford, produktivitas pekerja meningkat 13% saat bekerja dari rumah," lawan akan kesulitan untuk membantah klaim kita karena kita sudah menyajikan bukti konkret.
Dalam kasus lain, jika kamu berdebat tentang perubahan iklim, kamu bisa mengutip data dari organisasi ilmiah seperti IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang mengatakan bahwa perubahan iklim memperburuk bencana alam. Data ini memberi bobot lebih pada argumen kamu dan menunjukkan bahwa kamu tidak hanya beropini, tetapi juga berbasis pada fakta.
3. Struktur Argumen yang Jelas
Argumen yang baik adalah argumen yang terstruktur dengan baik. Kita tidak bisa asal melemparkan klaim dan berharap lawan debat atau audiens akan langsung setuju. Struktur yang jelas membantu audiens mengikuti logika argumen kita dan memahami mengapa kesimpulan kita valid.
Teori
Struktur argumen yang baik bisa dibagi menjadi tiga bagian: klaim, alasan, dan bukti. Klaim adalah pernyataan utama yang ingin kita sampaikan, alasan adalah mengapa klaim kita valid, dan bukti adalah dukungan konkret untuk alasan tersebut. Model ini, yang diperkenalkan oleh Toulmin, membantu kita menyusun argumen secara terorganisir.
Contoh Kasus
Misalnya, kamu ingin berargumen bahwa "Media sosial berkontribusi pada meningkatnya depresi di kalangan remaja." Klaim kamu adalah bahwa media sosial menyebabkan depresi. Alasanmu mungkin adalah "Remaja yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial cenderung merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri." Lalu, kamu mendukungnya dengan bukti, "Menurut sebuah studi di Journal of Adolescent Health, remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala depresi." Struktur ini membuat argumenmu lebih jelas dan lebih mudah dipahami.
4. Hindari Kesalahan Logika
Dalam debat, ada banyak sekali jebakan kesalahan logika atau fallacies. Kesalahan ini bisa membuat argumen kita terlihat lemah, bahkan meskipun kita punya data dan premis yang kuat. Salah satu kesalahan logika yang paling umum adalah ad hominem, di mana kita menyerang karakter lawan debat alih-alih menanggapi argumennya.
Teori
Logika formal mengajarkan kita untuk mengenali dan menghindari kesalahan logika. Ada banyak jenis kesalahan logika, seperti straw man (menggambarkan argumen lawan secara tidak akurat untuk lebih mudah dipatahkan) atau slippery slope (mengatakan bahwa satu tindakan kecil akan menyebabkan serangkaian peristiwa besar yang tak terkendali tanpa bukti yang jelas).
Contoh Kasus
Misalkan kamu sedang berdebat tentang apakah pemerintah harus menaikkan pajak bagi perusahaan besar. Lawan debatmu mengatakan, "Kamu hanya mendukung pajak tinggi karena kamu benci orang kaya." Ini adalah kesalahan ad hominem, karena mereka menyerang motivasi pribadi kamu alih-alih berfokus pada argumen yang sebenarnya. Cara terbaik untuk menghindari kesalahan logika adalah tetap fokus pada isu yang sedang dibahas dan menyerang argumen, bukan orangnya.
5. Pastikan Konsistensi dan Tidak Ada Kontradiksi
Konsistensi adalah kunci lain untuk memastikan argumen kita valid. Jangan sampai kita membuat pernyataan yang bertentangan dengan diri kita sendiri atau dengan bukti yang kita sajikan. Jika kita tidak konsisten, lawan debat akan dengan mudah mengeksploitasi celah tersebut.
Teori
Dalam logika formal, ada prinsip non-contradiction, yang menyatakan bahwa dua pernyataan yang bertentangan tidak bisa keduanya benar pada saat yang sama. Jadi, kita harus berhati-hati agar argumen kita selalu konsisten dari awal sampai akhir.
Contoh Kasus
Jika kita berdebat bahwa "Pemerintah harus memperkuat regulasi lingkungan," dan kemudian mengatakan, "Tapi regulasi lingkungan terlalu memberatkan bisnis," maka kita akan terlihat tidak konsisten. Lawan debat akan langsung menangkap ini dan memanfaatkan kontradiksi tersebut untuk melemahkan argumen kita. Pastikan bahwa setiap pernyataan yang kita buat selaras dengan argumen utama kita.
Kesimpulan
Menyusun argumen yang valid dalam debat memerlukan pemahaman yang baik tentang premis, penggunaan data dan fakta, struktur argumen, penghindaran kesalahan logika, serta konsistensi. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kamu tidak hanya akan tampil lebih meyakinkan dalam debat, tetapi juga akan lebih sulit untuk dipatahkan. Ingat, debat bukan hanya soal siapa yang berbicara lebih keras, tetapi tentang siapa yang bisa menyampaikan argumen yang paling rasional dan logis. Selamat mencoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H