Air mataku menetes saat mulai memikirkan Mama, tapi aku segera mengusapnya. Kuhabiskan roti dan jus jeruk. Aku harus tetap kuat.
Aku tidak tahu mengapa dia menculikku. Katanya dia mencintaiku dan hanya ingin selalu bersamaku. Dia bahkan tidak peduli saat aku menangis dari balik pintu terkunci:
"Tolong, aku nggak mau di sini! Aku mau pulang! Aku nanti dicari Mama!"
Ucapanku membuatnya menangis, tetapi dia mengancam akan membunuhku sebelum melepaskanku...
“If it's a broken pot, replace it
If it's a broken arm then brace it
If it's a broken heart then face it...”
--- // ---
Dia pulang malam itu. Kuputuskan untuk mulai mengikuti kemauannya. Tak hanya merangkulnya, kali ini kubalas ciumannya.
"Senangnya sudah pulang," gumamnya sambil tersenyum. "Senangnya di rumah denganmu."
Mungkin aku bisa mengulur waktu – dan perlahan membuatnya lengah. Setelah bisa bebas, barulah harus kutemukan jalan pulang ...