Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Di Rumah Denganmu"

17 Februari 2016   12:52 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:26 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hai, sayang," sapanya riang sambil meletakkan nampan di atas meja. Kali ini, ada roti dengan selai nanas dan jus jeruk. "Tidurmu nyenyak semalam?"

"Lumayan." Aku mengangkat bahu, lalu memejamkan mata ketika ia mencium keningku. Aku tetap kaku, bahkan ketika lengan besarnya masih memelukku. Perasaan dingin menjalariku, namun aku berusaha tidak memikirkannya. Bahkan, aku tidak ingin merasakan apa-apa.

"Kamu cantik sekali," bisiknya lirih, yang membuatku makin merinding. Dia tersenyum padaku. "Habiskan sarapanmu, ya? Aku mau pergi sebentar dulu. "

"Kemana?"

Dia menciumku, kali ini di bibir. Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat.

"Seperti biasa, tidak akan lama," katanya lembut. "Karena kamu sangat penurut akhir-akhir ini, kamu boleh berjalan sekitar ruang tamu."

"Oke." Lalu dia pergi, mengunci dan bahkan menggembok pintu dari luar. Kudengar langkah kakinya menjauh, sementara kuperhatikan sekitar.

Tidak ada TV dan stereo. Semua jendela diteralis, sehingga sulit dipecahkan. Sayangnya, ini juga daerah terpencil.

Kutatap sarapanku. Bulan pertama di sini, aku mencoba memberontak melawannya dengan menolak makan dan minum. Aku sudah siap untuk mati kapan saja, karena - empat hari setelah usaha pertama - aku jatuh sakit karena dehidrasi dan hampir mati. Dia berusaha menyembuhkanku. Satu-satunya hal yang masih membuatku tetap ingin hidup adalah saat dia mempermainkan pikiranku malam itu:

"Katamu kamu ingin melihat mamamu lagi."

Sudah setahun, pikirku tersadar, sejak terakhir aku melihat Mama. Sejak lelaki aneh ini membius dan mengurungku di rumah ini. Tuhan, semoga Mama belum menyerah mencariku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun