Mohon tunggu...
Rustam
Rustam Mohon Tunggu... Jurnalis - Kuli tinta

Menulis dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuasa Hati

1 November 2019   18:22 Diperbarui: 1 November 2019   18:41 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**

Matahari senja mengiringi langkah Kondra menggiring sapi kembali ke kandang. Seperti biasa, di tiga rumah sebelum rumah majikannya, ia akan menengok ke sebelah kanan. Disana Rannu telah menyambut dengan senyum manisnya. Sekitar beberapa detik mereka akan saling lempar senyum.

Mereka berdua telah lama saling menaruh hati. Pertemuan mereka dimulai saat kedatangan Kondra dua tahun lalu didesa itu, setelah diamit oleh keluarga Dg Naungi sebagai 'pakamppi sapi'. Pertemuan pertama ini membuat mereka sama-sama jatuh hati. Lalu setelahnya berlanjut.

Hingga sekitar 10 bulan yang lalu, diperayaan "songka bala" disela kesibukan Rannu membantu menyiapakan ritual adat tersebut, Kondra memanggil Rannu ke belakang rumah 'pinati' lalu mengungkapkan kesukaanya. Dan gayung pun bersambut mereka akhirnya berpacaran.

Namun, hubungan mereka harus dijalani diam-diam, sebab Kondra tahu diri, kehadiran dirinya yang hanya pakampi tidak mungkin langsung diterima oleh keluarga Rannu yang merupakan orang terpandang dikampung tersebut. Dg Binggu, ayah Rannu adalah tuan tanah dikampung.

Apalagi adat kental yang masih dianut oleh warga disana. Dimana nilai kesopanan laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi.

Hubungan mereka sungguh sangat rahasia, dalam seminggu atau bahkan dua minggu mereka hanya akan bertemu dan bicara satu kali. Itupun hanya beberapa menit.

Keduanya punya tempat untuk melepas rindu. Yakni di belakang rumah Dg Ningai, yang terletak diantara rumah Dg Naungi dan rumah orang tua Rannu.

Selebihnya mereka hanya akan saling pandang dan saling senyum saat Kondra pulang dari mengembala sapi-sapinya.

**

Tahun 1998 menghampiri. Setelah pelik hidup masalah hidup yang dialami warga kampung untuk bertahan hidup dengan cara membeli beras. Mereka pun harus irit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun