Mohon tunggu...
INDRI ASTUTI
INDRI ASTUTI Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka menulis

Guru, Penulis

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Sosok Tanpa Kepala Itu Apakah Kakakku?

10 Februari 2024   14:40 Diperbarui: 10 Februari 2024   14:43 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah nyata ini dialami oleh Tina saat dia masih duduk di kelas empat sekolah dasar. Petang itu Tina dan kakaknya yang hanya terpaut dua tahun berada di rumah sendiri. Kedua orang tuanya harus pergi ke rumah sakit karena mendapat kabar bahwa kakak pertama Tina, Parji kecelakaan.

"Bapak, ibu ke rumah sakit dulu ya, Nduk. Kakangmu kena alangan ini," kata Bapak dengan nada cemas.

"Nanti jangan lupa menghidupkan lampu luar ya, Nduk," tambah Ibu.
"Nggih, Pak, Bu. Bapak dan Ibu hati-hati nggih. Semoga Kang Parji baik-baik saja," jawab Sani, kakak Tina.

Orang tua Tina bergegas berangkat ke rumah sakit. Tinggallah Tina dan Sani sendiri. Dua anak kecil tanpa orang dewasa di rumah.
Petang itu gerimis turun. Tanah kering yang terpanggang matahari seharian tadi mulai basah. Mengeluarkan aroma tanah yang sangat khas. Tak lama kemudian kabut datang.

Tempat tinggal Tina memang di desa, daerah pegunungan. Pekarangan masih berupa tanah, banyak pepohonan besar dan tanaman palawija yang di tanam di pekarangan, jadi jika gerimis seperti ini biasanya datang kabut. Ditambah petang itu binatang malam seperti jangkrik, kodok dan orong-orong mulai bersuara.  

Belakang rumahnya ada segerumbul bambu petung yang daunnya tumbuh lebat. Sementara samping rumahnya ada sungai kecil. Gemericik airnya menambah suasana seram bagi orang yang tidak terbiasa.

Untunglah Tina dan Sani sudah terbiasa dengan suasana ini. Mereka juga sudah terbiasa hidup mandiri. Mereka tidak mau merepotkan tetangga walaupun  sebenarnya rumah tetangga dekat. Mungkin ayah dan ibunya juga pergi tidak lama. Itu pikir mereka.

"Ctek.. ctek.. ctek" suara saklar lampu dinyalakan.

"Dek, ayo bikin lauk untuk makan malam. Terus nanti lanjut belajar," ajak Sani.

"Ayok, Kak," jawab Tina.

Mereka segera menuju dapur. Dapur sederhana rumah Tina tak begitu luas. Walaupun begitu, dapurnya tertata dengan rapi. Ada pintu belakang untuk akses keluar.

Sani segera mengambil kayu bakar dan menyulutkan api. Orang Jawa menyebutnya daden geni. Tak lama kemudian api menyala, Sani segera meletakkan ceret di atas keren atau tungku. Sambil menunggu air mendidih, Sani mencuci piring. Karena masih kecil Tina bertugas menjaga api agar tidak padam dengan memasukkan kayu ke dalam keren.

Tina duduk di depan tungku sambil menjaga api. Tungku berada di samping pintu belakang, jadi saat duduk di depan tungku otomatis pandangan akan keluar. Melihat rimbunnya pohon bambu petung yang tinggi. 

Rintik gerimis semakin deras, asap dari tungkupun mengepul. Suara hewan-hewan malam semakin terdengar. Sambil menjaga api, sesekali Tina memandang keluar, melihat rintik-rintik hujan yang menetes dari pohon bambu belakang rumahnya.

Tak lama kemudian samar-samar terlihat sosok berbaju serba hitam. Tina pikir mungkin itu kakak lelakinya. Namun, kakaknya kan sedang di rumah sakit. Kemudian Tina berpikir mungkin tetangganya, tapi kenapa tetangganya hanya berdiri di bawah pohon bambu, hujan-hujan pula.

Tina menajamkan matanya untuk memastikan siapa yang ada di luar.

Sedetik kemudian matanya tak bisa berkedip setelah melihat sosok itu dengan jelas. Sesosok berperawakan manusia tinggi, mengenakan baju dan celana hitam, tanpa kepala. Sangat jelas terlihat kalau kepalanya tidak ada.

Tina syok dengan pemandangan yang dilihatnya. Lidahnya kaku. Jantungnya berdegup kencang. Otaknya tak bisa mencerna apa yang ia lihat. 

Seketika semua organ tubuhnya seperti tak berfungsi. Bahkan Tina tak mendengar saat Sani memanggil-manggil Tina untuk membantunya meniriskan piring yang habis ia cuci.

"Dek! Dek Tina! Bantuin kakak beresin cucian piring ini," kata Sani.

"Dek! Hey! Tina!"

Sani bingung pada adiknya yang duduk membatu sambil memandang keluar. Sani ikut melihat keluar namun ia tidak melihat siapa-siapa. Hanya bau wangi yang sangat menusuk hidung. Segera Sani menghampiri Tina yang masih diam terpaku.

"Dik! Tina! Hey!" kata Sani sambil menggoyang-goyangkan badan Tina.

"Aaaaaaaa...," Tina berteriak dan menutup mata dengan kedua tangannya. Tina menangis.

Sani segera memeluk adiknya dan mengajaknya lari keluar rumah. Mereka berdua menangis. Tetangga yang mendengar mereka menangis pun segera berdatangan. 

Tina  menceritakan apa yang baru saja dia lihat sambil menangis. Awalnya semua tetangganya tidak percaya dengan ucapan Tina. Akhirnya mereka percaya setelah mengecek ke dapur. Mereka tidak bisa melihat sosok tanpa kepala itu tetapi bisa mencium bau wangi yang menyengat hidung.

Tak lama kemudian telepon berdering.

"Nduk,, kakangmu meninggal," kata Bapak dengan suara tertahan, dari telepon sayup-sayup terdengar isak tangis ibu di belakang bapak.

"Innalillahi wainnailaihi roji'un," Sani duduk lemas mendengar kabar itu.

Tina yang masih syok bertanya dalam hati, "Apakah sosok tanpa kepala tadi adalah kakakku? Apakah sosok tadi bermaksud berpamitan pada adik-adiknya?"

Entahlah sosok itu jelmaan kakaknya atau bukan. Namun Tina berharap kejadian seperti ini tidak terulang. Kejadian melihat sosok menyeramkan dan kejadian kecelakaan yang menimpa kakaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun