Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran Berharga Terpuruknya Industri Teh Sri Langka

15 September 2024   21:14 Diperbarui: 15 September 2024   21:25 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja teh Sri Langka dihadapkan pada kerja berat dengan upah murah. Photo: Al Jazeera 

Dalam dunia industri teh, nama Sri Langka tidaklah asing bagi dunia karena produksi tehnya yang menguasai dunia dan sebagian besar nama merek  teh  terkenal dunia seperti misalnya Dilmah  teh  nya berasal dari perkebunan teh  di Sri langka. Teh Sri Langka  yang dikenal dunia sebagai Ceylon tea yang mendunia adalah English Breakfast, English Afternoon, Irish Breakfast, Earl Grey, Lapsang Souchong, Spiced Masala, Rose and French Vanilla, Black tea with berries

Pemerintah kolonial Inggris memang sejak awal membangun Perkebunan teh dan mengespolitasi pekerja perkebungan teh  di Sri langka yang dikenal juga dengan sebutan dengan Ceylon ini kebanyakan dari etnis Tamil yang didatangkan dari India.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas the Sri Langka ini adalah pekerja yang umumnya dituntut  bekerja keras di tangah perkebunan yang terisolasi dengan upah rendah.

Data menunjukkan bahwa jumlah pekerja di industri the ini mencapai 700.000 orang yang sebagian besar adalah wanita yang umumnya bekerja di perkebunan the di wilayah Sri Langka Tengah yang merupakan dataran tinggi yang diperlukan bagi teh untuk tumbuh dan menghasilkan aroma dan rasa yang khas.

Bagi Sri Langka industri teh  merupakan sektor andalan karena setiap tahunnya industi ini menghasilkan devisa  sebesar US $ 1 milyar dan menyumbnag 11% dari nilai ekspor negara ini dengan negara tujuan utama Australia.  Pada tahun 2021 lalu Australia tercatat mengimpor teh  dari Sri Langka iini dengan nilai mencapai US$30 juta yaitu sekitar 33% dari produksi total teh Sri Langka.

Pemicu terpuruknya industri teh

Kejayaan Industri teh  Sri Langka ini  tampaknya sudah mulai memudar ketika sekitar 3 tahun lalu pemerintah melarang penggunaan pupuk kimia dan pestisida, yang menyebabkan produksi anjlok hingga 18 %. 

Disamping itu pemerintah juga mewajibkan kenaikan upah minimal bagi pekerja perkebunan teh sebear 70% dari upah yang berlaku dengan tujuan meningkatkan kesejahteran pekerja. Namun kombinasi kedua faktor ini justru memberikan tekanan yang sangat besar bagi kelangsungan industri perkebunan teh  di Sri Langka menghadapi reformasi yang dilakukan oleh pemerintah.

Tanaman teh  mulai masuk ke Sri Langka di tahun 1820 an ketika negara ini dibawah kekuasaan kolonial Inggirs, dan mengalami perkembangan yang sangat pesat menjadikan negara ini tercatat sebagai negara pengekspor terbesar dunia di tahun 1960 an.

Teh Sri langka dikenal dunia sebagai teh  premium dengan rasa dan aroma yang khas karena diproduksi d dataran tinggi ini akhirnya  memperoleh reputasi internasional pada 1962 dan menjadikan Sri Langka sebagai pengekspor teh terbesar di dunia.

Di awal era pengembangan perkebunan the ini pemerintah kolonial Inggris mengalami masalah karena penduduk setempat Sinhala maupun orang Tamil di Jaffna utara tidak bersedia melakukan pekerjaan berat memetik teh. Kondisi ini membuat pemerintah  Inggris mendatangkan  orang Tamil dari India yang bekerja dengan upah kecil atau tanpa upah sebagai imbalan atas perjalanan mereka ke Sri Lanka.

Kombinasi perkerjaan yang sangat berat dengan upah yang rendah ini membuat pekerja teh  seperti layaknya budak. Para pemetik teh diharuskan memanen 18 kilogram daun teh hijau setiap hari untuk mendapatkan upah minimum, yang meningkat 70 persen dari Rp 50.000 menjadi Rp 85.000 per hari.

Dengan semakin memburuknya perekonomian  Sri Langka kenaikan upah yang ditetapkan oleh pemerintah ini memuat pengusaha tertekan karena  meningkatnya biaya produksi. Krisis keuangan yang sedang berlangsung membuat petani harus membayar lebih untuk bahan bakar dan listrik.

Saat ini Perkebunan the di Sri Langa mengalami  penurunan produktivitas akibat rendahnya tingkat penggunaan teknologi baru, pertumbuhan produksi yang lambat, meningkatnya kelangkaan tenaga kerja,  serta  rendahnya keterampilan pekerja telah mengakibatkan rendahnya produktivitas.

Masalah kompleks yang sedang menimpa perkebunan teh  di Sri Langka aini jika dibiarkan tanpa solusi akan semakin memburuk dan bukan tidak mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lamau, reputasi negara ini sebagai pengekspor the terbesar  dunia akan tergeseser dan di saat yang bersamaan perekonomian Sri Langka akan semakin memburuk.

Semoga apa yang terjadi di Sri langka ini dapat menjadi pelajaran yang sngat berharga bagi industri  teh Indonesia,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun