Di tengah tengah perintah penangkapan Putin atas tuduhan melakukan  kejahatan kemanusiaan Presiden Tiongkok Xi dan Vladimir Putin dua sahabat lama dalam hitungan jam akan bertemu secara langsung.
Pertemuan dua sahabat lama ini tentunya menjadi perhatian dunia karena salah satu misinya adalah menyelesaikan perang Ukraina dan Rusia melalui perundingan yang menggunakan prinsip saling menghargai kepentingan utamanya kepentingan keamanan dalam negeri Rusia akibat ekspansi NATO yang merupakan salah satu pemicu pecahnya perang Rusia dan Ukraina.
Bagi Rusia pertemuannya dengan presiden Tiongkok dianggap sangat bermakna karena sahabat lamanya ini tidak pernah meninggalkan Rusia di tengah tengah upaya Amerika dan sekutunya mengisolasi Rusia.
Di lain pihak Tiongkok akan memainkan peran konstuktifnya dalam menyelesaikan konflik Rusia dan Ukraina.
Presiden Tiongkok Xi yang membawa 12 inisiatif ini berupaya  menyelesaikan konfik dengan lebih mengutakaman unsur konstruktif.
Inisiatif Tiongkok ini sudah diluncurkan bulan lalu, namun sebagian besar poin inisiatif tersebut ditolak oleh Amerika dan sekutunya.
Penolakan ini sangat jelas mengambarkan dua kutub yang bertolak belakang yang tidak lepas dari ambisi Amerika untuk menegakkan kembali reputasinya yang hancur di Timur Tengah dengan harapan menjadikan negaranya sebagai "pengatur dunia"
Persahabatan Rusia dan Tiongkok dianggap oleh Amerika dan sekutunya jika dibiarkan akan mengganggu kepentingan politik dan ekonominya.Â
Ukraina saat ini menjadi  lahan basah untuk penjualan senjata dan penguasaan sumberdaya alam. Amerika dan sekutunya.  Oleh sebab itu dapat dimengerti jika Amerika dan sekutunya menolak inisiasi damai dari Tiongkok karena apa yang terjadi di Ukraina dapat dikapitalisasi menjadi kepentingan Amerika dan sekutunya
Pertemuan Putin dan Xi ini merupakan  pembelotan kedua negara sekaligus bentuk  peringatan  kepada Amerika dan sekutunya bahwa tatanan dunia ini tidak dapat dikuasai dan menjadi milik  satu negara saja (baca Amerika).