Di tengah ancaman krisis global ekonomi dunia saat ini, Â kepercayaan dan harapan negara negara di dunia mulai luntur pada Bank Dunia
Reputasi bank dunia memang dipertaruhkan karena pada kenyataannya reputasi itu kini  berada dipersimpangan jalan,
Misi bank Dunia  seharusnya menjadi penyelamat dengan  cara memberantas kemiskinan dan memperjuangkan kemakmuran dunia yang berkelanjutan.
Namun ibarat pepatah jauh panggang dari api pada kenyataannya rekam jejak Bank Dunia alih  alih mengentaskan kemiskinan,  tapi sebaliknya justru sepak terjang dan kebijakannya memperlebar jurang kemiskinan antara negara  kaya dan negara miskin yang mengakibatkan terjadinya ketidak kesetaraan.Â
Tidak ada yang dapat memungkiri bahwa keberadaan Bank Dunia telah memperkokoh kemiskinan dan juga menimbulkan ketidakadalan global.
Di era krisis ekonomi di tahun 1998 an Indonesia pernah merasakan  pahitnya menelan kebijakan Bank Dunia yang alih alih dapat membantu memecahkan krisis perekonomian, namun sebaliknya memanfaatkan situasi rapuhnya perekonomian Indonesia saat itu untuk mengambil keuntungan dan mempolitisasi Indonesia.
Untungnya Indonesia dapat secara tegas melawan jebakan batman Bank Dunia ini dengan cara melepaskan ketergantunganya.
Sepak terjang Bank Dunia saat ini memang tidak lepas dari sejarah panjang mengapa Bank Dunia ini dibentuk.
Di tinjau dari kata, Bank Dunia harusnya dikelola dan menjadi milik dunia, namun di era awal pembentukannya sebagain besar negara di Asia dan Afrika  baru merdeka dan tidak memiiki suara, sehingga kedaulatan Bank Dunia ini ditentukan dan diatur oleh negara maju (baca negara Barat).
Hal lain  yang juga mempengaruhi sepak terjang dan juga kegagalan Bank Dunia ini adalah aturan pemilihan kepemimpinan Bank Dunia ini ternyata tidak terbuka sehingga memungkinkan Amerika secara sepihak dapat menunjuk presiden Bank Dunia.
Fakta ini tercermin dari rekam jejak pimpinan Bank Dunia yang sampai saat ini pernah memiliki  12 presiden Bank Dunia yang semuanya laki laki dan merupakan warga negara Amerika.
Data ini menunjukkan bahwa walaupun namanya Bank Dunia, namun pada kenyataanya kekuatan Amerika dan negara maju lainnya dalam mengatur kebijakan Bank ini sangat besar sehingga menimbulkan ketimpangan yang luar biasa dalam membuat kebijakan yang menyebabkan timbulnya ketidak adilan utamanya bagi negara miskin dan berkembang.
Pemilihan Presiden Bank Bunia yang terbatas hanya untuk warga Amerika ini tercermin dari apa yang  dilakukan  oleh Joe Biden dengan mencalonkan secara sepihak kandidat presiden Bank Dunia berikutnya yaitu Ajay Banga  yang merupakan mantan CEO MasterCard.
Sudah selayaknya Bank Dunia dipimpin oleh orang yang memiliki rekam jejak dan reputasi yang luar biasa dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kemiskinan dunia.
Namun sayangnya harapan dunia tidak akan terjadi jika melihat  calon yang diajukan oleh Joe Biden ini.
Saat ini Bank Dunia memerlukan perubahan yang fundamental namun tampaknya harapan itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat  jika melihat dari sosok calon yang ditunjuk oleh Joe Biden ini.
Rekam jekan Banga tidak mencerminkan kemampuan untuk melakukan perubahan yang sangat mendasar untuk mencanangkan dan menegakkan  misi Bank Dunia sebagai Lembaga yang dipercaya dunia untuk mengentaskan kemiskinan.
Latarbelakang Banga sangat kental dengan kapitalisme karena dirinya adalah eksekutif ekuitas swasta yang sangat kurang pengalamannya di sektor pelayanan publik.
Salah satu contoh kebijakan dunia yang kental dengan kapitalisme adalah pembiayaan dan dukungan Bank Dunia pada industri bahan bakar fosil yang merusak lingkungan dan berpengaruh besar pada perubahan iklim global.
Pekerjaan rumah Bank Dunia berupa menumpuknya utang negara miskin dan berkembang yang memicu utang lebih besar  lagi agar dapat bertahan.
Eksapansi pemberian hutang Bank Dunia jelas sekali merupakan misi kapitalisme nya yang sangat kental bukan sebaliknya memberikan hibah kepada negara yang sedang dalam kesulitan ekonomi.
Pasien yang ditangani oleh Bank Dunia kebayakan mengalami krisis yang lebih dalam dan terlibat hutang yang lebih besar lagi karena negara tersebut harus membayarnya dalam dollar.
Negara yang berhutang dengan susah payah harus mengumpulkan dolar dengan cara  eksploitasi lingkungan dan sumberdaya alam dan pengembangan industri yang melayani kepentingan rantai pasar global yang banyak dinikmati oleh negara maju.
Dengan mempertahankan misinya seperti ini bank Dunia memang sulit diharapkan sebagai salah satu motor mempersempit jurang kemiskinan dan meningkatkan ketidak setaraan.
Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, negara miskin dan negara berkembang yang ditangani oleh Bank Dunia akan terjajah secara ekonomi dan politik.
Bank Dunia yang mempertahankan ideologi kapitalisme nya dan juga sudut pandangnya yang menganggap pelayanan publik merupakan masalah  ini  membuat Bank Dunia kehilangan ruh nya dalam menggalang solidaritas dunia dengan cara menolong negara negara miskin dan berkembang  yang terhimpit hutang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H