Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pupusnya Asa Dunia di Konferensi Iklim Dunia COP27

11 November 2022   10:14 Diperbarui: 12 November 2022   06:58 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi COP27 dibayangi kegagalan pengendalian peningkatan suhu global dan emisi CO2.| Foto: AP/Michael Probst.

Konferensi iklim dunia COP27 yang saat ini berlangsung di Mesir menyisakan tanda tanya besar akan efektivitas dan keberhasilan pertemuan ini karena dibayang-bayangi kegagalan dunia dalam menjaga peningkatan suhu bumi di sekitar 1.5oc atau dibawahnya.

Salah satu tujuan pertemuan pimpinan dunia di konferensi iklim dunia di Mesir ini adalah menjaga agar peningkatan iklim dunia berada di bawah 2oC.

Komitmen dunia ini tidak terlepas dari data perubahan iklim global dalam kurun waktu 9 tahun terakhir ini yang menunjukkan bahwa peningkatan suhu global melewati batas yang diupayakan yaitu 1.5oC.

Hal lain yang mengkhawatirkan adalah emisi gas CO2 dari bahan bakar fosil dunia melonjak kembali sehingga di tahun 2022 ini tercatat sebagai emisi CO2 yang tertinggi melewati angka emisi di tahun 2019.

Dari data ini para ilmuwan menyimpulkan bahwa upaya dunia dalam menjaga agar peningkatan suhu global di sekitar 1.5oC akan gagal karena angka ini dinilai terlalu optimis dibandingkan dengan apa yang terjadi di lapang. Diprediksi peningkatan suhu global ini akan terus terjadi dalam kurun waktu 10 tahun mendatang.

Emisi gas rumah kaca dari fosil pada kenyataannya akan terus meningkat sebelum stabil, namun kapan stabilnya emisi global ini belum dapat dipastikan karena keberhasilan ini sepenuhnya tergantung pada komitmen pimpinan dunia.

Dampak Peningkatan Suhu Global

Hal yang mengkhawatirkan adalah jika suhu global meningkat maka penyerapan karbon alami akan berkurang dalam menyerap emisi karbon ini.

Banjir besar di Pakistan akibat perubahan iklim global yang menelan korban 1.700 korban jiwa.| Foto: AP: Fareed Khan 
Banjir besar di Pakistan akibat perubahan iklim global yang menelan korban 1.700 korban jiwa.| Foto: AP: Fareed Khan 

Disamping itu peningkatan suhu global akan meningkatkan peluang terjadinya suhu ekstrim seperti kekeringan, banjir, kebakaran hutan, siklon, dll.

Kehidupan di bawah laut juga akan sangat terdampak dari peningkatan suhu global ini. Para ilmuwan memprediksi bahwa akan terjadi penurunan keragaman biodiversitas kehidupan bawah laut dapat mencapai 90%.

Dampak global jia terjadi peningkatan suhu 2oC.| Sumber: Climate Council
Dampak global jia terjadi peningkatan suhu 2oC.| Sumber: Climate Council

Stok air bersih dunia juga akan mengalami penurunan karena mencairnya es di kedua kutub.

Bagi negara-negara di kawasan Pasifik yang saat ini sudah merasakan dampak dari peningkatan suhu global ini, gagalnya menurunkan peningkatan suhu di bawah 1.5oC akan meningkatkan peluang terjadinya peningkatan permukaan air laut.

Permukaan air laut meningkat tajam dan mulai menenggelamkan daratan di negara negara di wilayah Pasifik.| Foto: phys.org
Permukaan air laut meningkat tajam dan mulai menenggelamkan daratan di negara negara di wilayah Pasifik.| Foto: phys.org

Saat ini saja banyak daratan di kawasan pasifik sudah tenggelam akibat peningatan permukaan air laut ini.

Upaya Menurunkan Emisi CO2

Para ilmuwan sepakat bahwa upaya dunia untuk menjaga peningkatan suhu global di bawah 1.5oC hanya dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan gas CO2 dari atmosfir. jIka hal ini gagal dilakukan maka suhu global akan terus meningkat.

Di masa puncak pandemi Covid-19 sebenarnya emisi CO2 di menurun dengan tajam karena penurangan aktivitas manusia dimuka bumi ini. Namun tentunya hal ini tentunya tidak berkelanjutan karena peningkatan aktivitas manusia meningkat lagi setelah pasca puncak dan emisi CO2 kembali meningkat tajam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan emisi CO2 yang terjadi di daratan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan penyerapan emisi di laut (17% vs 4%).

Di daratan hutan tropis memegang peran yang sangat vital dalam penyerapan emisi CO2 ini. Namun efisiensi penyerapan emisi ini akan berkurang dengan meningkatnya suhu global.

Data emisi CO2 yang disampaikan di pertemuan iklim global COP27 yang saat ini sedang berlangsung di Mesir menunjukkan fluktuasi. Sebagai gambaran jika data dipilah berdasarkan negara maka emisi CO2 yang terjadi di Tiongkok menurun namun sebaliknya yang terjadi di India terus meningkat.

Penurunan emisi CO2 Tiongkok kemungkinan besar disebabkan oleh pembatasan aktivitas selama pandemi dan diperkirakan akan kembali meningkat tajam.

Polusi udara di New Delhi. | Foto: Adnan Abidi/Reuters]
Polusi udara di New Delhi. | Foto: Adnan Abidi/Reuters]

Disamping India, emisi CO2 Amerika juga mengalami peningkatan yang signifikan.

Emisi CO2 tahunan dunia yang berasal dari fosil dalam kurun waktu 1960 sampai 2022 menunjukkan peningkatan yang sangat tajam dari 10 giga ton (Gt) melonjak menjadi 36.6 Gt

Sebaliknya emisi CO2 yang diakibatkan oleh penggunaan tahan mengalami sedikit penurunan dari sekitar 7 Gt di tahun 1960 menjadi 3.6 Gt di tahun 2022.

Penurunan ini tentunya bukan berarti menunjukkan keberhasilan pengurangan emisi CO2 dari penggunaan dan pembukaan lahan, namun kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya drastis luasan lahan baru yang dibuka akibat degradasi lingkungan dan jenuhnya lahan.

Upaya dunia mengurangi laju peningkatan suhu global ini utamnya sangat tergantung pada Tiongkok, India dan Amerika karena ketiga negara ini tercatat sebagai tiga negara terbesar dalam menyumbangkan emisi CO2 dunia.

Harapan dunia akan terjadinya pengurangan emisi CO2 yang signifikan memang tertumpu pada Tiongkok.

Jika dilihat dari tren peningkatan emisi CO2 Tiongkok selama 10 tahun terakhir ini sudah melandai jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, namun belum mengalami penurunan.

Pengurangan emisi CO2 Tiongkok tentunya tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi negara ini dan juga tergantung pada perkembangan proyek energi terbarukan yang sedang digalakkan di negara ini.

Kekeringan ekstrim kini menimpa dunia. | Foto: visionandimagination.com
Kekeringan ekstrim kini menimpa dunia. | Foto: visionandimagination.com

Peningkatan suhu global kini bukan lagi merupakan masalah negara tertentu saja namun sudah menjadi masalah dunia karena akan berdampak langsung pada keamanan, sosial, politik, persediaan air, cuaca ekstrim, dan keamanan pangan dllnya.

Namun tampaknya dari serangkaian pertemuan tingkat tinggi iklim dunia komitmen yang telah dibuat dalam pertemuan ini sulit untuk direalisasikan karena terkait langsung dengan perkonomian negara.

Tiga negeri penyumbang emisi CO2 terbesar seperti Tiongkok, India, dan Amerika tentunya tidak mudah merealisasikan komitmennya karena akan berdampak pada perekonomian ketiga negara ini.

Demikian juga kompensasi yang dijanjikan oleh negara maju bagi negara yang berperan dalam penyerapan emisi CO2 ini dalam bentuk hutan tropis dllnya juga belum sepenuhnya dapat direalisasikan.

Dunia kini berada dipersimpangan jalan untuk menentukan langkahnya apakah memilih kepnntingan jangka panjang dengan kondisi lingkungan yang lebih baik atau memilih jalan pintas mementingkan ekonomi yang berdampak pada semakin memburuknya lingkungan.

Apapun pilihannya yang jelas perubahan iklim global dan peningkatan suhu global merupakan kenyataan pahit yang harus diterima dunia.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun