Disamping persentasi penduduk Aborigin yang menghuni penjara yang tertinggi akibat kejahatan  ringan, sekitar sepertiga penduduk asli Australia hidup di bawah garis kemiskinan.
Perjalanan Panjang Menuntut Hak
Di era Australia moderen perjuangan masyarakat Aborigin dan kepulauan Torres memang sangat panjang dan berliku.
Pembodohan dan penipuan  serta pengambilan alih hak pribumi ini terjadi sejak awal orang kulit putih mendarat di Australia.
Kerajaan Inggris yang menganut faham "terra Nullius" Â yang berarti "tanah milik siapa pun" tertanam dalam hukum Australia, sehingga mengabaikan hak pribumi atas tanah yang dimilikinya selama ratusan ribu tahun lamanya.
Dengan konsep hukum seperti ini tidak seperti negara-negara seperti Selandia Baru dan Kanada, Australia tidak pernah memiliki proses perjanjian tertulis dengan masyarakat adat sehingga masyakat Aborigin memang termajinalkan  hak nya.
Baru di era tahun 1992 an konsep terra nullius ini dibatalkan dan mulai  membuka peluang adanya pemulihan hak masyarakat Aborigin.
Salah satu dampak dari marjinalisasi masyaralt Aborigin ini adalah tidak ada jaminan ada perwakilan masyarakat Aborigin dan penduduk kepulauan Torres di perlemen untuk memperjuangkan haknya.
Advokasi menuntut hak dan suara permanen di parlemen bagi masyarakat Aborigin  dimulai ketika mantan Perdana Menteri Julia Gillard membentuk panel ahli pada tahun 2010 dengan tujuan untuk mengakui hak  penduduk Asli Australia dalam konstitusi Australia.
Pada tahun 2017, setelah berkonsultasi dengan sejumlah anggota dan pemimpin masyarakat adat mengeluarkan seruan bersama akan pengungkapan kebenaran dan perjanjian yang mengikat atas hak masyakat Aborigin.
Namun perjalanan penuntutan hak ini kembali melalui jalan berliku karena  Scott Morrison yang berhaluan kanan ketika terpilih sebagai Perdana Menteri Australia menolak mendukung proposal ini.