Sikap Australia ini memang dapat dimengerti karena Australia menganggap dirinya berjasa sebagai sponsor kemerdekaan Timor Leste.Â
Di samping itu pilihan Timor Leste bekerja sama dengan Tiongkok akan melemahkan posisi dan pengaruh Australia di kawasan yang selama ini dianggap cukup kuat.
Pola pikir Ramos Horta ini memang cukup berdasar karena saat ini permintaan akan gas dan minyak bumi dunia sangat tinggi akibat dampak perang Rusia dan Ukraina.
Jika gas dan minyak Timor Leste nantinya dapat masuk ke pasaran ini maka tentunya akan mendatangkan pendapatan jauh lebih besar dibandingkan dengan bekerjasama dengan Australia.
Jalan Penuh Krikil Tajam
Sebagai pengingat setelah melakui referendum yang 'disponsori' oleh PBB pada bulan Agustus 1999, Timor Leste secara resmi melepaskan diri dari Indonesia dan mendeklarasikan kemerdekaanya pata tanggal 20 Mei tahun 2002.
Ibarat wahana Roller coaster, hubungan antara Timor Leste dengan Australia pasca kemerdekaan memang tidak pernah mulus.
Pihak intelijen Australia ternyata telah melakukan penyadapan terhadap Kantor Perunding Timor Leste sejak tahun 2004.
Saat itu pihak intelijen Australia yang bernama Australian Secret Intelligence Service (ASIS) dengan menggunakan kapal yang ditambatkan sekitar 500 meter dari kantor perunding Timor Leste mengambil rekaman audio yang disembunyikan di kantor tersebut.
Tindakan pihak intelijen Australia untuk mematai-matai gerak-gerik tokoh kunci Timor Leste ini terungkap ketika polisi Federal Australia melakukan penggrebekan rumah salah seorang pengacara yang bernama Bernard Collaery di tahun 2013.
Hasil penggerebekan ini menimbulkan kehebohan internasional karena sekaligus mengungkap kasus penyadapan yang dilakukan oleh pihak intilejen Australia yang telah berlangsung lama.
Terbongkornya aksi intelijen ini tentunya menimbulkan kemarahan Timor Leste sebagaimana kemarahan Indonesia ketika pihak Australia melakukan hal yang sama terhadap Indonesia di masa Pemerintahan SBY.