Tampaknya bulan madu antara Timor Leste dan Australia akan segera berakhir.Â
Janji-janji manis Australia sebelum Timor Leste melepaskan diri dari Indonesia utamanya terakit dengan cadangan minyak dan gas di celah Timor untuk memakmurkan rakyat Timor Leste tidak kunjung tiba.
Bayangan masyarakat Timor Leste bahwa mereka akan sangat sejahtera pasca kemerdekaan sebagaimana negara Brunei yang kaya akan minyak hanya tinggal mimpi belaka.
Bahkan dalam tahun ini pemerintah Timor hampir tidak dapat menjalankan roda pemerintahannya karena tidak ada uang.
Uang yang berlimpah yang diimpikan dari hasil gas dan minyak bumi dari celah Timor tidak sebesar yang dibayangkan. Bahkan ujungnya Timor Leste dan Australia membawa sengketa celah Timor ini ke Pengadilan Tetap Arbitrase yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, untuk diselesaikan masalahnya bedasarkan hukum internasional (baca selengkapnya di sini)
Berpaling Hati
Di tengah tengah ketegangan diplomatik antara Australia dengan Tiongkok yang berusaha memenangkan hati negara negara pasifik, Ramos Horta menyatakan bahwa Timor Leste merupakan negara strategis yang dapat berperan banyak di kawasan Pasifik.
Presiden terpilih Timor Timor Ramos Horta menyatakan bahwa cadangan gas yang ada di celah Timor seharusnya dikirim ke Timor Leste untuk diolah, bukan diolah di Australia seperti yang terjadi selama ini.
Ramos Horta menyatakan secara tegas bahwa jika kerjasama baru proyek gas ini tidak dijalankan dan diubah haluannya maka Timor Leste dalam 10 tahun mendatang akan kehabisan uang dan akan bangkrut.
Saat ini cadangan uang Timor Leste dari kerja sama eksplorasi gas cehak Timor ini saat hanya tinggal US$ 18 miliar, sedangkan setiap tahunnya kebutuhan yang harus dikeluarkan Timor Timor mencapai US$1,8 milyar setiap tahunnya.
Hal lain yang sangat menarik dari ucapan Ramos Horta bahwa partner pengolahan gas ini nantinya bukan lagi Australia tapi Tiongkok.
Ramos Horta menyatakan bahwa Tiongkok sangat tertarik untuk bekerja sama dengan Timor Leste melakukan eksplorasi dan pengolahan gas dan minyak di celah Timor.
Keseriusan Timor Leste yang akan bekerja sama dengan Tiongkok dalam mengolah gas alam ini disebutkan oleh Ramos Horta tercermin dari pertemuan dan diskusi informal dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini.
Dalam pembicaraan ini, Tiongkok menyatakan ketertarikannya sebagai mitra tunggal Timor Leste dalam proyek gas ini.
Terkait dengan rencana kerjasama ini bahkan Ramos Horta memperingatkan Australia untuk tidak ikut campur dalam keputusan Timor Leste untuk bekerja sama dengan siapa saja termasuk Tiongkok.
Perlu diketahui bahwa selama ini gas dan minyak yang ada di celah Timor diolah oleh perusahaan raksasa Australia yang bernama Woodside.
Namun saat ini mengalami kebuntuan akibat ketidaksepakatan pembagian hasil dari eksplorasi gas ini.
Kebuntuan ini terjadi karena Woodside tidak dapat memenuhi permintaan Timor Leste untuk melakukan pengolahan gasnya di Timor Leste, bukan lagi di Australia dengan alasan tidak ekonomis.
Sementara Timor Leste berpendapat bahwa kekayaan alam ini milik mereka dan Timor Leste harus mendapatkan nilai tambah yang lebih besar dari pengolahan gas ini.
Selama ini perjanjian antara Australia dan Timor Leste hanya menyangkut pembagian royalty saja, sedangkan masalah investasi infrastruktur pengolahan yang nilainya jutaan dollar ditangani oleh Australia.
Tampaknya kesabaran Timor Leste akan janji janji Australia sudah habis dan akan segera berpaling pada negara lain untuk mengolah cadangan gas ini termasuk bekerjasama dengan Indonesia dan Korea Selatan jika diperlukan.
Terkait dengan rencana ini tentunya Australia meradang dan menyatakan bahwa rencana Timor Leste ini dinilai kontra produktif.
Sikap Australia ini memang dapat dimengerti karena Australia menganggap dirinya berjasa sebagai sponsor kemerdekaan Timor Leste.Â
Di samping itu pilihan Timor Leste bekerja sama dengan Tiongkok akan melemahkan posisi dan pengaruh Australia di kawasan yang selama ini dianggap cukup kuat.
Pola pikir Ramos Horta ini memang cukup berdasar karena saat ini permintaan akan gas dan minyak bumi dunia sangat tinggi akibat dampak perang Rusia dan Ukraina.
Jika gas dan minyak Timor Leste nantinya dapat masuk ke pasaran ini maka tentunya akan mendatangkan pendapatan jauh lebih besar dibandingkan dengan bekerjasama dengan Australia.
Jalan Penuh Krikil Tajam
Sebagai pengingat setelah melakui referendum yang 'disponsori' oleh PBB pada bulan Agustus 1999, Timor Leste secara resmi melepaskan diri dari Indonesia dan mendeklarasikan kemerdekaanya pata tanggal 20 Mei tahun 2002.
Ibarat wahana Roller coaster, hubungan antara Timor Leste dengan Australia pasca kemerdekaan memang tidak pernah mulus.
Pihak intelijen Australia ternyata telah melakukan penyadapan terhadap Kantor Perunding Timor Leste sejak tahun 2004.
Saat itu pihak intelijen Australia yang bernama Australian Secret Intelligence Service (ASIS) dengan menggunakan kapal yang ditambatkan sekitar 500 meter dari kantor perunding Timor Leste mengambil rekaman audio yang disembunyikan di kantor tersebut.
Tindakan pihak intelijen Australia untuk mematai-matai gerak-gerik tokoh kunci Timor Leste ini terungkap ketika polisi Federal Australia melakukan penggrebekan rumah salah seorang pengacara yang bernama Bernard Collaery di tahun 2013.
Hasil penggerebekan ini menimbulkan kehebohan internasional karena sekaligus mengungkap kasus penyadapan yang dilakukan oleh pihak intilejen Australia yang telah berlangsung lama.
Terbongkornya aksi intelijen ini tentunya menimbulkan kemarahan Timor Leste sebagaimana kemarahan Indonesia ketika pihak Australia melakukan hal yang sama terhadap Indonesia di masa Pemerintahan SBY.
Tindakan memata matai Timor Leste ini untuk mendapatkan keuntungan tertentu ini dianggap sangat keterlaluan karena negara ini memang miskin dan baru saja bangkit dari perang saudara.
Kepercayaan terhadap Australia memang memudar pasca terungkapnya kasus penyadapan yang dilakukan oleh pihak intelijen Australia karena selama ini Timor Leste menganggap Australia sebagai sabahat dan juga sponsor kemerdekaan.
Perang Pengaruh
Rencana Timor Leste yang akan bekerjasama dengan Tiongkok ini dinilai oleh Australia sangat kontroversial.
Saat ini pemerintah Australia berusaha memenangkan kembali hati negara negara di kawasan Pasifik yang selama ini telah "ditelantarkan" oleh Perdana Menteri Australia sebelumnya Scott Morrison.
Sebagai contoh negara Kepulauan Solomon telah menandatangani kerja sama pembangunan pangkalan militer Tiongkok di negeranya yang membuat Australia meradang.
Pengaruh Australia di kawasan Pasifik memang sudah mulai melemah dan diambil alih oleh Tiongkok.
Perebutan pengaruh di negara negara kaswan Pasifik ini memang sangat strategis karena Amerika dan sekutunya termasuk Australia mencoba memperlemah pengaruh Tiongkok di kawasan ini sebagai bagian dari konsep Indo Pasifik.
Bagi Tiongkok jika berhasil masuk dalam proyek gas ini akan sangat menguntungkan karena akan memperluas pengaruh politik dan ekonominya sekaligus memukul Australia yang selama ini dianggap menghalangi dan mencampuri urusan Tiongkok.
Kemarahan Tiongkok memuncak ketika Perdana Menteri Australia Scott Morrison lebih berpaling pada Amerika dan sekutunya dalam hal kebijakan politik luar negerinya.
Scott Morrison bekerja sama dengan Donald Trump mengkampanyekan kepada dunia internasional untuk mencari bukti bahwa Covid-19 merupakan buatan Tiongkok dan Tiongkok harus membayar kompensasinya.
Sikap Australia inilah yang memicu pembalasan Tiongkok berupa perang dagang yang membuat Australia terpuruk karena Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang utama Australia.
Berpalingnya Timor Leste dalam urusan eksplorasi sumberdaya alam utamanya gas dari Australia ke Tiongkok dapat diartikan sebagai wujud kekecewaan Timor Leste selama ini terhadap Australia.
Di tengah kebutuhan uang yang semakin mendesak untuk menjalankan roda pemerintahan sangat dapat dimengerti jika Ramos Horta berpaling hati dari Australia yang selama ini dianggap hanya mengumbar janji menyejahterakan masyarakat Timor Leste melalui kemerdekannya dan kekayaan sumber alamnya.
Jika tidak diambil langkah drastis untuk menyelamatkan perekonomian Timor Leste bukan tidak mungkin dalam 10 tahun mendatang negara ini akan menjadi negara gagal.
Rujukan : satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H