Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pertaruhan Joe Biden dalam Konflik Rusia-Ukraina

14 Februari 2022   19:38 Diperbarui: 15 Februari 2022   04:33 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita lebih jeli mengamati ketegangan antara Rusia dan Ukraina akhir akhir ini, kita tentunya akan dapat menarik benang merah di mana Joe Biden sengaja menempatkan dirinya berada di dalam pusaran konflik. 

Secara berapi-api Joe Biden menebarkan ancaman demi ancaman dan juga mengajak sekutunya untuk bersatu menentang "rencana" invasi Rusia ke Ukraina.

Pertanyaan yang paling mendasar adalah mengapa Joe Biden bernafsu sekali melibatkan dirinya dalam ketegangan politik ini?

Setelah sebelumnya mengancam Tiongkok dan melibatkan dirinya secara langsung dalam ketegangan di laut Tiongkok Selatan yang tampaknya tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan untuk menakut-nakuti Tiongkok, kini reputasi Joe Biden benar-benar dipertatuhkan.

Jatuhnya pesawat tempur tercanggih ketika ingin mempertontonkan kekuatan militernya di Laut Tiongkok Selatan, membuat Amerika kini sibuk untuk mencari bangkai pesawatnya karena khawatir rahasia pesawat super canggih tersebut akan jatuh ke tangan Tiongkok.

Sejak masa pemilihan presiden, Joe Biden memang menggunakan isu Rusia sebagai salah satu strategi politik luar negerinya dengan terus menekan dan menyalahkan Rusia yang "mengganggu" demokrasi Amerika dengan cara memengaruhi opini publik Amerika. Namun sampai sekarang Joe Biden belum membuktikan ucapan dan tuduhannya terkait dengan intervensi Rusia dalam pemilihan presiden Amerika.

Ilustrasi : Ingram Pinn/Financial Times 
Ilustrasi : Ingram Pinn/Financial Times 

Justru sebaliknya kini Joe Biden menuai badai akibat permusuhannya dengan Rusia ini yang menyebabkan kenaikan harga bahan bakar yang membumbung mencekik rakyat Amerika.

Jika nantinya Putin memutuskan menginvasi Ukraina, maka akan menjadi gelombang kejutan yang terbesar pasca perang dingin yang akan meruntuhkan reputasi Joe Biden karena keputusan Joe Biden melibatkan diri langsung dalam konflik ini dan juga sekutunya diprediksi akan menimbulkan konflik baru di kawasan Eropa.

Dalam situasi konflik seperti ini Amerika dan sekutunya tidak akan mengirim pasukannya langsung untuk mempertahankan Ukraina karena negara ini bukanlah anggota NATO.

Pengiriman pasukan Amerika ke Rumania dan Polandia yang merupakan anggota NATO dinilai lebih sebagai tindakan preventif jika seandainya konflik ini meluas ke negara tetangga Ukraina yang merupakan anggota NATO.

Peringatan keras Joe Biden terhadap Putin yang akan memberikan sanksi berat segera setelah terjadi invasi ke Ukraina lebih merupakan pengalihan isu Joe Biden akan masalah domestik yang terjadi di Amerika.

Hasil yang sudah pasti jika invasi ini terjadi tentunya akan berpengaruh langsung pada hasil pemilihan di kalangan Partai Demokrat pada bulan November mendatang.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina ini membuat Amerika dan Rusia sebagai negara adi kuasa yang memiliki persentataan nuklir terbesar dunia ini saling berhadapan.

Amerika pernah mendanai pemberontak yang akhirnya membawa Moskow keluar dari Afghanistan di era tahun 1980 an, Namun justru sejarah membuktikan bahwa akhirnya Amerika juga tersingkir dari Afghanistan setelah mencatat rekor ketelibatan Amerika dalam perang yang terpanjang dalam sejarah Amerika.

Ketegangan baru antara Amerika dan Rusia ini tentunya akan mengubah peta kekuatan dunia karena akan memperlemah diplomasi Amerika dalam menghadapi isu persenjataan nuklir di Iran dan Korea Utara yang secara tidak langsung dapat mengancam keamanan Amerika.

Di dalam negeri popularitas Joe Biden mulai menurun tajam karena masalah perekonomian dalam negeri, di mana inflasi Amerika tercatat mencapai 7,5% yang merupakan kondisi terburuk sejak tahun 1982 lalu.

Jika akhirnya Rusia memutuskan menginvasi Ukraina, maka dapat dipastikan harga minyak dan gas akan meningkat dengan tajam yang membuat popularitas Joe Biden semakin terpuruk. 

Disamping itu invasi ini akan menunjukkan bahwa secara ancaman yang telah ditebar oleh Joe Biden sama sekali tidak dihiraukan oleh Putin yang tentunya berdampak pada reputasi Amerika di tatanan politik global.

Di dalam negeri Joe Biden juga masih harus menghadapi Partai Republik dan mantan presiden Trump yang melabel kegagalan pemerintahan Joe Biden ketika dengan muka tertunduk dipermalukan dan harus meninggalkan Afghanistan setelah berkuasa puluhan tahun lamanya dengan korbanan nyawa dan biaya yang sangat tinggi.

Evakuasi militer Amerika di Afghanistan tentunya mengingatkan Amerika akan kekalahan yang sama ketika pasukan Amerika dan warganya meninggalkan Vietnam akibat kekalahan Amerika melawan pemerintahan komunis Vietnam saat itu.

Kembalinya Joe Biden pada NATO setelah sebelumnya Trump berusaha keluar dari NATO menjadi pembeda yang jelas politik luar negeri antara Partai Demokrat dan Partai Republik.

Jadi apapun tindakan Rusia yang membuat reputasi Joe Biden jatuh akan menjadi poin positif bagi Trump yang berencana akan mencalonkan diri kembali menjadi presiden.

Partai Republik kini sedang memainkan isu kenaikan harga bahan bakar dan barang kebutuhan sehari-hari di masa pandemi ini untuk menyudutkan Joe Biden dan menggambarkan betapa buruknya Joe Biden menangani perekonomian Amerika.

Keadaan perkonomian Amerika sudah dapat dipastikan akan semakin memburuk jika akhirnya Rusia memutuskan melakukan invasi ke Ukraina yang akan membuat harga minyak dan bahan kebutuhan sehari hari di Amerika akan meningkat lebih tajam.

Saat ini popularitas Joe Biden hanya mencapai 41% saja dan invasi Rusia ke Ukraina tentunya akan secara tajam menurunkan popularitas Joe Biden.

Disamping itu hasil pooling yang dilaksnan bulan Januari lalu menunjukkan lampu merah bagi Joe Biden karena hanya mencapai 45% dari pemilih dari kalangan Demokrat yang akan memilih Joe Biden sebagai kandidat dalam pemilihan presiden di tahun 2024 mendatang. Artinya terdapat kemungkinan jika salah langkah Joe Biden akan berkuasa hanya 1 periode saja.

Joe Biden harus menyadari bahwa kali ini Amerika mendapat lawan yang sepadan yaitu Rusia yang tentunya di bawah pemerintahan Putin yang sangat popular ini tidak akan mudah tunduk pada Amerika. 

Selama ini Putin telah membuat Amerika dan Joe Biden pusing karena tidak pernah dapat didikte oleh Amerika. Belum lagi kini Putin sudah mendekat dengan Tiongkok yang tentunya akan menggabungkan dua kekuatan besar yang membuat Amerika tambah pusing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun