Atas dasar informasi pimpinan Irak saat itu Saddam Husein yang memiliki senjata pemusnah masal, Colin Powell akhirnya memimpin serangan besar besaran ke Irak untuk menggulingkan Saddam Hussein sekaligus menduduki negara ini.
Namun pada kenyataannya setelah menguasai Irak  ternyata  negara ini memiliki senjata pemusnah masal tidak terbukti sama sekali.
Colin Powell  mungkin saja menyesali kirpahnya di akhir karirnya tersebut namun sebagai seorang prajurit memang harus melakukannya demi negaranya walaupun pada akhirnya  merupakan keputusan yang salah.
Informasi intelejen yang menyesatkan ini tidak saja mengelabui Colin Powell, namun juga banyak negara yang saat itu berkoalisi dengan Amerika menyerang Irak dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit.
Salah satu momen yang selalu menghantui Colin Powell adalah terkait pidatonya di PBB Â pada tahun 2003 lalu ketika masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Amerika.
Dalam pidatonya Colin Power pengutip hasil intelejen yang menyebutkan Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal yang mengancam dunia. Padahal informasi intelejen ini sama sekali tidak benar.
Melalui pidatonya ini Amerika berhasil menggalang koalisi untuk menghancurkan Irak. Â Namun sampai akhirnya Saddam Hussein ditangkap dan dihukum mati, informasi yang menjadi dasar invasi ke Irak ini tidak pernah terbukti.
Perang irak yang menghabiskan dana dan memakan korban yang sangat besar ini memang berlangsung hanya dlaam waktu 6 minggu saja, namun dampak kerusakan dan kekacauan poliriknya masih dirasakan sampai hari ini.
Dalam 40 tahun pengabdiannya Colin Powell mencapai karir tetingginya dalam dunia militer dan menjadi penasehat persiden yang handal baik untuk partai republik maupun partai demokrat.
Colin Powell yang juga pernah bertugas di Vietnam ini menyatakan bahwa keterlibatan militer dalam suatu perang harus jelas tujuannya.
Pernyataannya ini dikenal oleh kalangan militer sebagai "doktrin Colin Powell". Namun justru di akhir karirnya  tersebut dinodai oleh tujuan peran Irak  yang tidak jelas.