Kemaren dunia dikejutkan oleh  berita meninggalnya Jenderal Colin Powell dalam usianya yang ke 84 tahun karena komplikasi akibat Covid-19 yang dideritanya.
Jenderal yang satu ini memang tergolong langka, karena jarang sekali kelompok minoritas Afrika Amerika menata karirnya dengan apik dalam dunia militer dan mencapai puncaknya.
Putra imigran Jamaika ini  lahir di Harlem pada tahun 1937 dan dibesarkan di New York City.
Bak cerita Cinderella, seorang anak kulit hitam dengan kondisi perekonomian keluarga yang serba terbatas dibesarkan di daerah kumuh Bronx Selatan akhirnya menjelma menjadi seorang jenderal yang penuh dengan prestasi yang tidak saja memakau Amerika namun juga dunia.
Sederatan prestasi dan posisi telah berhasil diukir dan didudukinya yang tidak semua orang dapat mencapai puncak prestasi seperti yang dicapai Colin Powell.
Colin Powell tidak saja menjadi jenderal namun juga menjadi negarawan yang menorehkan sejarah dalam banyak hal.
Tiga jabatan penting dan sangat bergengsi pernah dipegangnya yaitu  penasihat keamanan nasional, ketua Kepala Staf Gabungan dan sekretaris negara.
Pada saat memasuki masa pensiun pada tahun 2005,  Colin Powell  adalah salah satu tokoh militer Amerika yang paling dihormati.
Namun dunia mengingat Colin Powell sebagai jenderal yang membuat kesalahan fatal dalam perang Irak.
Kesalahan terbesar menjelang akhir karirnya di militer ini disebabkan karena lemahnya informasi intelejen yang diterimanya yang mendorong dirinya memimpin operasi menduduki Irak.
Atas dasar informasi pimpinan Irak saat itu Saddam Husein yang memiliki senjata pemusnah masal, Colin Powell akhirnya memimpin serangan besar besaran ke Irak untuk menggulingkan Saddam Hussein sekaligus menduduki negara ini.
Namun pada kenyataannya setelah menguasai Irak  ternyata  negara ini memiliki senjata pemusnah masal tidak terbukti sama sekali.
Colin Powell  mungkin saja menyesali kirpahnya di akhir karirnya tersebut namun sebagai seorang prajurit memang harus melakukannya demi negaranya walaupun pada akhirnya  merupakan keputusan yang salah.
Informasi intelejen yang menyesatkan ini tidak saja mengelabui Colin Powell, namun juga banyak negara yang saat itu berkoalisi dengan Amerika menyerang Irak dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit.
Salah satu momen yang selalu menghantui Colin Powell adalah terkait pidatonya di PBB Â pada tahun 2003 lalu ketika masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Amerika.
Dalam pidatonya Colin Power pengutip hasil intelejen yang menyebutkan Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal yang mengancam dunia. Padahal informasi intelejen ini sama sekali tidak benar.
Melalui pidatonya ini Amerika berhasil menggalang koalisi untuk menghancurkan Irak. Â Namun sampai akhirnya Saddam Hussein ditangkap dan dihukum mati, informasi yang menjadi dasar invasi ke Irak ini tidak pernah terbukti.
Perang irak yang menghabiskan dana dan memakan korban yang sangat besar ini memang berlangsung hanya dlaam waktu 6 minggu saja, namun dampak kerusakan dan kekacauan poliriknya masih dirasakan sampai hari ini.
Dalam 40 tahun pengabdiannya Colin Powell mencapai karir tetingginya dalam dunia militer dan menjadi penasehat persiden yang handal baik untuk partai republik maupun partai demokrat.
Colin Powell yang juga pernah bertugas di Vietnam ini menyatakan bahwa keterlibatan militer dalam suatu perang harus jelas tujuannya.
Pernyataannya ini dikenal oleh kalangan militer sebagai "doktrin Colin Powell". Namun justru di akhir karirnya  tersebut dinodai oleh tujuan peran Irak  yang tidak jelas.
Dalam salah satu pidatonya pada tahun 2005, dia mengungkapkan penyesalannya sekaligus rasa sakitnya atas kepepimpinannya menginvasi Irak.
Colin Powel memang berhasil mempersembahkan kemenangan atas invasinya ke Irak kepada dunia namun atas dasar kesalahan yang sangat fatal karena dirinya terjebak oleh laporan intelejen palsu yang dibuat oleh sekelompok orang di saat pemerintahan Bush.
Dampak kepemimpinannya dalam perang Irak ini memang cukup mengerikan karena perang singkat ini memakan korban 4.500 orang Amerika dan melukai 32.000 orang dalam kurun waktu perang dan ketidak stabilan yang ternyata berlangsung cukup lama sejak melakukan invasi.
Sampai detik ini tidak ada yang mengetahui secara pasti jumlah korban jiwa dari pihak warga sipil Irak yang diduga mencapai ratusan ribu jiwa.
Keterlibatan Amerika menginvasi Irak mengakibatkan efek domino yang akhirnya  melibatkan Amerika dalam perang lainnya di Afghanistan, Suriah dal negeri lainnya.
Salah satu dampak yang tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya adalah pasca invasi ke Irak, kawasan ini menjadi ladang subur tumbuhnya benih benih terorisme dan juga kebangkitan dan kejatuhan  negera Islam di kawasan ini.
Gelombang Arab Spring melanda kawasan Timur Tengah dan Afrika yang mengubah peta politik dan keamanan di kawasan ini untuk selamanya.
Colin Powel yang mengakhir karirnya di masa jabatan presiden George W Bush dan di tengah perang  Irak mungkin saja terus menyesali  kesalahan yang dibuatnya dalam memimpin dunia menginvasi Irak yang jika dia mendapatkan informasi intelejen yang akurat mungkin saja dapat dihindarinya.
Colin Powell memang dipuji sebagai pahlawan karena berhasil mengakhiri perang teluk pertama yang berhasil membebaskan Kuwait dari cengkeram tantara Irak di bawah komando Saddam Hussein.
Namun ketika dirinya mengakhiri karirnya di dunia militer di tahun 1993, dirinya berada pada situasi yang sangat berbeda.
Terlepas dari noda hitam dalam menginvasi Irak, Colin Powell memang telah menorehkan prestasi yang luar biasa dan menjadi panutan utamanya kaum minoritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H