Sebagai pembanding berdasarkan data Komisi Hak Asasi Manusia di ditahun 2010 dipenghujung era sebelum Arab Spring bergulir hanya ada 1 jurnalis yang ditahan, namun di penghujung tahun 2019 ada sebanyak 26 jurnalis yang ditahan karena diangap mengkritisi pemerintah.
Sebagaimana layaknya sebuah revolusi, Arab Spring juga memakan korban sosial.  Tercatat sebanyak 16 juta jiwa menjadi  pengungsi yang kemungkinan besar tidak pernah kembali kenegaranya lagi.
Gelombang Arab Spring memang berdampak besar pada kehidupan sosial, ekonomi dan infrastruktur di kawasan ini. Â Sebagai contoh Yaman dan Syria menjadi dua negara yang sampai saat ini terdampak besar.
Menurut the Middle East and North Africa (MENA) untuk kedua negara ini telah gagal untuk memenuhi kebutuhan paling dasar  rakyatnya.
Sebagai contoh peningkatan jumlah penduduk terjadi di Mesir dimana di tahun 2010 Â jumlah penduduknya hanya 82.761.235 juta jiwa sedangkan di tahun 2020 jumlah penduduknya mencapai 104.258.327Â juta jiwa.
Dalam kurun waktu 10 tahun setelah Arab Srping bergulir, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini melemah. Â Pendapatan per kapita menurun sedangkan pengangguran terus meningkat.
Reformasi politik di negara negara di kawasan ini pun tampaknya tidak sesuai dengan harapan karena tampaknya hanya di Tunisia saja pemerintahan yang demokratis dapat terwujud.
Negara Barat yang selama ini menggembar gemborkan demokrasi ternyata tidak sepenuhnya mendukung bergulirnya  demokrasi di kawasan ini secara alami.  Banyak bantuan dari negara barat yang dialirkan ke regim yang disukainya.
Sebagai contoh di Libya, Inggris, Perancis dan Amerika melakukan pengeboman yang masif hanya untuk menggulingkan Muammar Gaddafi tanpa diikuti dengan bantuan untuk pembangunan infrastruktur baru.
Kondisi ini tentunya membuat Libya menjadi lebih  terpuruk akibat perang saudara yang masih berlanjut sampai saat ini setelah era penggulingan Muammar Gaddafi.