Saat ini fenomena vaksinasi pertama untuk kepala negara, politisi dan tokoh penting memang terjadi juga di berbagai negara namun sebaliknya di beberapa negara justru lebih realistis melakukan vaksinasi pertama untuk warga sipilnya yang memang menjadi prioritas.
Sebagai contoh di Inggris orang pertama yang mendapatkan vaksi setelah vaksin mendapat ijin penggunaan oleh pihak berwenang  adalah warga sipil pensiunan yang berusia 90 tahun yang bernama Margaret Keenan.
Dalam hal ini Inggris lebih memprioritaskan pemberian vansin pertama untuk orang yang memiliki resiko sangat tinggi tertular untuk menyelamatkan warganya.
Sebaliknya di Istrael orang yang mendapat vaksin pertama adalah kepala negaranya yaitu Benjamin Netanyahu yang berusia 71 tahun yang dianggap lebih memprioritas pemberian vaksin pertamanya untuk pimpinan negaranya.
Pimpinan negara yang mendapat vaksin pertama bukan hanya Perdana Menteri Istrael saja. Pimpinan Dubai yang gerusia 71 tahun Mohammed bin Rashid al-Maktoum, Raja Bahrain, Perdana Menteri Singapura  juga mendapat vaksin pertama di negara nya dengan menggunakan vaksin yang diproduksi Tiongkok.
Pada kasus Amerika jika berdasarkan resiko maka mantan presiden Obama harusnya  dikeluarkan sebagai orang yang mendapat prioritas vaksin  karena Obama baru berusia 59 tahun.
Contoh perbedaan prioritas di atas memang sangat perlu diperhatikan di Indonesia mengingat jumlah vaksin yang terbatas di tahap awal pelaksanaan program vaksinasi nasional ini.
Prioritas pemberian vaksin ini dapat saja atas dasar pertimbangan orang yang beriko tingggi terkena virus yang harus diprioritaskan dan dilanjutkan dengan kelompok yang berada di garis depan yaitu dokter dan tenaga kesehatan.
Kalangan selibritis yang secara sukarela ikut dalam program vaksinasi memang dapat juga ditempuh untuk menyakinkan masyarakat akan keamanan vaksin namun harus tetap berdasarkan prioritas resiko.