Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pernyataan Siap Divaksin Duluan, Etis Kah?

9 Januari 2021   19:01 Diperbarui: 9 Januari 2021   19:28 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joe Biden medapat prioritas vaksinasi. Photo: Alex Edelman | AFP | Getty Images

Program vaksinasi kini mulai bergulir di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia  dengan menggunakan berbagai jenis vaksin yang  diproduksi oleh berbagai negara.

Dalam kondisi yang  darurat ini dimana vaksin yang digunakan ada yang belum tuntas uji kliniknya, maka berbagai negara di dunia secara parallel melakukan program uji klinis tahap akhir dan persiapan pelaksanaan program vaksinasinya .

Dengan berbagai tingkat efikasi atau tingkat perlindungan yang berbeda untuk setiap jenis vaksinnya, maka sangat wajar jika masih ada keraguan bagi sebagian kelompok masyarakat akan keamanan vaksin yang akan digunakan.

Oleh sebab itu di tahap awal sangat wajar jika pimpinan negara memberi contoh untuk divaksin pertama untuk menyakinkan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan itu aman dan halal.

Saat ini ada fenomena yang sangat menarik dimana berbagai kepada daerah, politisi,  tokoh masyarakat dan bahkan artis menyatakan kesiapannya untuk divaksin terlebih dulu.

Vaksin yang akan digunakan di Indoneisa bukan dibuat khusus hanya untuk Indonesia  saja namun juga untuk negara lain.  Oleh sebab itu hasil uji coba di berbagai negara sebenarnya sudah cukup untuk digunakan sebagai data pembanding yang menguatkan apakah vaksin yang akan dipakai itu efektif atau tidak dan berdampak negatif  atau tidak.

Untuk menyakinkan masyarakat sebenarnya tidak perlu ada fenomena berbondong bondong menyatakan kesediaan divaksin duluan karena dalam kuruan waktu setelah 4-5 minggu setelah dilakukan vaksinasi keraguan masyarakat ini akan hilang jika vaksin yang digunakan tersebut telah dinyatakan aman bedasarkan uji klinis.

Dalam situasi seperti ini cukup hanya beberapa pimpinan dan tokoh masyarakat saja yang divaksinasi  terlebih dulu untuk memberikan contoh kepada masyarakat dan tidak perlu berbondong menyatakan kesiapannya untuk divaksin.

Hal ini sangat krusial karena prioritas pemberian vaksin harus diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi tertular dan kelompok garda depan yang berjuang untuk mengendalikan pandemi  ini yaitu dokter dan tenaga kesehatan yang sudah banyak melakukan pengorbanan dan tidak sedikit yang berujung pada kehilangan nyawa.

Jika fenomena berbondong bondong ingin divaksin duluan terus meluas maka tentunya dengan jumlah vaksin yang sangat terbatas dan pelaksanaannya bertahap ini  akan menjadi kendala tersendiri karena kelompok masyarakat yang harusnya divaksin terlebih dulu akan terpinggirkan.

Fenomena Golbal

Saat ini fenomena vaksinasi pertama untuk kepala negara, politisi dan tokoh penting memang terjadi juga di berbagai negara namun sebaliknya di beberapa negara justru lebih realistis melakukan vaksinasi pertama untuk warga sipilnya yang memang menjadi prioritas.

Sebagai contoh di Inggris orang pertama yang mendapatkan vaksi setelah vaksin mendapat ijin penggunaan oleh pihak berwenang  adalah warga sipil pensiunan yang berusia 90 tahun yang bernama Margaret Keenan.

Dalam hal ini Inggris lebih memprioritaskan pemberian vansin pertama untuk orang yang memiliki resiko sangat tinggi tertular untuk menyelamatkan warganya.

Sebaliknya di Istrael orang yang mendapat vaksin pertama adalah kepala negaranya yaitu Benjamin Netanyahu yang berusia 71 tahun yang dianggap lebih memprioritas pemberian vaksin pertamanya untuk pimpinan negaranya.

Pimpinan negara yang mendapat vaksin pertama bukan hanya Perdana Menteri Istrael saja. Pimpinan Dubai yang gerusia 71 tahun Mohammed bin Rashid al-Maktoum, Raja Bahrain, Perdana Menteri Singapura  juga mendapat vaksin pertama di negara nya dengan menggunakan vaksin yang diproduksi Tiongkok.

PM Singapura ketika divaksin. Photo:witter/@leehsienloong)
PM Singapura ketika divaksin. Photo:witter/@leehsienloong)
Fenomena ini juga terjadi di Amerika dimana pimpinan dan mantan pimpinan seperti Joe Biden mendapat prioritas pertama untuk divaksin dan akan disusul dengan Bill Clinton, George W. Bush dan  Barack Obama menyatakan kesediaannya untuk divaksin pertama.

Pada kasus Amerika jika berdasarkan resiko maka mantan presiden Obama harusnya  dikeluarkan sebagai orang yang mendapat prioritas vaksin  karena Obama baru berusia 59 tahun.

Contoh perbedaan prioritas di atas memang sangat perlu diperhatikan di Indonesia mengingat jumlah vaksin yang terbatas di tahap awal pelaksanaan program vaksinasi nasional ini.

Prioritas pemberian vaksin ini dapat saja atas dasar pertimbangan orang yang beriko tingggi terkena virus yang harus diprioritaskan dan dilanjutkan dengan kelompok yang berada di garis depan yaitu dokter dan tenaga kesehatan.

Kalangan selibritis yang secara sukarela ikut dalam program vaksinasi memang dapat juga ditempuh untuk menyakinkan masyarakat akan keamanan vaksin namun harus tetap berdasarkan prioritas resiko.

Elbvis ketika divaksin polito. Photo: AP
Elbvis ketika divaksin polito. Photo: AP
Tidak banyak orang mengetahui bahwa di tahun 1956 Elvis Presley berpartisipasi untuk divaksin polio secara sukarela.

Sehingga tidak heran misalnya di Inggris tokoh naturalis ternama David Attenborough yang kini berusia 94 tahun akan menjadi contoh yang baik untuk mendapat prioritas vaksinasi karena memenuhi dua persyaratan sekaligus ayitu memiliki resiko tinggi dan selebritis ternama.

Fenomena rame rame menyatakan siap divaksin duluan di Indonesia sebaiknya dihentikan, cukup presiden dan beberapa tokoh masyarakat saja yang dijadikan contoh divaksin pertama, selebihnya prioritaskan pemberian vaksin yang terbatas ini pada kelompok yang benar benar membutuhkan seperti kelompok masyarakat yang beresiko tinggi dan pejuang di garis depan seperti dokter dan tenaga kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun