Mungkin pengalaman mendistribusikan surat suara atau kotak suara di masa pilkada atau pilpres dapat dijadikan pelajaran. Pendistribusian ini sangat bermasalah jika menyangkut daerah terpencil yang fasilitas transportasi tidak mamadai dan sulit dijangkau.
Pendistribusian vaksin tentunya akan jauh lebih sulit karena memerlukan fasilitas penyimpanan yang memadai baik selama transportasi maupun setelah tiba di titik distribusi.
Pendistribuan vaksin dalam jumlah kecil ke berbagai daerah yang pernah dilakukan selama ini kemungkinan pernah dan dapat dilakukan, namun pendistribusian dalam skala besar tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri.
Pengunaan esky untuk menyimpan dan mendistribusikan vaksin mungkin merupakan salah satu pilihan untuk diterapkan di Indonesia, namun tantangan yang muncul adalah setiap 14 hari dry ice perlu diganti dan setiap 7 hari harus dilakukan refil dry ice. Disamping itu untuk mendapatkan dry ice ini juga akan cukup sulit terutama di wilayah yang terpencil.
Perlu diketahui bahwa dry ice sangat sulit untuk disimpan, oleh sebab itu dry ice tidak dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak dan disimpan untuk waktu yang lama sebelum digunakan. Oleh sebab itu dry ice harus diproduksi terus menerus dalam mendukung pendistribusian vaksin ini.
Hal lain yang juga perlu dipertimbangan faktor alam sebagai salah satu faktor penentu sukses tidaknya penyebaran vaksin ini. Indonesia di awal tahun akan mengalami musim hujan. Jika curah hujan mengalami anomali maka bukan tidak mungkin banjir dan tanah longsong menjadi penghambat pendistribusian vaksin ini.
Perancangan manajemen yang prima terkait penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian vaksin Covid-19 akan sangat menentukan keberhasilan program vaksinasi Covid-19 di Indonesia dimana Cold Chain yang prima merupakan kunci penentunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H