Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mamaknai Kasus Doktor Karbitan

21 September 2017   12:06 Diperbarui: 21 September 2017   13:24 1894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi dosen yang pernah membimbing kandidat doktor dengan cara yang wajar maka membimbing kandidat doktor sebanyak 5 orang saja setahun memerlukan waktu, proses beripikir dan energi yang luar biasa.  Hal ini terjadi karena tentunya dosen ini akan terbebani juga dengan bimbingan mahasiswa S1 dan S2, memberikan kuliah dan melakukan penelitian.

Membimbing dan menghasilkan lulusan doktor memerlukan kualitas tertentu dan bukan seperti pabrik mie instan yang dalam sekejap mata dapat menghasilkan mie instan yang terbungkus rapi dan cantik.

Lulusan program doktor suatu saat nanti akan bertugas dan dituntut  membimbing kandidat doktor juga yang berkualitas.  Jadi dapat dibayangkan jika seorang bergelar doktor dihasilkan dengan proses yang kualitasnya di bawah standar, apalagi dengan proses yang tidak benar maka sudah dapat dipastikan  lulusan ini akan mencetak lulusan doktor yang kelak dibimbingnya dengan kualitas di bawah standar juga.

Maraknya perdagangan gelar beberapa waktu lalu yang terjadi di Indonesia  dan kasus menghasilkan lulusan doktor yang tidak wajar seperti yang diuraikan di atas yang terus terjadi menunjukkan adanya permintaan yang cukup tinggi.

Gelar di Indonesia masih dipandang sebagai sesuatu yang mewah sekaligus merupakan status simbol yang dapat mengangkat derajat dan kewibawaan seseorang yang menyandang gelar tersebut.

Sayang nya perguruan tinggi sebagai punggawa terakhir untuk menjaga kulitas keilmuan, kejujuran dan wibawa akademis sering kali tergoda untuk mencari jalan pintas dengan mengorbankan kualitas akademis dan keilmuan.

Sudah menjadi rahasia umum memperoleh gelar doktor melalui jalan pintas masih banyak diminati dan dilakukan oleh orang penting dan berkedudukan. Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa dilihat dari segi kesibukannya orang tersebut tidak mungkin sekaligus menjalani rutinitas tugas hariannya dan menjadi mahasiswa program doktor.

Menempuh program doktor memerlukan konsentrasi penuh dan sangat jarang dapat dilakukan sebagai pekerjaan sampingan dan paruh waktu.  Oleh sebab itu,  program doktor yang wajar dan normal paling tidak ditempuh dalam kurun waktu minimal 3 tahun.  Jika dilakukan paruh waktu biasanya memerlukan  waktu studi berkisar antara 5-8 tahun.

Perjuangan dan pengorbanan yang sangat luar biasa selama menempuh program doktor ini biasanya akan membuat para lulusan doktor merasakan kelegaan dan kebanggaan yang luar biasa karena telah melalui perjuangan yang mungkin merupakan fase tersulit dalam hidupnya yang seringkali dihiasi dengan derai air mata.

Sudah sangat jelas bahwa bagi perguruan tinggi yang melakukan jalan pintas memperoduksi doktor dengan cara tidak wajar ini seharusnya dimaknai sebagai aib sekaligus pengkhianatan akan nilai nilai keilmuan yang seharusnya dijunjung tinggi, karena perguruan tinggi juga berfungsi sebagai benteng penegak kejujuran.

Sedangkan bagi mahasiswa program doktor yang mengikuti program dengan cara tidak wajar ini termasuk tidak mengikuti proses perkuliahan yang sesuai dengan standar, melakukan penelitian dengan benar, menulis disertasinya sendiri, keberhasilan meraih gelar doktor hanya merupakan kebanggaan semu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun